Diversitas Dan Strategi Konservasi Kelelawar Di Beberapa Zona Cagar Alam Gunung Duasudara Sulawesi Utara

Main Author: Lengkong, Hanry Jefry
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/1579/
Daftar Isi:
  • Pulau Sulawesi memiliki tingkat endemis fauna dan mendukung kehidupan kelelawar yang paling utama di Indonesia. Cagar Alam Gunung Duasudara adalah salah satu bawaan konservasi dari Pulau Sulawesi. Hal ini memberi arti bahwa Sulawesi Utara memiliki potensi yang sangat besar dalam keanekaragaman hayati dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang ada di Indonesia. Di antara dua puluh satu spesies kelelawar yang tercatat di Sulawesi, delapan spesies diantaranya (38 %) adalah spesies endemik, dan dari delapan spesies tersebut terdapat dua (kadangkala dihitung tiga) di antara spesies-spesies tersebut diklasifikasikan endemik sampai tingkat genera. Keberadaan kelelawar ini sangat penting bagi kehidupan masyarakat, karena berperanan sebagai pemencar biji buah-buahan, penyerbuk bunga tumbuhan bernilai ekonomi, pengendali hama serangga, penghasil pupuk guano dan tambang fosfat di gua-gua, dan obyek wisata. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh musim, diversitas genetis, ekologis, sebaran spasial berdasarkan karakter spesies kelelawar, problem konservasi dan merekomendasikan spesies kelelawar yang ada di Cagar Alam Gunung Duasudara dalam usaha strategi konservasi. Penelitian dilakukan melalui metode Mistnet pada tujuh vegetasi yang ada di Cagar Alam Gunung Duasudara, yaitu: hutan lumut, hutan submontana, hutan dataran rendah, hutan casuarina, hutan pantai, semak dan alang-alang. Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2013 sampai Agustus 2014. Sampling kelelawar dilakukan dengan menggunakan jaring kabut berukuran 12 x 3,6 m yang dipasang pada ketinggian 1 m dan 3 m di atas tanah. Kelelawar yang tertangkap diidentifikasi dalam Laboratorium Ekologi dan Konservasi Universitas Brawijaya dan Pusat Penelitian Biologi – LIPI Bogor. Hasil menunjukkan bahwa telah menemukan 16 spesies dengan 1178 individu kelelawar yang tertangkap di kawasan Cagar Alam Gunung Duasudara Sulawesi Utara. Kelelawar yang tertangkap terbagi atas dua subordo, tiga famili, 10 genus dan 16 spesies. Komposisi kelelawar yang tertangkap meliputi Acerodon celebensis (6 individu), Boneia bidens (2 individu), Cynopterus brachyotis (84 individu), Cynopterus luzoniensis (112 individu), Cynopterus minutus (141 individu), Dobsonia viridis (9 individu), Macroglossus minimus (44 individu), Macroglossus tailiniensis n. sp. (9 individu), Megaderma spasma (4 individu), Nyctimene cephalotes (10 individu), Rhinolopus celebensis (2 individu), Rousettus amplexicaudatus (279 individu), Rousettus celebensis (266 individu), Rousettus tangkokoensis n. sp. (9 individu), Thoopterus nigrescens (142 individu) dan Thoopterus tailiniensis n. sp. (59 individu). Spesies yang baru ditemukan, yaitu M. tailiniensis n. sp., R. ii tangkokoensis n.sp. dan T. tailiniensis n. sp. memiliki ciri khas yang berbeda dengan spesies kelelawar lainnya atau antar genusnya berdasarkan penampilan tubuh, ukuran tengkorak dan tubuh eksternalnya. Hasil penelitian variasi musim struktur populasi dan komunitas kelelawar menunjukkan bahwa jumlah spesies yang tertangkap pada musim hujan dan kemarau adalah sama, yaitu sebanyak 15 spesies, dengan jumlah individu lebih banyak pada musim hujan (703 individu) dan jumlah individu terendah pada musim kemarau (475 individu); jumlah spesies tertinggi di zona hutan submontana, dan jumlah spesies terendah di zona alang-alang dari berbagai zona. Jumlah individu tertinggi di zona hutan lumut, dan jumlah individu terendah di zona hutan casuarina dari berbagai zona; jumlah spesies tertinggi di zona hutan dataran rendah, dan jumlah spesies terendah di zona hutan casuarina dan alangalang pada musim hujan. Jumlah spesies tertinggi di zona hutan submontana, dan jumlah spesies terendah di zona alang-alang pada musim kemarau. Spesies dengan jumlah individu tertinggi di zona hutan lumut pada musim hujan, yaitu R. celebensis, dan spesies dengan jumlah individu tetinggi di zona hutan submontana pada musim kemarau, yaitu R. amplexicaudatus. Laju tangkapan menunjukkan kelimpahan yang rendah di kawasan Cagar Alam Gunung Duasudara; kelimpahan rendah pada musim hujan dan kemarau, kelimpahan rendah di berbagai zona, dan kelimpahan rendah di berbagai zona pada musim hujan dan kemarau; laju tangkapan tertinggi di musim hujan dan laju tangkapan terendah di musim kemarau, laju tangkapan tertinggi di zona hutan lumut dan laju tangkapan terendah di zona hutan casuarina, laju tangkapan tertinggi di zona hutan lumut dan laju tangkapan terendah di zona hutan casuarina pada musim hujan, dan laju tangkapan tertinggi di zona hutan submontana dan laju tangkapan terendah di zona hutan casuarina pada musim kemarau. Indeks dominansi menunjukkan dominansi rendah di kawasan Cagar Alam Gunung Duasudara; dominansi rendah pada musim hujan dan kemarau, dominansi rendah di zona hutan lumut, submontana, dataran rendah, casuarina, pantai, semak dan alang-alang, dan dominansi rendah di berbagai zona pada musim hujan, kecuali zona hutan submontana yang dominansi tinggi dan dominansi rendah di berbagai zona pada musim kemarau, kecuali zona alang-alang yang dominansi tinggi; dominansi tertinggi di musim kemarau dan dominansi terendah di musim hujan, dominansi tertinggi di zona alang-alang dan dominansi terendah di zona dataran rendah, dominansi tertinggi di zona hutan submontana dan dominansi terendah di zona hutan dataran rendah pada musim hujan, dan dominansi tertinggi di zona alangalang dan dominansi terendah di zona dataran rendah pada musim kemarau. Indeks kemerataan menunjukkan kemerataan tinggi di kawasan Cagar Alam Gunung Duasudara; kemerataan tinggi pada musim hujan dan kemarau, kemerataan tinggi di berbagai zona (dataran rendah, casuarina dan pantai) dan kemerataan rendah di berbagai zona (lumut, submontana, semak dan alang-alang), kemerataan tinggi di berbagai zona pada musim hujan, kecuali zona hutan submontana yang kemerataan rendah, dan kemerataan tinggi di berbagai zona pada musim kemarau; kemerataan tertinggi di musim kemarau dan kemerataan terendah di musim hujan, kemerataan tertinggi di zona hutan dataran rendah dan kemerataan terendah di zona alang-alang, kemerataan tertinggi di zona hutan iii dataran rendah dan terendah di zona hutan submontana pada musim hujan, dan kemerataan tertinggi di zona hutan casuarina dan kemerataan terendah di zona alang-alang pada musim kemarau. Indeks kesamaan menunjukkan kesamaan kualitatif dan kuantitatif tinggi antar musim hujan dan kemarau; kesamaan kualitatif tinggi antar berbagai zona (lumut dan submontana, lumut dan dataran rendah, lumut dan casuarina, lumut dan pantai, submontana dan dataran rendah, submontana dan casuarina, submontana dan pantai, submontana dan semak, submontana dan alang-alang, dataran rendah dan hutan casuarina, dataran rendah dan pantai, dataran rendah dan semak, dataran rendah dan alang-alang, casuarina dan pantai, casuarina dan semak, casuarina dan alang-alang, pantai dan semak, pantai dan alang-alang, semak dan alang-alang) dan kesamaan kualitatif rendah antar berbagai zona (lumut dan semak, lumut dan alang-alang), kesamaan kuantitatif tinggi antar berbagai zona (lumut dan submontana, submontana dan dataran rendah, submontana dan pantai, dataran rendah dan pantai, pantai dan semak, pantai dan alang-alang, semak dan alang-alang) dan kesamaan kuantitatif rendah antar berbagai zona (lumut dan dataran rendah, lumut dan casuarina, lumut dan pantai, lumut dan semak, lumut dan alang-alang, submontana dan casuarina, submontana dan semak, submontana dan alang-alang, dataran rendah dan casuarina, dataran rendah dan alang-alang, casuarina dan pantai, casuarina dan semak, casuarina dan alang-alang); kesamaan kualitatif tertinggi di antar zona casuarina dan pantai, dan kesamaan kuantitatif tertinggi di antar zona hutan lumut dan submontana. Hasil penelitian diversitas kelelawar menunjukkan bahwa indeks kekayaan spesies sedang, kekayaan genus rendah, kekayaan famili rendah dan kekayaan subordo rendah di Cagar Alam Gunung Duasudara; kekayaan spesies sedang. Kekayaan genus, famili dan subordo rendah pada musim hujan dan kemarau; kekayaan spesies sedang dari berbagai zona (submontana, dataran rendah dan casuarina) dan kekayaan spesies rendah dari berbagai zona (lumut, pantai, semak dan alang-alang), kekayaan genus, famili dan subordo rendah dari berbagai zona; kekayaan spesies sedang dari berbagai zona (dataran rendah) dan kekayaan spesies rendah dari berbagai zona (lumut, submontana, casuarina, pantai, semak dan alang-alang), kekayaan genus, famili dan subordo rendah dari berbagai zona (lumut, submontana, dataran rendah, casuarina, pantai, semak dan alang-alang) pada musim hujan; kekayaan spesies sedang dari berbagai zona (submontana, dataran rendah dan casuarina) dan kekayaan spesies rendah dari berbagai zona (lumut, pantai, semak dan alang-alang), kekayaan genus, famili dan subordo rendah dari berbagai zona (lumut, submontana, dataran rendah, casuarina, pantai, semak dan alang-alang) pada musim kemarau. Derajat endemisme tinggi di kawasan Cagar Alam Gunung Duasudara; derajat endemisme tinggi pada musim hujan dan kemarau, derajat endemisme tinggi di berbagai zona (lumut, submontana, dataran rendah, casuarina, pantai dan semak), kecuali zona (alangalang) sedang, dan derajat endemisme tinggi di berbagai zona (lumut, submontana, dataran rendah, casuarina, pantai dan semak) pada musim hujan, kecuali zona (alang-alang) rendah; derajat endemisme tertinggi di musim kemarau dan derajat endemisme terendah di musim hujan, derajat endemisme tertinggi di zona hutan submontana dan derajat endemisme terendah di zona hutan alangiv alang, derajat endemisme tertinggi di zona hutan submontana pada musim hujan dan kemarau, dan derajat endemisme terendah di zona alang-alang pada musim hujan dan kemarau. Indeks keanekaragaman menunjukkan keanekaragaman sedang di kawasan Cagar Alam Gunung Duasudara; keanekaragaman sedang di zona hutan lumut, submontana, dataran rendah, casuarina, pantai, semak dan alang-alang, dan keanekaragaman sedang di berbagai zona pada musim hujan dan kemarau; keanekaragaman tertinggi di musim kemarau dan keanekaragaman terendah di musim hujan, keanekaragaman tertinggi di zona hutan dataran rendah dan keanekaragaman terendah di zona hutan submontana, keanekaragaman tertinggi di zona hutan dataran rendah dan keanekaragaman terendah di zona alang-alang pada musim hujan, dan keanekaragaman tertinggi di zona hutan dataran rendah dan keanekaragaman terendah di zona alang-alang pada musim kemarau. Indeks pola penyebaran menunjukkan pola penyebaran mengelompok di kawasan Cagar Alam Gunung Duasudara; pola penyebaran mengelompok pada musim hujan dan pola penyebaran seragam pada musim kemarau, pola penyebaran mengelompok di zona hutan lumut, submontana, dataran rendah, casuarina, pantai, semak dan alang-alang, dan pola penyebaran mengelompok di berbagai zona, kecuali zona hutan pantai yang pola penyebaran seragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua pengelompokkan dalam variabel komunitas kelelawar, yaitu: pada fungsi 1 terdapat zona alang-alang, semak dan casuarina, dan pada fungsi 2 terdapat zona pantai, dataran rendah, submontana dan lumut. Tingkat nilai kesamaan di setiap zona lokasi di Cagar Alam Gunung Duasudara menunjukkan zona lumut dan submontana memiliki hubungan yang erat. Variabel yang berkorelasi tinggi dengan fungsi diskriminan kanonik menunjukkan variabel tersebut erat kaitannya dengan perbedaan kelelawar antar zona, dan merupakan pembeda dalam pengelompokkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model PLS yang digunakan cocok dan layak berdasarkan kriteria RMSEA; Struktur kanonikal tertinggi adalah fungsi kanonik 1 (derajat endemisme, dominansi, kekayaan genus, jumlah spesies, kenekaragaman, kemerataan, laju tangkapan, pola penyebaran dan kekayaan spesies) dan fungsi kanonik 2 (kekayaan family, jumlah individu dan kekayaan subordo); pengujian hipotesis yang signifikan (geografi dan komunitas kelelawar, geografi dan zona vegetasi, zona vegetasi dan komunitas kelelawar, musim dan komunitas kelelawar, iklim dan komunitas kelelawar) berarti hubungan keduanya searah, sedangkan yang tidak signifikan (musim dan zona vegetasi, iklim dan vegetasi, perburuan dan komunitas kelelawar) berarti hubungan tidak searah. Analisis klaster menunjukkan penyebaran kelelawar dari berbagai zona di Cagar Alam Gunung Duasudara memiliki kesamaan antara komunitas kelelawar di zona hutan lumut dengan submontana, zona hutan dataran rendah dengan pantai, zona semak dengan alang-alang, zona hutan casuarina dengan alang-alang, dan terdapat perbedaan antara komunitas kelelawar di zona hutan dataran rendah dengan casuarina, zona alang-alang dengan dataran rendah, zona alang-alang dengan lumut, zona alang-alang dengan submontana, zona semak dengan casuarina, zona hutan pantai dengan casuarina. Hasil penelitian SWOT Analysis, Gap Analysis dan Root Cause Analysis menunjukkan bahwa strategi konservasi di Cagar Alam Gunung Duasudara v memiliki kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman masing-masing, sehingga dapat menjadi salah satu prioritas utama dan rekomendasi dalam pengembangan obyek wisata dan pengambilan kebijakan untuk perlindungan dan pelestarian kelelawar. Strategi utama yang sangat perlu dikembangkan adalah mempertahankan status kawasan Cagar Alam yang baru sehingga dapat dilakukan pengembangan baik institusi maupun pemanfaatannya yang berperan besar untuk pendidikan, penelitian dan ekowisata dalam mendukung program pemerintah, dan mempertahankan kelestarian Cagar Alam Gunung Duasudara dengan konsep adanya kelompok-kelompok pemandu wisata. Strategi ini dilakukan dengan mengakomodasi peluang adanya kebijakan daerah yang mendukung perlindungan dan kelestararian Cagar Alam serta adanya stakeholder yang terlibat dan peduli terhadap perlindungan dan kelestarian Cagar Alam. Peluang tersebut dapat dikembangkan mengingat adanya potensi ekowisata yang perlu dikelolah dan dikembangkan lebih baik lagi.