Kewenangan Notaris Membuat Akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

Main Author: Iscahyani, SHMinatulLusfida
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2010
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/156663/
Daftar Isi:
  • Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUHT yang mewajibkan SKMHT dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT. Mengenai bentuk SKMHT, BPN telah mengeluarkan blanko SKMHT berdasarkan lampiran 23 Pasal 96 huruf h Permenag/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997. Notaris (yang bukan PPAT) dapat menggunakan blanko SKMHT BPN sesuai dengan Surat Edaran Ka. BPN No. 3317/17.3-100/VIII/2009 tentang permohonan blanko PPAT. Penggunaan blanko SKMHT oleh Notaris merupakan hal penting yang harus digarisbawahi karena standar blanko SKMHT tidak memenuhi standar akta Notaris. Permasalahan dalam tesis ini mengenai berwenang tidaknya Notaris dalam membuat akta SKMHT dengan menggunakan blanko BPN dan otentisitas akta SKMHT blanko BPN yang dibuat dihadapan Notaris. Tujuan penelitian untuk mengetahui bentuk akta SKMHT yang seharusnya dibuat dihadapan Notaris dan otentisitas akta SKMHT blanko PPN yang dibuat dihadapan Notaris. Metode penelitian dalam tesis ini adalah metode penelitian hukum normatif. Semua bahan hukum yang terkumpul diolah dan dianalisis secara yuridis kualitatif dengan teknik analisis secara perskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jawaban bahwa apabila akta SKMHT dibuat dihadapan Notaris, maka harus memperhatikan bentuk dan sifat akta Notaris (Pasal 38 ayat (1) UUJN) jo Pasal 1868 KUH Perdata. Bentuk SKMHT blanko BPN yang ditetapkan oleh lampiran 23 Pasal 96 ayat (1) huruf h Permenag/Ka. BPN No.3 Tahun 1997 dan angka 6 Surat Edaran Ka. BPN No. 3317/17.3-100/VIII/2009 tidak sinkron dengan 2 (dua) Undang-undang yaitu ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUHT yang mewajibkan bahwa SKMHT wajib dibuat dengan akta Notaris dan ketentuan Pasal 38 UUJN tentang bentuk dan sifat akta Notaris. Berdasarkan Asas Lex Superior Derogate Legi Inferiori , jelas bahwa UUJN sebagai landasan hukum bagi Notaris tingkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan Peraturan Menteri Agraria dan Surat Edaran tersebut. Sehingga ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUHT dan Pasal 38 UUJN, mengesampingkan ketentuan dalam Pasal 96 ayat (1) huruf h Lampiran 23 (bentuk SKMHT) Permenag/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997 dan Surat Edaran Ka. BPN No. 3317/17.3-100/VIII/2009. Karena kewenangan menggunakan blanko BPN hanya ada pada PPAT, bukan Notaris. Notaris bukan lahir dari kewenangan BPN dan juga bukan subordinasi BPN atau bukan pelimpahan dari kewenangan BPN. Akan tetapi kewenangan Notaris diperoleh dengan cara atribusi yaitu berasal/telah diatur dalam UUJN, membuat akta otentik. Akta SKMHT blanko BPN tidak sesuai dengan awal dan akhir akta Notaris, bentuknya tidak ditentukan oleh Undang-undang. Kekuatan pembuktian atas akta SKMHT yang dibuat dihadapan Notaris dengan menggunakan blanko BPN hanya berkekuatan dibawah tangan. Mempunyai kekuatan pembuktian mengikat apabila salah satu pihak dapat membuktikan hal lain yang berlawanan. Dengan demikian, Notaris berwenang membuat akta SKMHT Notariil (bukan menggunakan blanko BPN) karena blanko SKMHT yang ditetapkan oleh BPN tidak memenuhi syarat yuridis sebagai akta otentik. Oleh karena itu, BPN tidak boleh lagi memaksakan Notaris untuk mengisi blanko SKMHT. Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya harus tunduk kepada UUJN. Seharusnya Notaris tidak berwenang membuat akta SKMHT dengan menggunakan blanko BPN, akan tetapi untuk mengatasi kendala dilapangan apabila BPN mempersulit bahkan menolak akta SKMHT Notariil, maka akta SKMHT yang dibuat dihadapan Notaris dengan menggunakan blanko harus direnvoi sesuai dengan bentuk dan sifat akta Notaris.