Penegakan Hukum dalam Peristiwa Runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara di Tingkat Penyidikan

Main Author: Saputro, RenggaPuspo
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2013
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/157384/
Daftar Isi:
  • Kata Kunci : Tindak pidana yang disangkakan serta hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Penyidik Satuan Reskrim Polres Kutai Kartanegara dalam peristiwa runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara. Dalam hal ini Metode Penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian hukum empiris, melakukan penelitian di Kepolisian Resort Kutai Kartanegara yang tujuannya adalah mendeskripsikan dan menganalisis penegakan hukum serta hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Penyidik Satuan Reskrim Polres Kutai Kartanegara dalam peristiwa runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara. Berdasarkan Hasil Penelitian mengenai Tindak pidana yang disangkakan oleh Penyidik Satuan Reskrim Polres Kutai Kartanegara dalam peristiwa runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara dari hasil penyidikan sudah dilaksanakan dalam 3 aspek, yakni : Pertama , Kontruksi, dari hasil penyidikan berdasarkan kajian dalam Pasal 35 ayat (1) PP No. 29 Tahun 2000, bahwa Konstruksi Jembatan Kutai Kartanegara tidak bisa dikenakan pertanggung jawaban pidananya, karena penyerahan FHO (Final Hand Over) diserahkan pada Oktober 2001, sedangkan peristiwa runtuhnya Jembatan terjadi tanggal 26 November 2011, sehingga jika dihitung penyerahan FHO dan terjadinya peristiwa tersebut telah melewati waktu 10 Tahun. Oleh karena itu, untuk kaitannya Kontruksi Jembatan tersebut terlepas dari pertanggungjawaban pidananya. Kedua , Kealpaan atau Kelalaian, yang dapat dikenakan pertanggungjawaban pidananya berdasarkan hasil penyidikan yakni dari aspek kealpaan, dalam hal ini penyidik menerapkan Pasal 359 jo 360 KUHP tentang barang siapa karena kealpaannya/kelalaiannya mengakibatkan matinya orang dan luka. Dan Ketiga , Tindak Pidana Korupsi, dalam Peristiwa runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara tersebut, masih dalam proses penyelidikan oleh Direktorat Kriminal Khusus (Krimsus) di Kepolisian Daerah (POLDA) Provinsi Kalimantan Timur. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh Penyidik Satuan Reskrim Polres Kutai Kartanegara dalam peristiwa runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara, terdiri dari beberapa faktor, yakni faktor hukum, bahwa belum adanya peraturan yang mengatur tegas pihak yang harus dimintakan pertanggungjawaban pidana atas kegagalan bangunan apabila terjadi kegagalan bangunan lebih dari 10 (sepuluh tahun); faktor penegak hukum, yakni kurangnya pengetahuan penyidik secara teknis tentang pekerjaan kontruksi seperti bangunan Jembatan Kutai Kartanegara sehingga kesulitan dalam menentukan faktor penyebab runtuhnya Jembatan; faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, yakni anggaran penyidikan yang minim dalam pelaksanaan penegakan hukum runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara; faktor masyarakat, ekspetasi yang tinggi dari masyarakat terhadap penegakan hukum kepolisian; dan faktor kebudayaan, budaya hukum masyarakat yang selaku menginginkan penegakan hukum yang cepat, adil dan transparan. Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, penyidik Satuan Reskrim Polres Kutai Kartanegara melakukan upaya-upaya, yakni : berkoordinasi dengan Kementrian Pekerjaan Umum dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Pemerintah (LKPP) terkait dengan prosedur pembangunan dan pemeliharaan Jembatan, melakukan permintaan ahli kontruksi Jembatan ke ITS, UGM, dan B2KTS BPPT guna mengetahui faktor penyebab runtuhnya Jembatan, mengajukan anggaran penyidikan ke Bensatker Polres Kutai Kartanegara, menetapkan subjek pidana yang bertanggungjawab terhadap runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara, melakukan penyidikan kelalaian yang mengakibatkan korban meninggal dunia dan luka-luka pada peristiwa runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara secara cepat, tepat, dan profesional dengan telah menyerahkan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Tenggarong (Tahap II) pada tanggal 17 Februari 2012 atau hanya membutuhkan waktu kurang lebih 76 hari atau 2 bulan 14 hari semenjak dimulainya penyidikan tanggal 2 Desember 2011.