Kewenangan Notaris dalam Membuat Surat kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) (Kajian Yuridis Terhadap Konflik Kewenangan)

Main Author: Rachman, SHArief
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2011
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/156689/
Daftar Isi:
  • Pasal 15 UU ayat (2) huruf f UU No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Pasal 15 UUHT menunjukkan bahwa Notaris dan PPAT sama-sama memiliki kewenangan dalam membuat SKMHT. Hal ini menimbulkan konflik kewenangan dan kepentingan dalam pelaksanaan pembuatan SKMHT oleh Notaris tersebut. Penulis disini membahas tentang konflik kewenangan yang timbul dalam pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) antara Notaris dan PPAT serta membahas implikasi hukum pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) oleh Notaris terhadap perlindungan hukum bagi kreditur. Metode pendekatan yang digunakan penulis adalah metode pendekatan yuridis normatif. Dalam penelitian ini, data yang menjadi acuan penulis adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi dan studi pustaka. Penulis kemudian melakukan pengolahan terhadap bahan hukum secara deduktif . Berdasarkan hasil penelitian penulis, terdapat konflik kewenangan atributif serta konflik kepentingan antara Notaris dan PPAT dalam pembuatan SKMHT. Dalam konflik kewenangan ini, apabila ditinjau dari perspektif teori jenjang hukum, maka semestinya Notaris memiliki landasan kewenangan yang lebih tinggi sehingga berhak untuk melaksanakan wewenang sesuai yang diatur dalam peraturan tersebut. Terkait dengan perlindungan yang diberikan terhadap kreditur, maka kedua pejabat ini memiliki otentisitas perlindungan yang sama sepanjang akta yang dibuat oleh keduanya telah didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku. Untuk Notaris, terdapat permasalahan, karena BPN mewajibkan untuk menulis SKMHT dengan cara mengisi formulir yang disediakan BPN, yang mana berarti menciderai ketentuan Pasal 38 UUJN yang menyebutkan syarat akta Notaris. Untuk mengatasi permasalahan ini, Notaris harus menggunakan lembaga Renvoi sesuai dengan ketentuan Pasal 48 ayat (2) UUJN. Dengan mempergunakan lembaga renvoi tersebut, barulah SKMHT dapat dinyatakan sah secara hukum dan dapat memberikan perlindungan bagi kreditur yang disebut dalam SKMHT tersebut.