Rekonstruksi Ancaman Pidana Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 Dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Main Author: | Sitorus, Poster |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2014
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/157246/ |
Daftar Isi:
- Tesis ini membahas mengenai rekonstruksi ancaman pidana tindak pidana korupsi pasal 2 dengan pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Penulisan dari tesis ini dilatar belakangi oleh adanya perbedaan ancaman pidana pada Kasus tindak pidana korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Samarinda dengan terdakwa Gusran Bin H. Abdul Samad (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) dan Zulkarnain, S.E, M.Kes Bin H. Amrin Masykur (Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Barat) kedua terdakwa tersebut merupakan pejabat pemerintah. Sedangkan Hendrikus Gamas anak dari Y. Ringau. T (kuasa direktur) dan Victorius Hendri, S.Hut anak dari James Sainang (pemenang tender), dari keempat terdakwa tersebut memiliki kasus yang sama dalam hal pengadaan kendaraan operasional Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Barat Tahun Anggaran 2008 akan tetapi pidana yang dijatuhkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsipada Pengadilan Negeri Samarinda berbeda. Hal ini disebabkan penerapan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana korupsi merujuk kepada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo.Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu orang yang tidak memiliki kewenangan dan orang yang memiliki kewenangan. Atas dasar hal tersebut, maka dalam hal ini disusun tesis dengan rumusan masalah sebagai berikut : (1) Apa latar belakang yang mendasari adanya perbedaan ancaman pidana dalam Pasal 2 dengan Pasal 3Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undangNomor 20 Tahun 2001tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? (2) Apakah perbedaan ancaman pidana dalam Pasal 2 dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi mencerminkan prinsip keadilan? (3) Bagaimana seharusnya Pasal 2 dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada masa yang akan datang ? Adapun metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian normatif, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-undangan (statute approach), Pendekatan kasus ( case approach), Pendekatan historis (historical approach), Pendekatan komparatif (comparative approach), dan Pendekatan konseptual (conceptual approach). Berkaitan dengan bahan penelitian yang digunakan adalah bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder. Semua bahan hukum tersebut dikaji dan dianalisis menggunakan segala kerangka teori dan tinjauan pustaka. Setelah melakukan penelitian hukum terhadap permasalahan yang diangkat dalam tesis ini, maka terdapat tiga pembahasan penting. Pertama Yang melatar belakangi dan yang mendasari perbedaan ancaman pidana Pasal 2 dengan Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, adalah asas-asas pengaturan dalam pengaturan perundang-undangan khususnya asas lex specialis derogat lex generalis dan ancaman pidana dan denda minimum khusus dalam undang-undang tindak pidana korupsi. Kedua Pada umumnya tindak pidana korupsi dilakukan dengan suatu tujuan tertentu, dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 undang-undang tindak pidana korupsi, seharusnya ancaman pidana dan denda minimum khususnya haruslah lebih tinggi daripada ancaman pidana minimum khusus pada Pasal 2 undang-undang tindak pidana Korupsi, agar tercipta rasa keadilan. Dan yang terakhir adalah Pembuat undang-undang Tindak Pidana korupsi seharusnya merumuskan ulang sanksi ancaman pidana dan denda minimum khusus dalam Pasal 3 undang-undang tindak pidana korupsi agar tercapai aspek keadilan yang menurut fungsinya dimata huk um positif yang berlaku di Indonesia .