Eksistensi Parate Eksekusi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah
Main Author: | Kumar, Pradep |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2012
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/156459/ |
Daftar Isi:
- Adanya inkonsistensi, kekaburan hukum pengaturan parate eksekusi dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yaitu: (1) Pasal 6 UUHT dengan penjelasan pasal 6 UUHT dan pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT berikut penjelasannya. Dimana menurut pasal 6 UUHT, hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum apabila debitur cidera janji diberikan oleh undang-undang ( ex lege ), sedangkan dalam penjelasan pasal 6 UUHT dan pasal 11 ayat (2) huruf e berikut penjelasannya, dinyatakan hak tersebut diperoleh berdasarkan janji. (2) Pasal 6 UUHT dengan Penjelasan Umum angka 9 UUHT. Pasal 6 UUHT menyatakan, pelaksanaan parate eksekusi hak pemegang hak tanggungan pertama apabila debitur cidera janji, melalui pelelangan umum (tanpa melalui pengadilan negeri), sedangkan penjelasan umum angka 9 UUHT agar parate eksekusi pelaksanaannya mendasarkan pasal 224 HIR/258 Rbg (melalui pengadilan negeri). Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pendapat para ahli hukum dalam buku-bukunya dan pendapat hakim dalam putusannya tentang kekaburan hukum parate eksekusi yang diatur dalam UUHT? Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan adalah primer yaitu peraturan perundang-undang, putusan pengadilan dan sekunder yaitu buku-buku teks, majalah, hasil penelitian, internet, kamus hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan yaitu bahan hukum primer dan sekunder dikumpulkan dengan teknik library research dan menganalisa bahan-bahan hukum tersebut dengan cara sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan. Kerangka teori yang digunakan dalam tesis ini adalah teori kepastian hukum dan teori perlindungan hukum. Kajian pustaka yang digunakan dalam tesis ini adalah tinjauan umum perjanjian, perjanjian kredit, hukum jaminan, hak tanggungan menurut UUHT, interpretasi gramatikal dan pengertian parate eksekusi. Setelah dilakukan penelitian yang diuraikan dalam bab III dan IV maka dapat ditarik kesimpulannya yaitu: 1. Pendapat para ahli hukum dalam buku-bukunya, tentang kekaburan hukum pengaturan parate eksekusi yang diatur dalam UUHT yaitu: (a) Pendapat Dr. Herowati Poesoko, S.H., M.H. Terjadi kerancuan antara pasal 6 UUHT dengan penjelasan pasal 6 UUHT dan terjadi kekaburan pengaturan pelaksanaan parate executie di dalam UUHT. (b) Pendapat Prof. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. Hak pemegang hak tanggungan pertama diperoleh berdasarkan undang-undang, bukan berdasarkan janji dan pelaksanaan parate executie tersebut tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan negeri. (c) Pendapat Dr. M. Khoidin, S.H., M.hum, C.N. Pembentuk UUHT memberikan penafsiran yang keliru perihal parate ekesekusi yang menunjuk pasal 224 HIR dan kemudian hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri yang diberikan oleh undang-undang (pasal 6 UUHT) dan dinyatakan pula sebagai janji (penjelasan pasal 6 UUHT) bersifat overlapping , berlebihan ( overbodig ). (d) Pendapat Prof. MR. Sudargo Gautama. Hak yang telah diberikan oleh pasal 6 UUHT, telah ditarik kembali oleh penjelasan umum angka 9 UUHT. Kalau pelaksanaan parate eksekusi harus melalui perintah ketua pengadilan negeri, maka proses eksekusi tersebut akan berlarut larut, karena debitur harus ditegur dahulu oleh pengadilan, belum lagi ada bantahan-bantahan dari debitur dan pihak ketiga yang merasa mempunyai hak terhadap objek jaminan. (e) Pendapat M. Yahya Harahap, S.H. Terdapat kerancuan antara pasal 6 UUHT dengan penjelasan pasal 6 UUHT, dimana disatu sisi rumusan pasal 6 UUHT bersifat ipso jure ( by law ) hak yang diberikan oleh undang-undang kepada pemegang hak tanggungan pertama, namun berdasarkan penjelasan pasal 6 UUHT, hak tersebut diperoleh berdasarkan kesepakatan (janji). (f) Pendapat Adrian Sutedi, S.H., M.H. Pemegang hak tanggungan pertama tidak perlu meminta persetujua