Kebijakan Formulatif dalam Pengaturan Hukum Perampasan Aset (forfeiture legal gein) Hasil Tindak Pidana Lingkungan Hidup di Indonesia

Main Author: Setyawan, FerryFernandaEka
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2013
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/156329/
Daftar Isi:
  • perampasan aset ( forfeiture legal gein ) hasil tindak pidana lingkungan hidup di Indonesia. Di sini akan diuraikan gambaran secara lebih jelas mengenai (1) landasan pemikiran perlunya pengaturan hukum perampasan aset ( forfeiture legal gein ) hasil tindak pidana lingkungan hidup di Indonesia, dan (2) konstruksi pengaturan hukum perampasan aset ( forfeiture legal gein ) hasil tindak pidana lingkungan hidup di Indonesia. Perampasan aset hasil kejahatan dalam hukum pidana di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 10 huruf b angka 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana, termasuk dalam kategori pidana tambahan. Perampasan dalam KUHP dimasukan dalam pidana tambahan sehingga penjatuhan pidana perampasan barang-barang tertentu harus mengikuti perkara pokok. Konsekuensi dari pidana tambahan adalah bahwa pidana tambahan tidak berdiri sendiri tetapi selalu mengikuti perkara pokok, artinya pidana tambahan hanya dapat di jatuhkan bersama di periksanya perkara pokok. Penjatuhan pidana tambahan menurut Pasal 39 sampai dengan Pasal 46 KUHP adalah dirampas untuk negara. Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perampasan sebagai pidana tambahan dengan mengikuti perkara pokok terdapat pada Pasal 80 ayat (1) huruf e dan Pasal 119 huruf a. Hakikat dari perampasan adalah untuk pemulihan dampak kejahatan sehingga sesuai dengan konsep konvensional perampasan sebagaimana dimaksud dalam KUHP. Beberapa negara yang telah mengatur perampasan aset hasil kejahatan dalam undang-undangnya seperti di Amerika dan di Belanda telah menempatkan posisi hukum perampasan aset hasil kejahatan yang berdiri sendiri sebagai hukum positif yang mengatur perampasan sebagai pidana pokok, bahkan dalam undang-undang tersebut telah menarik ketentuan-ketentuan dalam hukum pidana dan pasal-pasal dari undang-undang tertentu sebagai bagian dari undang-undang perampasan. Landasan pemikiran perlunya pengaturan hukum perampasan aset ( forfeiture legal gein ) terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup di Indonesia yaitu pada penjatuhan saksi berupa pidana tambahan, jika pelaku tindak pidana lingkungan hidup di Indonesia yang diberikan saksi berupa pidana pokok saja dinilai tidak mencerminkan konsep perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Penjatauhan saksi pidana selain pidana pokok sebaiknya disertakan pula perampasan aset pada penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup. Tujuan dari disertakan pula perampasan aset, karena jika penjatuhan sanksi pidana pokok saja dirasa kurang untuk mencerminkan konsep perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pelaku tindak pidana lingkungan hidup, karena dampak yang ditimbulkan akibat pencemaran/ atau perusakan lingkungan hidup sangatlah luas, melihat dampak yang ditimbulkan akibat tindak pidana terhadap linkungan hidup dan dampak langsungnya terhadap masyarakat yang ada di sekitar lingkungan hidup yang tercemar/atau rusak. Perampasan aset diperlukan untuk memberikan ganti rugi baik itu terhadap lingkungan hidup yang berupa perbaikan lingkungan hidup dan ekosistemnya, dan juga terhadap masyarakat yang berada disekitar ekosistem lingkungan hidup yang berupa pengantian kerugian yang diderita baik yang berupa materi maupun yang berupa psikis. Khusus terhadap pembuat undang-undang perampasan aset hasil kejahatan harus menempatkan perampasan sebagai norma yang berdiri sendiri, sehingga upaya pemulihan dampak kejahatan melalui asset recovery dapat dilakukan dengan cara confiscation without conviction .