Implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 19 Tahun 2002 terhadap Budaya Masyarakat dalam Membuang Sampah di Bantaran Sungai (Studi Kasus di Bantaran Sungai Mahakam Kecamatan Samarinda Seberan
Main Author: | LaIju |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2012
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/156256/ |
Daftar Isi:
- Kota Samarinda terbentang Sungai Mahakam yang cukup luas dan membelah wilayah antara samarinda Kota dan Samarinda Seberang. Khususnya wilayah Samarinda Seberang di daerah bantaran Sungai Mahakam tersebut masih padat penduduk, sangat jauh berbeda dengan pemandangan bantaran sungai wilayah Samarinda Kota (Tepian) terlihat lebih indah karena merupakan wilayah tataruang yang cukup baik. Kepadatan penduduk yang ada pada bantaran sungai Mahakam wilayah Samarinda Seberang tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS). Pemukiman di bantaran sungai tersebut mencerminkan pola hidup yang tidak sehat dengan melihat tingkat frekuensi pembuangan sampah ke sungai semakin tinggi. Sampah jenis organik dan anorganik dibuang secara langsung oleh warga setempat, dan ironisnya bahwa di tepi jalan telah disediakan pula bak Tempat Pembungan Sementara (TPS) yang dikhususkan untuk pembuangan sampah. Keberadaan fasilitas tersebut tidak mempengaruhi budaya masyarakat yang membuang sampah ke sungai. Salain itu masyarakat setempat pun tidak mengetahui akan keberadaan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2002 tentang Pe rubahan Kedua Peraturan Daerah Kotama d ya Daerah tingkat II Samarinda Nomor 5 Tahun 1987 tentang pene r tiban sampah Dan Kebersihan Lingkungan . Fasilitas yang disediakan tidak berfungsi karena disaat warga mulai menyadari hidup sehat yang berawal dari sosialisasi dari peneliti tesis, ternyata sampah yang dibuang di bak TPS tersebut kerap kali menumpuk dan bahkan merembes ke badan jalan. Fenomena ini sangat mengganggu para pejalan kaki bila melintas di depan jalan yang berdampingan dengan bak sampah tersebut. Warga kembali dengan kondisi kebersihan yang ada. Dari rangkaian permasalahan dan pembahasan yang ditulis sehingga penulis pun memberikan beberapa saran yakni untuk Dinas Kebersihan agar lebih bertanggung jawab dalam hal pengangkutan sampah yang menumpuk, dan instansi Badan Lingkungan Hidup dapat lebih giat untuk mensosialisasikan keberadaan Perda yang berkaitan dengan lingkungan sehat dan bersih. Selain itu disarankan agar keberadaan pemukiman dibantaran sungai Samarinda Seberang segera di dibenahi untuk menjadi Rencana Wilayah Tata Ruang (RTRW) agar lebih teduh, rapi, aman, dan nyaman yang menjadi selogan Samarinda Kota TEPIAN.