Pengaruh Pelapisan Stearic Acid (SA) pada Permukaan QCM/Polistiren dengan Perbedaan Pelarut terhadap Kemampuan Immobilisasi Protein Bovine Serum Albumin (BSA)
Main Author: | Rahayu, Susi |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2014
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/157674/1/041405812.pdf http://repository.ub.ac.id/157674/ |
Daftar Isi:
- QCM biosensor merupakan biosensor yang bekerja berdasarkan prinsip perubahan massa pada permukaan sensor. Salah satu aspek penting dari QCM biosensor adalah bahan penyangga (matrik) dan sifat permukaan lapisan sensor yang dipergunakan untuk meng-immobilisasi bahan biologi yang beefungsi sebagai lapisan sensitif. Pemilihan yang tepat akan menghasilkan QCM biosensor yang memiliki kinerja yang baik. Dalam penelitian ini dilakukan study tentang sifat-sifat fisis lapisan polistiren dan stearid acid pada permukaan sensor yang dipergunakan sebagai lapisan untuk immobilisasi bahan biologi. Sifat fisis yang dikaji adalah kekasaran permukaan dan sifat viskoelastik lapisan. Secara teoritis, agar QCM biosensor tetap bekerja dengan prinsip pendeteksian perubahan masa, maka lapisan polistiren dan stearic acid pada permukaan QCM harus tidak memberikan efek viskoelastik pada sensor sehingga hal ini menjadi penting untuk diteliti. Sebagai bahan kajian, Bovien Seruam Albumin (BSA) dipergunakan sebagai model bahan biologi yang diimmobilisasikan di atas permukaan QCM sensor. Untuk mendeposisi lapisan polistiren pada permukaan QCM digunakan metode spin coating, sedangkan deposisi lapisan stearic acid menggunakan metode evaporasi. Deposisi lapisan polistiren dilakukan dengan variasi pelarut, yaitu pelarut toluena dan kloroform. Konsentrasi larutan polistiren yang digunakan 3%. Perbedaan pelarut ini akan mempengaruhi morfologi lapisan yang terdeposisi. Pada proses deposisi stearic acid dengan metode evaporasi, variabel bebas yang diatur untuk mempengaruhi sifat permukaan adalah massa substrat (stearic acid) dan jarak antara sampel dengan permukaan QCM. Tujuan dari penggunaan kedua parameter ini adalah untuk memperoleh lapisan stearic acid yang terdeposisi dengan baik dipermukaan QCM sensor. Pengujian viskoelastik lapisan dilakukan dengan mengukur impedansi elektrik QCM sensor dengan menggunakan impedance analizer. Morfologi lapisan di analisa dengan menggunakan SEM dan TMS 1200 Polytec. Perangkat QCM yang telah dilapisi dengan lapisan polistiren dan stearic acid selanjutnya diuji mengenai kemampuan immobilisasi protein BSA. Kemampuan immobilisasi ini ditunjukkan melalui besarnya jumlah BSA yang terimmobilisasi pada permukaan sensor melalui pengukuran perubahan frekuensi selama proses immobilisasi. Hal ini didasarkan pada prinsip Sauerbrey yang menjelaskan hubungan antara perubahan frekuensi QCM sensor dengan masa yang terdeposisi di permukaan sensor. Perubahan massa yang terjadi merupakan jumlah massa protein BSA yang terimmobilisasi pada permukaan lapisan stearic acid . Dari penelitian yang telah dilakukan, lapisan stearic acid yang terdeposisi pada lapisan polistiren dengan pelarut toluena dan kloroform menghasilkan ketebalan sekitar 0,1 μm sampai 0,35μm. Pada ketebalan ini, lapisan hanya memberi kontribusi impedansi yang relatif kecil sehingga tidak mempengaruhi sifat akustik dan elektrik sensor. Nilai impedansi yang relatif kecil ini berkorelasi dengan sifat rigid dari lapisan. Dengan sifat ini maka sensor QCM yang terlapisi stearic acid diatas lapisan polistiren ini masih dapat dipergunakan sebagai basis untuk pembuatan biosensor karena sensitivitas terhadap masa yang menjadi dasar bekerjanya QCM sensor masih valid. Untuk menjadi biosensor, QCM sensor tersebut haruslah dilapisi dengan lapisan biomolekul melalui proses immobilisasi. Kemampuan immobilisasi ini dipengaruhi oleh morfologi lapisan yang terbentuk. Dari hasil uji SEM, diperoleh bahwa morfologi lapisan stearic acid yang terdeposisi diatas lapisan polistiren dengan pelarut kloroform memiliki permukaan yang lebih kasar dibandingkan dengan yang menggunakan pelarut toluena. Nilai kekasaran permukaan dari masing-masing lapisan ini diuji menggunakan TMS 1200 Polytec. Nilai kekasaran lapisan polistiren dengan pelarut kloroform 616,52 nm dan pelarut toluena 578,9 nm. Perbedaan kekasaran lapisan polistiren ini dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut. Sedangkan nilai kekasaran lapisan stearic acid yang terdeposisi diatas polistiren dengan pelarut kloroform adalah 599,56 nm dan 536,66 nm untuk pelarut toluena. Morfologi lapisan yang terdeposisi pada permukaan QCM mempengaruhi kemampuan immobilisasi protein BSA. Kemampuan immobilisasi protein BSA dapat dilihat dari perubahan frekuensi yang terjadi selama proses immobilisasi. Kemampuan immobilisasi protein BSA pada lapisan polistiren dengan lapisan stearic acid menggunakan pelarut toluena tidak jauh berbeda karena jumlah massa stearic acid yang terdeposisi cukup sedikit sekitar 2,8 x 10 -6 gr dan perubahan frekuensi yang terjadi masing-masing 124±4 Hz dan 104±2 Hz. Sedangkan pada pelarut kloroform sekitar 162±12 Hz pada lapisan polistiren dan 264 ±16 Hz pada lapisan stearic acid . Dimana kemampuan immobilisasi protein BSA pada lapisan stearic acid lebih besar daripada lapisan polistiren dengan pelarut kloroform. Sehingga kemampuan immobilisasi protein BSA pada lapisan stearic acid pelarut kloroform lebih besar dibandingkan dengan pelarut toluena. Hal ini karena morfologi pelarut kloroform yang lebih kasar dari toluena sehingga lebih banyak protein yang terperangkap dan diduga terjadi ikatan kimia antara stearic acid dengan protein BSA.