Perlindungan Hukum terhadap Lessee dalam Perjanjian Baku Sewa Guna Usaha (Leasing) (Kajian Hukum Normatif terhadap Klausula Perjanjian)
Main Author: | Suprawito |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2013
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/156446/ |
Daftar Isi:
- Seiring dengan pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga tercapai kemakmuran masyarakat, sebagian aktifitas perekomomian dalam masyarakat dewasa ini tidaklah lepas dari kegiatan Sewa Guna Usaha ( Leasing ). Perkembangan leasing yang sangat pesat, tidak didukung pula dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya secara khusus, jelas dan rinci. Penyusunan klausula perjanjian leasing yang biasanya dilakukan secara sepihak oleh lessor lebih berorientasi hanya pada asas kebebasan berkontrak yang justru sering disalah artikan oleh lessor menjadi kebebasan yang tanpa batas. Kadang kala klausula-klausula dalam perjanjian leasing yang dibuat oleh lessor sebagai pihak yang kedudukan ekonominya lebih kuat, lebih pada perlindungan kepentinganya semata sehingga sering bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Dengan latar belakang permasalahan tersebut, dalam tesis ini yang menggunakan kajian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, konsep dan analisis serta teknik analisis berupa preskriptif analysis melalui interpretasi hukum dan konstruksi hukum terhadap bahan hukum yang diperoleh dari studi pustaka, maka penulis hendak menganalisis klausula perjanjian yang sering terdapat dalam perjanjian baku leasing tentang pengalihan piutang oleh lessor tanpa memberitahukanya kepada lessee dan kuasa yang tidak berakhir atau tidak dapat dicabut kembali. Berdasarkan hasil kajian tersebut, pengalihan piutang dari cident ( lessor lama) kepada cessionaris ( lessor baru) tanpa memberitahukanya kepada cessus ( lessee ) adalah bertentangan dengan ketentuan Pasal 613 KUHPerdata khususnya Ayat (2) dan Ayat (3) yang mengharuskan adanya pemberitahuan atau persetujuan adanya cessie kepada cessus ( lessee ). Sedangkan pemberian kuasa oleh lessee kepada lessor yang tidak dapat berakhir dan dicabut kembali adalah bertentangan dengan ketentuan Pasal 1813 dan Pasal 1814 KUHPerdata yang menentukan sebab-sebab berakhirnya pemberian kuasa oleh pemberi kuasa serta bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (1) huruf d UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang melarang pemberian kuasa untuk melakukan tindakan sepihak terkait barang yang dibeli secara angsuran. Dengan demikian kedua klausula tersebut adalah berakibat “batal demi hukum” dan ketentuan tersebut dianggap tidak pernah ada, sehingga tidak mempunyai akibat hukum apapun dan mengikat siapapun. Kondisi lessee yang banyak dirugikan tersebut memerlukan perlindungan hukum, namun demikian tidak boleh justru mematikan usaha lessor . Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum preventif dapat diberikan dengan diterbitkanya undang-undang khusus yang mengatur tentang leasing secara jelas dan rinci. Sebelum undang-undang tersebut ada, hendaknya perjanjian leasing yang dibuat dalam bentuk perjanjian baku, dibuat oleh notaris atau di hadapan notaris agar dapat memberikan pertimbangan hukum sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa ditekan atau dirugikan. Sedangkan perlindungan hukum represif; pengadilan adalah jalan paling akhir. Bila terjadi sengketa antara lessee dengan lessor , seyogyanya diselesaikan dengan mengedepankan penyelesaian berjenjang dengan cara negosiasi, mediasi atau konsiliasi.