Mediasi Penal (Penal Mediation) sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Pidana pada Tahap Penyidikan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
Main Author: | Firdiyanto, Dadang |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2012
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/156325/ |
Daftar Isi:
- Dalam penulisan tesis ini, membahas mengenai Mediasi Penal sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Pidana pada Tahap Penyidikan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi karena berbagai problematika seperti problematika filosofis, yuridis, sosiologis, asas dan sistem hukum. Problematika filosofis ini meliputi keadilan birokratis/prosedural masih mendominasi dibanding pemenuhan keadilan substantif bagi warga masyarakat, pencapaian tujuan hukum hanya kepastian hukum saja tanpa memperhatikan keadilan dan kemanfaatan hukum, serta perlunya penyelesaian perkara pidana yang lebih menyembuhkan, lebih resolutif dan tanpa ada pihak yang kehilangan muka. Problematika yuridis seperti mediasi penal belum diatur dalam KUHP/KUHAP maupun peraturan perundang-undangan di indonesia, termasuk belum jelas batasan diskresi dalam kewenangan kepolisian. Problematika sosiologis yakni proses peradilan pidana yang berbelit-belit, masih dilakukannya mekanisme yang sama bagi semua jenis masalah dalam penyelesaian perkara pidana, penyelesaian kasus secara informal tidak menghapus penyelesaian secara formal, dan mediasi penal dalam implementasinya sudah dilaksanakan oleh masyarakat dan aparat penegak hukum. Sedangkan problematika asas dan sistem hukum meliputi hukum di Indonesia menganut legalistik formal, termasuk peradilan sederhana, cepat, singkat dan biaya murah/ringan yang sulit diwujudkan. Pokok permasalahan yang akan menjadi pokok pembahasan dalam penulisan Tesis ini adalah Apa yang menjadi landasan pemikiran diperlukannya mediasi penal dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap penyidikan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, Tindak pidana apa saja yang dapat diselesaikan melalui mediasi penal dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap penyidikan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, dan Bagaimana konsep mekanisme penyelesaian perkara pidana melalui mediasi penal pada tahap penyidikan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan untuk membahas permasalahan ini menggunakan jenis penelitian normatif dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan konseptual, perundang-undangan dan perbandingan. Bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum primer diperoleh dengan studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan maupun konvensi-konvensi internasional dan peraturan-peraturan Negara lain yang relevan, bahan hukum sekunder diperoleh melalui berbagai buku, dokumen negara, laporan hasil penelitian, makalah, jurnal ilmiah, dan artikel yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, dan bahan hukum tersier diperoleh dengan mengutip langsung dari kamus, glosarium dan doktrin-doktrin maupun sumber-sumber dari internet yang berkaitan langsung dengan masalah yang diangkat penulis. Teknis analisis bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif baik deskriptif analitis maupun kualitatif dan metode ekploratif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa landasan pemikiran mediasi penal dalam penyelesaian perkara pidana dalam konsep sistem peradilan pidana Indonesia di masa mendatang khususnya pada tahap penyidikan meliputi landasan filosofis (restorative justice, pancasila, dan teori integratif), landasan yuridis (ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan nasional maupun ketentuan internasional dan regional), serta landasan sosiologis (nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia seperti kekeluargaan, musyawarah mufakat, kearifan lokal hukum adat). Terdapat beberapa prinsip dalam penyelesaian perkara pidana melalui jalur non litigasi dengan menggunakan mekanisme mediasi penal yang dapat diselesaikan pada tahap penyidikan di tingkat kepolisian. Dari prinsip-prinsip tersebut, secara singkat dapat dikategorisasikan mengenai tindak pidana yang dapat maupun tidak dapat serta sebagian dapat diselesaikan melalui mekanisme mediasi penal yaitu tindak pidana yang termasuk dalam kategori kejahatan yang sangat luar biasa, di mana tidak ada peluang untuk diselesaikan melalui mekanisme mediasi penal; tindak pidana yang termasuk dalam kategori kejahatan berat, di mana penggunaan mekanisme ini tidak membebaskan pelaku tindak pidana, melainkan hanya meringankan hukuman; dan tindak pidana yang termasuk dalam kategori delik aduan maupun kejahatan yang sangat ringan (kuantitatif) dan terdapat aspek perdatanya (kualitatif), di mana dapat diselesaikan dengan mekanisme mediasi penal yang bisa membebaskan pelaku. Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme mediasi penal dapat diselesaikan di dalam sistem peradilan pidana dengan sistem ganda, yaitu melalui sistem peradilan pidana alternatif (non litigasi). Perkara pidana yang diselesaikan melalui mekanisme ini secara garis besar tahapan penyelesaiannya dimulai dari sarana litigasi ke sarana non litigasi dan berakhir di sarana litigasi kembali. Dalam konsep model penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme ini, penyidik (polisi) akan menawarkan kepada para pihak yang bersengketa untuk diselesaikan secara damai atau kekeluargaan melalui mekanisme mediasi penal. Jika proses mediasi penal mengalami kegagalan, maka proses selanjutnya adalah mengikuti proses penyelesaian perkara pidana melalui jalur litigasi. Sebaliknya, jika proses mediasi penal berjalan dengan baik dan menghasilkan kesepakatan, maka perkara pidana tersebut selesai. Dari hasil kesepakatan mediasi penal (surat perjanjian atau dading) beserta bukti-bukti yang mendukung maupun hasil pelaksanaan kesepakatan mediasi penal, polisi dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Pidana (SKP3). Selanjutnya berkas-berkas tersebut diajukan dan dilaporkan ke Pengadilan untuk memperoleh ketetapan pengadilan atau ketetapan hakim sehingga memperoleh kekuatan hukum yang tetap (incracht).