Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 11-14-21-126 dan 136/PUU/VII/2009 terhadap Status Hukum Badan Hukum Pendidikan (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No.11-14-21-126 Dan 136/PUU-VII/2009

Main Author: Yogahastama, Riesta
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2011
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/156269/
Daftar Isi:
  • Era baru di dunia pendidikan dimulai, hal tersebut ditandai dengan lahirnya Undang-Undang No.9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan ,mengatur tentang bentuk badan hukum yang menyelenggarakan pendidikan formal. Tujuan dibentuknya badan hukum pendidikan untuk memajukan pendidikan nasional dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madarasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan otonomi perguruan tinggi pada jenjeng pendidikan tinggi. Undang-Undang BHP mewajibkan kepada lembaga penyelenggara pendidikan formal untuk menyesuaikan tata kelolanya sesuai dengan Undang-Undang ini, dimana hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 65 dan pasal 67 Undang-Undang BHP. Badan Hukum Pendidikan menurut Undang-Undang BHP ada 3 (tiga) bentuk, yaitu Badan Hukum Pendidikan Pusat (BHPP), Badan Hukum Pendidikan Daerah (BHPD) dan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat BHPM). Akan tetapi Undang-Undang BHP banyak mendapat tentangan dari masyarakat. Mereka menganggap Undang-Undang BHP sudah menggerus Hak-Hak konstitusional, seperti mendapatkan pendidikan, mengembangkan potensi diri, memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta hak untuk berserikat dan berkumpul. Karena Undang-Undang BHP dianggap merugikan maka masyarakat melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang berwenang mengadili untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (psl. 24 C UUD 1945). Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menganggap Undang-Undang BHP bertentangan tidak memenuhi aspek filosofis, yuridis dan sosiologis. Sehingga Undang-Undang BHP dinyatakan inkonstitusional dan harus dibatalkan sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Ternyata, dengan diputuskannya Undang-Undang BHP inkonstitusional maka terjadilah kekosongan hukum ( vacuum of law ) terkait masalah system pendidikan. Kekosongan hukum tersebut mempunyai implikasi yuridis terhadap penyelenggara pendidikan yang telah merubah tata kelolanya menjadi Badan Hukum Pendidikan sebab tidak ada dasar pijakan untuk menyelenggarakan system pendidikan. Mahkamah Konstitusi mencoba untuk memberikan sebuah solusi atas kekosongan hukum tersebut. Dimana, dalam amar putusannya Mahkamah Konstitusi tidak membatalkan pasal 53 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. Pasal 53 merupakan dasar hukum dari lahirnya Undang-Undang BHP. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa” pasal 53 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 No.78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.4301) konstitusionalnya sepanjang frasa “Badan Hukum Pendidikan” dimaknai sebagai sebuah fungsi penyelenggara pendidikan dan bukan sebagai bentuk badan hukum tertentu”.