Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 atas Permohonan Uji Materiil Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan terhadap Sistem Hukum Keluarga di Indonesia
Main Author: | Khatulistiwa, RossyNovita |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2013
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/156375/ |
Daftar Isi:
- Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menentukan bahwa anak luar kawin hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibunya. Ketentuan tersebut oleh Hj. Machicha Mochtar dianggap telah melanggar hak konstitusionalnya beserta anaknya Iqbal Ramadhan sehingga Hj. Machicha Mochtar mengajukan permohonan uji materiil terhadap ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan tersebut kepada Mahkamah Konstitusi. Atas permohonan uji materiil tersebut, Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 43 ayat (1) conditionally unconstitutional dan harus dibaca anak luar kawin mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki yang berdasarkan ilmu pengetahuan dapat dibuktikan sebagai ayahnya, termasuk dengan keluarga ayahnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yakni mengenai kedudukan anak luar kawin menurut KUHPerdata, Hukum Islam dan Hukum adat serta Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terhadap sistem hukum keluarga. Penelitian ini merupakan penelitian Normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan tujuan. Teori yang dijadikan sebagai pisau analisis dalam menganalisis permasalahan-permasalahan yang dibahas meliputi teori penafsiran hukum, teori utilitas dan teori perlindungan hukum. Hasil penelitian diperoleh bahwa anak luar kawin menurut KUHPerdata hanya mempunyai hubungan hukum dengan orang tua yang mengakuinya saja. Dalam KUHPerdata terdapat lembaga pengesahan dan pengakuan anak luar kawin. Menurut Hukum Islam dan Hukum adat, anak luar kawin hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibu. Putusan Mahkamah Konstitusi membawa implikasi kedudukan anak luar kawin menjadi sama dengan anak sah karena dapat mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya. Putusan tersebut bagai dua sisi mata uang karena disatu sisi melindungi hak-hak anak khususnya anak luar kawin tetapi disisi lain terkesan melemahkan fungsi dan keberadaan lembaga perkawinan.