Formulasi Kebijakan Dalam Kerangka Kerjasama Regional (Kajianterhadap Proses Formulasidan Negosiasi kebijakan asean Plus Three Emergency Rice Reserve (Apterr) Dalam rangka peningkatan ketahanan pang
Main Author: | Wilapa, HariwanPuja |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2012
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/157240/ |
Daftar Isi:
- Tulisan ilmiah ini merupakan sebuah kajian yang diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi formulator kebijakan, khususnya kebijakan-kebijakan dalam kerangka kerjasama regional, dimana dalam hasil penelitian ini mampu terdeskripsikan dan terpetakan proses formulasi secara utuh sejak dimulainya pengenalan masalah, perumusan alternatif-alternatif kebijakan untuk solusi yang dianggap tepat dalam menangani masalah, penetapan dan pengembangan alternatif kebijakan, hingga ditetapkannya kebijakan itu sendiri ke dalam sebuah Agreement yang ditandatangani bersama oleh seluruh negara yang berpartisipasi dalam kerjasama ini. Disamping itu, melalui penelitian ini juga mampu tergambarkan proses negosiasi yang berlangsung di antara aktor-aktor yang berperan sebagai formulator kebijakan dimaksud. Rumusan masalah dalam penelitian ini mencakup proses pengidentifikasian masalah dan negosiasi yang dilakukan untuk mencermati ketahanan cadangan pangan nasional maupun regional, dan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat negosiasi pencapaian kesepahaman bentuk kebijakan APTERR itu sendiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data dari wawancara dan studi dokumentasi. Hasil temuan berdasarkan olah data yang mengadopsi teori formulasi kebijakan dan pembangunan konsensus, didapatkan gambaran alur proses formulasi dan negosiasi yang berawal dari pengenalan masalah akan perubahan kondisi pangan dunia sebagai akibat perubahan iklim dan fluktuasi pasar yang semakin sulit terprediksi. Selanjutnya, salah satu alternatif solusi yang dipandang penting dan pada akhirnya diadopsi sebagai rumusan format kebijakan yang dikembangkan adalah perlunya memperkuat ketersediaan dan akses pangan pada saat kondisi darurat, dimana dalam pengembangannya dilakukan penyempurnaan bentuk kebijakan yang telah ada, ke dalam lingkup yang lebih luas dan operasional. Sebelum kebijakan ini pada akhirnya disahkan menjadi kebijakan dengan dasar hukum yang mengikat melalui Agreement APTERR, dilakukan sebuah feasibility analysis dalam bentuk pilot project guna menguji kemampuan institusi manajerial dan operasionalisasi skema yang menjadi dasar implementasi kebijakan nantinya. Namun demikian, masih ada satu tahap yang perlu segera diselesaikan, yaitu ratifikasi Agreement di masing-masing negara agar kebijakan ini dapat segera diimplementasikan.