Bentuk-Bentuk Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi di Polres Palangka Raya)
Main Author: | Effendi, Bachtiar |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2013
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/156292/ |
Daftar Isi:
- Kekerasan secara sederhana diartikan sebagai ketidaknyamanan yang dialami seseorang, akibat suatu tingkah laku yang agresif sebagai pelampiasan dorongan nurani untuk menyakiti dan mencederai yang dilaskukan seseorang, kekerasan merupakan suatu daya upaya untuk terjadinya suatu tindak pidana. Definisi kekerasan secara terminologi dan teori sangat beragam. Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU No. 23 Tahun 2004, selanjutnya disingkat UU PKDRT), memberi batasan bahwa yang merupakan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Dalam UU PKDRT dirinci macam-macam kekerasan dalam rumah tangga meliputi kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi. Secara teoritis banyak dijelaskan KDRT bermula dari adanya relasi kekuasaan yang timpang antara lelaki (suami) dengan perempuan (istri). Dimana suami memiliki posisi kekuasaan yang lebih dominan dari istri dan anggota keluarga lainnya, karena secara umum budaya masyarakat menempatkan suami sebagai kepala rumah tangga atau kepala keluarga. Kondisi ini tidak jarang mengakibatkan tindak kekerasan oleh suami terhadap istrinya, justru dilakukan sebagai bagian dari penggunaan otoritas yang dimilikinya sebagai kepala keluarga. Justifikasi atas otoritas itu bisa lahir didukung oleh perangkat undang-undang negara, maka kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga ( domestic violence ) merupakan jenis kekerasan yang salah satunya berbasis gender. Artinya kekerasan itu lahir disebabkan oleh perbedaan peran-peran gender yang dikontsruksi secara sosial dimana salah satu pihak menjadi subordinat dari pihak lain. Mengingat KDRT masuk dalam ranah hukum pidana, maka sebagaimana diketahui bahwa dalam politik kriminal ( criminal policy ), bahwa tindak kriminal bisa diselesaikan melalui jalur penal dan jalur non-penal. Jalur penal ditempuh dengan memfungsikan prosedur dalam sistem peradilan pidana, mulai tahap penyidikan, penuntutan, persidangan sampai putusan hakim dan pemidanaan dalam lembaga pemasyarakatan. Sedangkan jalur non penal, bisa dilakukan dengan melakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat untuk memiliki kesadaran hukum yang lebih tinggi, agar tidak melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, serta menyelesaikan penyelesaian perkara melalui jalur mediasi penal. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk-bentuk penyelesaian perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istri yang terjadi di wilayah Polres Palangkaraya, serta apakah latar belakang penyidik dalam menetukan sebuah mekanisme yang akan digunakannya untuk menyelesaikan perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Penelitian dilakukan secara yuridis empiris dengan pendekatan kualitatif, dengan meneliti penyelesaian kasus-kasus yang terjadi pada Tahun 2011 – 2013 di Polres Palangkaraya, Hasilnya menyimpulkan bahwa dari 88 kasus yang terjadi hanya lima kasus yang diselesaikan secara penal, sedangkan 83 kasus diselesaikan melalui mediasi penal. Alasan ditempuhnya mekanisme penal karena kekerasan yang dilakukan suami terhadap istrinya sudah dilakukan berulang-ukang, sedangkan alasan ditempuhnya mekanisme mediasi penal salah satunya adalah demi kerukunan rumah tangganya kembali dan untuk menghindari perceraian.