Pemodelan Regresi Multivariat Spasial Dengan Pembobot Korelasi Spasial (Studi Kasus Kerawanan Pangan Dan Kemiskinan Di Kabupaten Sampang)

Main Author: Dianati, YusrinaNur
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2014
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/157480/
Daftar Isi:
  • Model linier multivariat adalah model linier dengan peubah respon lebih dari satu. Pada model regresi multivariat disyaratkan antar peubah respon harus saling berkorelasi. Jika suatu peubah penelitian dipengaruhi oleh aspek kewilayahan (spasial) maka perlu dipertimbangkan aspek spasial pada model. Geographically Weighted Multivariat Linier Model (GWMLM) merupakan suatu model regresi multivariat yang memperhatikan adanya efek spasial. Tujuan penelitian ini adalah membentuk model Geographically Weighted Multivariat Linier Model (GWMLM) dengan pembobot cross – variogram yang paling optimum berdasarkan Root Mean Square Error (RMSE) pada masalah kerawanan pangan dan kemiskinan di Kabupaten Sampang. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Penelitian dilaksanakan di tiga kecamatan di Kabupaten Sampang yaitu Kecamatan Jrengik, Torjun dan Sreseh, dengan lokasi penelitian di 10 desa. Peubah yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua peubah respon dan empat peubah prediktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat heterogenitas spasial dan korelasi yang kuat pada data kerawanan pangan dan kemiskinan sehingga dilakukan pemodelan spasial Geographically Weighted Multivariat Linier Model (GWMLM). Pembobot cross – variogram gaussian, merupakan pembobot terbaik berdasarkan nilai RMSE yang paling kecil. Faktor – faktor yang mempengaruhi kerawanan pangan dan kemiskinan berdasarkan model GWMLM adalah persentase penduduk yang bisa mengakses jalan memadai (X2), jumlah sarana kesehatan (X3), dan persentase balita gizi buruk/kurang (X4). Hasil validasi model menunjukkan bahwa model dengan pembobot cross – variogram gaussian memiliki tingkat akurasi prediksi yang tinggi. Berdasarkan hasil peta prediksi kerawanan pangan terdapat tiga desa yang berbeda statusnya dibandingkan peta kerawanan pangan data sekunder, sedangkan untuk peta prediksi kemiskinan terdapat dua desa yang menghasilkan status kemiskinan yang berbeda dengan peta kemiskinan data sekunder.