Efektivitas Pasal 106 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap Larangan Penggunaan Telepon Genggam Saat Mengemudi

Main Author: Natalia, Filein
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2013
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/157177/
Daftar Isi:
  • Dalam alinea ke IV Pembukaan UUD 1945, tujuan Negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan Negara ini agar terciptanya kedamaian dan ketertiban, pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan untuk melindungi warga Negara agar terhindar dari resiko kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Ada ketentuan dalam Pasal 106 ayat (1) bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.Yang dimaksud dengan penuh konsentrasi adalah dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena menggunakan telepon genggam sehingga mempengaruhi kemampuan dalam mengemudikan kendaraannya. Ketentuan pasal 106 ayat (1) diatas bila dilanggar, dapat dikenakan sanksi yang diatur dalam pasal 283 dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan kurungan atau denda paling banyak RP. 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)”. Kewajiban pengendara seperti yang diatur dalam pasal 106 ayat (1) dan ancaman sanksi pada pasal 283 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 diatas dihadapkan dengan fenomena dimana pengemudi sepeda motor di kota Palangka Raya masih banyak yang menggunakan telepon genggam saat mengemudikan kendaraannya baik dalam bentuk sedang menelpon atau mengirim pesan melalui SM S . Hal ini mencerminkan bahwa pasal 106 ayat (1) dan sanksi pasal 283 Undang-Undang lalu lintas belum efektif dilaksanakan di kota Palangka Raya. Bertolak dari uraian diatas, penulis tertarik untuk menganalisa isu hukum yang berkaitan dengan masalah larangan penggunaan telepon genggam saat mengemudi sepeda motor pada masyarakat kota Palangka Raya “apa faktor penyebab belum efektifnya penerapan pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengenai larangan penggunaan telepon genggam bagi pengemudi sepeda motor di kota Palangka Raya dan bagaimana upaya penegakan hukum oleh Satlantas Polres Palangka Raya dalam rangka mengefektifkan penerapan pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengenai larangan penggunaan telepon genggam saat mengemudi bagi pengemudi sepeda motor di kota Palangka Raya”. Untuk menjawab isu hukum tersebut, maka penulisan tesis ini didasarkan pada jenis penelitian yang sifatnya empiris dengan kata lain pendekatan secara yuridis sosiologis atau mengkaji hukum secara sosiologis. Dalam penelitian ini yang dijadikan sampel utama oleh Satlantas Polres Palangka Raya dan pengemudi roda dua, data diperoleh dengan cara wawancara dan observasi (data primer) dan data yang diperoleh dari dokumen dan bahan pustaka (data sekunder). Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa masih banyak pengemudi sepeda motor di kota Palangka Raya yang menggunakan telepon genggam saat mengemudikan kendaraannya. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan atau penegakan hukum pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengenai larangan penggunaan telepon genggam saat mengemudi belum efektif diterapkan/ditegakkan disebabkan karena beberapa faktor. Pertama, kurangnya pengetahuan hukum dan kepatuhan hukum para pengemudi sepeda motor dimana 83,33% para pengemudi masih belum mengetahui tentang adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan sebagai aturan dasar dalam tertib lalu lintas di jalan raya. Kedua, sebanyak 91,67% para pengemudi sepeda motor belum mengetahui tentang isi peraturan mengenai larangan penggunaan telepon genggam saat mengemudi yang diatur dalam pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Ketiga, sikap dan perikelakuan hukum para pengemudi yang melanggar ketentuan pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengenai larangan penggunaan telepon genggam saat mengemudi karena 58,33% sikap imitasi (meniru) mengikuti pengendara lain berbuat hal yang sama, sedangkan yang dikarenakan tidak ada polisi yang menindak secara hukum (represif) di jalan ada 41,67%. Upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Satlantas Polres Palangka Raya dalam rangka mengefektifkan pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengenai larangan penggunaan telepon genggam bagi pengemudi sepeda motor di kota Palangka Raya secara represif tidak dilakukan karena sulitnya membuktikan secara tertangkap tangan bahwa pengemudi menggunakan telepon genggam saat mengemudi. Namun upaya secara preventif tetap dilakukan yaitu berupa sosialisasi kepada pelajar SMP, SMA, Mahasiswa, Klub motor, pejalan kaki, pemohon SIM, dan pemberian stiker, brosur, selebaran, dan spanduk tentang tertib lalu lintas (dimana didalamnya memuat larangan penggunaan telepon genggam saat mengemudi).