Identifikasi Polimorfisme (SNPs19) Gen Igf-1 pada Sapi Betina Peranakan Ongole (PO) Beranak Kembar dan Tidak Beranak Kembar

Main Author: drhDickyDikman
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2012
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/157832/
Daftar Isi:
  • Adanya program pemerintah mengenai swasembada daging nasional pada tahun 2014 mendasari dilakukannya berbagai upaya untuk meningkatkan produksi daging nasional. Salah satu cara yang diterapkan adalah dengan memperbanyak kelahiran sapi kembar untuk meningkatkan produksi sapi (Warta Tani, 2009). Salah satu sapi pedaging yang digunakan adalah sapi Peranakan Ongole (PO) yang memiliki beberapa keunggulan antara lain; ukuran tubuhnya besar, pembawaan tenang, bisa menyesuaikan diri dengan pakan yang berkualitas rendah, dan tahan terhadap gangguan penyakit. Kelahiran kembar pada sapi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah genetik, lingkungan, dan nutrisi (Salisbury, et al. 1985; dan Fries, R, et al . 1999). Faktor genetik kelahiran kembar berkorelasi pula dengan ovulation rate yang dapat menyebabkan terjadinya multiple ovulation pada sapi betina. Menurut Gregory, et al. (1997) dalam Fries, et al . (1999) nilai korelasi antara keduanya adalah berkisar 0,75 sampai 1,00. Peristiwa ovulasi yang terjadi pada individu betina diawali dengan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel folikel di ovarium yang disebut sebagai folikulogenesis. Faktor yang mempengaruhi folikulogenesis dapat berasal dari faktor eksternal (hormon FSH dan LH) dan faktor internal (IGF-1) (Richards, 2001). FSH ( Follicle Stimulating Hormon ) berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan sel granulosa, interaksi antara FSH dan IGF-1 ( Insulin Like Growth Factor 1 ) dapat mengaktifkan faktor transkripsi, sedangkan LH ( Luteinizing Hormon ) berperan dalam diferensiasi sel teka dan stimulasi terjadinya ovulasi (Richards, 2001). Selain itu, peranan hormon estrogen dan progesterone yang disekresikan oleh sel-sel folikel juga berpengaruh terhadap perkembangan sel-sel folikel (Johnson, et al. , 2000). Adanya peningkatan konsentrasi hormon IGF-1 pada follicular fluid dan peredaran darah dapat menyebabkan terjadinya kelahiran kembar pada induk sapi, hal itu mengindikasikan bahwa, ada perbedaan konsentrasi hormon IGF-1 antara induk sapi yang memiliki anak kembar dengan induk sapi yang tidak memiliki anak kembar (Echternkamp et al ., (1990). Perbedaan konsentrasi hormon IGF-1 tersebut diduga disebabkan oleh adanya variasi dari gen IGF-1 . Variasi gen menurut Primarck (2002) disebut sebagai polimorfisme genetik, yakni perbedaan susunan gen unit pengkode protein pada individu. Apabila perbedaan susunan gen terjadi pada satu basa nukleotida penyusun gen, maka disebut sebagai Single Nucleotide Polymorphisms ( SNPs ). SNPs sering digunakan untuk mendeteksi adanya polimorfisme pada gen, contohnya adalah penggunaan SNPs 2 dan SNPs 19 untuk mendeteksi kebuntingan kembar pada sapi Holstein (Kim, et al ., 2008), dan mendeteksi adanya SNP pada kromosom 5 Bos taurus (BTA5) terhadap rerata kelahiran kembar dan rerata terjadinya ovulasi (Allan, et al ., 2009). Berdasarkan hal itu, maka dilakukan identifikasi polimorfisme ( SNPs 19) gen IGF-1 pada sapi betina PO beranak kembar dan tidak beranak kembar. Apabila ditemukan adanya polimorfisme ( SNPs 19) pada gen IGF-1 , maka dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan marka molekuler terhadap terjadinya kelahiran kembar pada sapi betina Peranakan Ongole (PO). Sampel darah yang digunakan pada penelitian ini adalah tiga sampel induk sapi beranak kembar dan satu sampel induk sapi beranak tunggal. Sampel darah diisolasi dengan metode Salting out, hasil isolasi DNA di uji kualitatif dan kuantitatif. Amplifikasi gen IGF-1 dilakukan menggunakan sepasang primer SNPs 19, yakni primer forward 5`-GAATTCAGCACCTCCAGCAT-3`, dan primer reverse 5`-TGAGTGGATTCTGATGGAAAGA-3` (Kim, et al ., 2008). Hasil amplifikasi gen IGF-1 ( SNPs 19) berukuran 700 base pair , selanjutnya dilakukan purifikasi dan sekuening. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, terdapat adanya polimorfisme pada sapi betina beranak kembar dan tidak beranak kembar. Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa perbedaan basa, yakni terdapat 9 daerah polimorfik pada sekuen gen IGF-1 (urutan basa ke 12, 13, 14, 15, 16, 28, 61, 135, 510) . Dari kesembilan daerah polimorfik tersebut, terdapat satu pola yang dapat mencirikan adanya polimorfisme nukleotida tunggal (SNPs) antara sapi betina beranak kembar dan sapi betina tidak beranak kembar, yaitu pada urutan basa nukleotida ke 135. Pada sapi betina yang tidak beranak kembar, memiliki basa nukleotida C (Cytosin), sedangkan pada sapi betina beranak kembar memiliki basa nukleotida T (Timin). Kemudian analisis dengan pohon filogenetik menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara fenotip kembar dengan genotip kembar.