Implementasi Penguasaan Desa Pakraman terhadap Tanah-Tanah Pekarangan Desa (Studi di Kabupaten Bangli)
Main Author: | Artha, IGedePerdana |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2010
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/156401/ |
Daftar Isi:
- Bagi masyarakat hukum adat di Bali, tanah mempunyai peranan yang sangat vital, tidak saja bagi kehidupan pribadi dan keluarga, tetapi juga bagi kehidupan sosial yang khas. Kehidupan sosial masyarakat Bali yang religius terorganisir dalam suatu wadah yang disebut desa adat atau desa pekraman, yang memiliki 3 unsur pembentuk yaitu : (1) Unsur Pawongan yaitu adanya warga yang membentuk kesatuan yang disebut krama desa . (2) Unsur Palemahan , yaitu meliputi desa atau palemahan desa. (3) Unsur Parahyahgan , yaitu tempat persembahyangan bersama krama desa yang terkenal dengan sebutan Kahyangan Tiga yaitu : Pura Puseh, Pura Desa dan Pura Dal em. Tanah-tanah adat di Bali di samping mempunyai fungsi ekonomis dalam arti untuk menunjang kebutuhan-kebutuhan ekonomis desa adat, juga mempunyai fungsi sosial keagamaan sebab tanah juga dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan sosial keagamaan, tanah-tanah hak milik adat di Bali di kenal dengan sebutan “tanah hak atas druwe desa”, yang beragam jenisnya, seperti : Tanah Drawe Desa, Tanah Laba Pura, Tanah Karang Desa, Tanah Ayahan Desa, Tanah Bukti serta Tanah Pecatu. Mengenai tanah adat ini sering menimbulkan sengketa yang umumnya berasal dari ketidak jelasan status hak serta hak dan kewajiban atas tanah bersangkutan. Salah satu yang masih diakui eksistensinya oleh masyarakat Bali dan menjadi sumber kerawanan di bidang pertanahan di Bali adalah Tanah Pakarangan Desa (PKD). Dari hal tersebut dapat diangkat tiga permasalahan yang (1) Bagaimanakah status hukum Tanah Pekarangan Desa, yang dikuasai oleh Desa Pekraman (2) Bagaimanakah Kewajiban Hukum Krama Desa yang menempati Tanah Pakarangan Desa, dan (3) Bagaimanakah akibat Hukum peralihan hak atas Tanah Pakarangan Desa. Dalam mengkaji dan memecahkan rumusan masalah diatas, penulis menggunakan teori-teori sebagai berikut, adalah Teori Balon dari Ter Haar, asas Nemo plus juris transfers potest quam ipse habet , asas Nemo sibi ipse causam possessionist mutare potest , asas kebangsaan atau nasionalitas, asas nemo plus yuris dan asas itikad baik. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis empiris, tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keadaan atau kenyataan penguasaan tanah pakarangan desa oleh desa pakraman Kabupaten Bangli. Dalam kajian pustaka membahas mengenai, Gambaran Umum tentang Desa Pakraman, dan tanah adat, jenis-jenis tanah adat di bali, pendaftaran dan peralihan hak atas tanah serta subyek hukum. Hasil penelitian menunjukan bahwa mengenai setatus hukum Desa Pakraman terhadap Tanah Pekarangan Desa yang dikuasai oleh Desa Pakraman, secara Yuridis dilindungi sebagaimana Pasal 3 UUPA, karena tanah-tanah yang dikuasai itu dasarnya adalah hukum adat (hak ulayat). Akan tetapi setatus hukum Tanah Pekarangan Desa yang dikuasai oleh Desa Pakraman sampai saat ini hanya sebatas hak menguasai atas tanah, sedangkan Krama Desa yang Menempati Tanah Pekarangan Desa ini mempunyai kewajiban yang melekat (yang lebih dikenal dengan "ayahan"), pada krama atau warga desa yang menempati tanah itu ialah adanya beban berupa "tenaga" atau materi yang diberikan kepada Desa Adat (Desa Pekraman), sedangkan Peralihan Hak Terhadap Tanah Pakarangan Desa haruslah mendapat persetujuan dari Prejuru Desa, dan diputusan di paruman/rapat Desa. Peralihan baik mensertifikatan atau dialihkan kepada warga masyarakat adat yang lain dan/atau bukan warga masyarakat adat, tidak berarti penerima hak berikutnya lepas dari kewajiban atau ayahan atas beban yang melekat atas tanah tersebut sebagai bekas tanah adat dalam arti bahwa kepada siapapun tanah atau tanah ayahan desa tersebut beralih maka kewajiban atau ayahan yang melekat pada tanah tersebut. Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, maka penulis berkesimpulan bahwa Desa Pakraman sampai saat ini setatus hukumnya adlah sebatas menguasai saja Tanah Pakarangan Desa, dan karma desa memiliki kewiban berupa tenaga/ayahan kepada desa pakraman serta peralihan hak atas Tanah Pakarangan Desa harus mendapat persetujuan prajuru/pengurus Desa Pakraman dan kewajiban terhadap desa melekat kepada penerima hak atas tanah selanjutnya.