Aplikasi Model Komunikatif (Communicative Model) Perencanaan Pembangunan Spasial Wilayah Periurban (Studi di Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang)

Main Author: Novita, AstiAmelia
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2010
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/157039/
Daftar Isi:
  • Suatu pengembangan lahan skala besar kerap membawa berbagai pengaruh dan perubahan, salah satunya adalah berkaitan dengan proses peri urbanisasi, terutama ketika pengembangan lahan dilakukan di area yang dulunya merupakan pedesaan. Pengembangan lahan skala besar tidak hanya membawa pengaruh pada area tempat dilakukannya pengembangan itu sendiri, tetapi juga memberikan peluang bagi daerah di sekitarnya untuk ikut berubah. Pengembangan lahan skala besar dengan segala bentuk pemanfaatan ruangnya, membentuk suatu konsentrasi tertentu, dan merubah area yang dulunya berkarakter rural menjadi area periurban , yakni suatu area yang di dalamnya terdapat kombinasi antara karakteristik rural dan karakteristik urban. Hal ini pulalah yang terjadi pada Kecamatan Pakisaji. Perencanaan memiliki dasar geografis, di mana sumber daya lingkungan yang terbatas merupakan isu utama. Akibatnya, perencanaan terkait erat dengan politik kepentingan yang seringkali berakhir dengan konflik. Untuk itu dibutuhkan sebuah pendekatan yang mampu memediasi konflik tersebut. Communicative Planning sebagai teori procedural Collaborative Planning muncul menjadi salah satu pendekatan alternatif yang menawarkan bentuk komunikatif sebagai dasar perencanaan. Communicative Planning dirancang untuk menyamaratakan aktor dan struktur, menghancurkan struktur hirarkis, mengkonversi masyarakat ke dalam sebuah jaringan melalui dialog dalam forum-forum diskusi atau musyawarah. Musrenbang Kecamatan merupakan salah satu media dialog yang dimaksudkan dalam teori ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis apakah Musrenbang di Kecamatan Pakisaji telah merepresentasikan Teori Perencanaan Komunikatif dalam mengatasi isu spasial di wilayah periurban. Pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen resmi yang terkait dan wawancara semi terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari segi proses, tahap-tahap yang dilaksanakan dalam Musrenbang di Kecamatan Pakisaji masih belum cukup merepresentasikan konsep Communicative Planning . Faktor penyebab kegagalan konsep communicative planning dalam kasus ini adalah kuatnya peran kelembagaan, minimnya stakeholder representatif, terbatasnya waktu yang disediakan selama proses Musrenbang dan teknik diskusi yang tidak memberikan ruang diskusi ideal. Dalam hal ini, dibutuhkan sebuah mekanisme baru dalam mengaktifkan dialog yang terjadi pada proses Musrenbang Kecamatan melalui sosialisasi, insentif maupun rangsangan-rangsangan komunikasi aktif dari berbagai stakeholder yang terlibat. Masyarakat perlu diberikan waktu yang cukup untuk saling memahami kebutuhan masing-masing, saling berdialong antar pihak untuk dapat saling memberikan masukan atau solusi bagi terciptanya sebuah kreativitas baru dalam upaya penyelesaian suatu masalah. Dalam konteks dimana proses dan keputusan bukanlah kewenangan masyarakat sendiri, ada baiknya bila aktualisasi hak masyarakat dalam perencanaan pembangunan tidak pada level penentu kebijakan, tetapi lebih kepada pemberi input (informasi). Sebagai media partisipasi, Musrenbang dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditentukan, namun perlu dilengkapi dengan keberadaan grassroot organizing.