Studi Mutasi Berdasarkan Pola Fragmen Restriksi Gen PARP-1 (Poly (ADP-Ribose) Polymerase-1) Exon 21 dan 23 Menggunakan PCR-RFLP pada Mencit Jantan Balb-c yang Terpapar Formalin

Main Author: Mulyati, Yayuk
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2009
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/157711/
Daftar Isi:
  • Gen PARP-1 merupakan salah satu gen yang terlibat dalam perbaikan DNA dan respon sel lainnya yang berkaitan dengan kerusakan DNA. Meskipun sel memiliki kemampuan perbaikan, yaitu salah satunya melalui PARP-1 , akan tetapi kehadiran agen genotoksik mampu mempengaruhi kerja gen ini. Formalin merupakan salah satu senyawa kimia yang bersifat mutagenik dan genotoksik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya mutasi berdasarkan pola fragmen restriksi gen PARP- 1 pada exon 21 dan exon 23 menggunakan PCR-RFLP pada mencit jantan Balb-c yang terpapar formalin. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Mencit Balb-c jantan berumur 2 bulan dipapar formalin pada dosis 0 mg/kg BB, 2 mg/kg BB, dan 5 mg/kg BB selama 3 bulan. Pada minggu ke-14 dilakukan pembedahan mencit yang diikuti dengan pengambilan organ hepar. DNA hepar diisolasi dengan menggunakan NucleoSpin Kit. Hasil isolasi DNA kemudian diamplifikasi dengan menggunakan dua primer, yaitu primer PARP21: forward 5`CCATGGTATTATGACACGGGA3`, reverse 5`GGAATGGTACTGTTGTAGGCT3`, untuk mengenali exon 21 dan primer PARP23: forward 5`TTTTTAGCTCAAAATAAATGCTTAA3`, reverse 5`GTTGTTTGTGGTTTGTCCTA3` untuk mengenali exon 23. Produk amplifikasi kemudian dipotong dengan menggunakan enzim Alu 1, Hae III, Hin dIII, dan Eco R1. Analisis ada tidaknya mutasi pada gen PARP 1 exon 21 dan exon 23 dilakukan dengan membandingkan pola fragmen restriksi antar kelompok perlakuan. Peubah lain yang diukur dalam penelitian ini adalah perubahan berat badan dan kondisi klinis mencit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan formalin pada dosis 0 mg/kg BB, 2 mg/kg BB, dan 5 mg/kg BB belum terbukti memberikan efek mutasi terhadap gen PARP-1 exon 21 dan exon 23 yang dikaji melalui teknik PCR-RFLP. Belum terbukti adanya mutasi gen PARP-1 exon 21 dan exon 23 didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, hasil amplifikasi gen PARP1 exon 21 dan exon 23 menunjukkan pola pita amplifikasi yang sama antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan, yaitu masing-masing menghasilkan produk amplifikasi berturut-turut sekitar 250 bp dan 350 bp. Kesamaan pola pita hasil amplifikasi menunjukkan bahwa sekuen gen PARP-1 kelompok perlakuan tidak mengalami perubahan (terutama pada daerah yang dikenali primer), sehingga primer dapat mengenali DNA template dari kelompok kontrol. Belum terbukti adanya mutasi pada gen PARP-1 exon 21 dan exon 23 terkait dengan hasil amplifikasi didasarkan pada salah satu prinsip kerja PCR, yaitu annealing . Proses annealing hanya terjadi apabila terdapat kecocokan basa nukleotida antara basa-basa nukleotida pada primer dengan basa-basa nukleotida pada DNA template. Alasan kedua, pemotongan gen PARP 1 exon 21 dengan Alu 1 menghasilkan dua fragmen restriksi dengan pola yang sama, yaitu berukuran sekitar 50 bp dan 300 bp; sementara itu, pemotongan gen PARP 1 exon 23 juga menghasilkan dua fragmen restriksi dengan pola yang sama, yaitu sekitar 50 bp dan 200 bp. Hasil pemotongan yang sama dapat diartikan bahwa sekuen pengenalan Alu 1 tidak mengalami perubahan, sehingga pemotongan dengan enzim tersebut dapat menghasilkan pola fragmen yang sama. Klarifikasi ada tidaknya mutasi pada gen PARP 1 exon 21 dan exon 23 dilakukan dengan memotong kedua exon tersebut dengan Ha eIII, Hin dIII, dan Eco R1. Pemotongan dengan ketiga enzim tersebut menunjukkan hasil yang sama, yaitu tidak terbentuk fragmen restriksi dan posisi pita DNA PARP-1 exon 21 dan exon 23 secara berturut-turut tetap berada pada ukuran sekitar 350 bp dan 250 bp, sesuai dengan hasil amplifikasi. Klarifikasi dilakukan mengingat sifat mutasi yang acak, kebetulan, dan tidak terarah. Selain belum terbukti menyebabkan efek mutasi pada gen PARP 1 exon 21 dan exon 23, perlakuan paparan formalin juga tidak menyebabkan terjadinya penurunan berat badan dan pada kelompok paparan 5 mg/kg BB menyebabkan timbulnya beberapa penyimpangan morfologis, antara lain yaitu iritasi kelopak mata, kaki mengalami iritasi, bengkak, dan pincang, rambut punggung berdiri dan rontok, serta inflamasi lokal pada bagian leher. Penyimpangan-penyimpangan tersebut diduga berkaitan dengan efek metabolik asidosis yang memicu pembentukan radical oxygen species . Radikal spesies tersebut pada gilirannya dapat memicu berbagai gangguan sistem imun inang. Berdasarkan hasil observasi klinis pada perlakuan paparan 5 mg/kg BB yang menemukan adanya beberapa penyimpangan morfologi, sementara kajian genetis melalui teknis PCR-RFLP belum terbukti menunjukkan adanya mutasi, maka pada penelitian berikutnya disarankan untuk: a) melakukan sekuensing untuk memastikan ada tidaknya mutasi pada exon 21 dan exon 23; b) melakukan evaluasi terhadap exon gen PARP-1 lainnya guna memastikan aman tidaknya dosis yang selama ini dikatakan sebagai acceptable daily intake formalin oleh WHO; dan c) melakukan kajian efek paparan formalin terhadap gen PARP-1 yang terdapat pada ginjal dan paru-paru, karena keduanya juga merupakan jalur eliminasi formalin.