Kinerja Dewan Pengupahan Kota (DEPEKO) Bontang terhadap Harmonisasi Hubungan Tenaga Kerja dengan Perusahaan (Studi Penetapan Upah Minimum Sektor Kota pada PT. BADAK NGL dan PT. PUPUK KALTIM.Tbk)

Main Author: Hutahaean, Raidon
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2012
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/156242/
Daftar Isi:
  • Upah merupakan salah satu problem ketenagakerjaan yang rumit dan multi dimensi, karena menyangkut kepentingan berbagai pihak. Dalam praktek penetapan upah sering terjadi tarik menarik kepentingan. Bagi pekerja/buruh tentu menginginkan upah yang setinggi-tingginya, sedang bagi pengusaha tentu berharap upah itu serendah mungkin karena nilainya berpengaruh terhadap biaya operasional perusahaan. Pemerintah sebagai pejabat publik harus mengatur dan menyelaraskan kedua kepentingan tersebut, agar tidak sampai memberatkan salah satu pihak. Penetapan Upah Minimum sampai saat ini umumnya masih jauh di bawah Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Upah Minimum setidaknya dapat diarahkan pada pencapaian upah yang sesuai dengan kebutuhan hidup minimum. Hal ini dikarenakan pada faktor kemampuan perusahaan yang masih cukup kesulitan apabila Upah Minimum disesuaikan dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tujuan dari peneliian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa mekanisme Dewan Pengupahan Kota (DEPEKO) Kota Bontang dalam menentukan upah minimum yang menyejahterakan tenaga kerja, serta untuk mengetahui dan menganalisa kendala-kendala yang ditemui oleh DEPEKO dalam membangun hubungan yang harmonis antara tenaga kerja dengan perusahaan. Penelitian mengenai “Kinerja Dewan Pengupahan Kota (DEPEKO) Bontang terhadap harmonisasi hubungan Tenaga Kerja/Buruh Kontrak di Lingkungan Perusahaan Negara/BUMN, PT. Badak NGL/Pupuk Kaltim Bontang” ini merupakan penelitian normatif empiris. Pendekatan penelitian dalam penelitian dengan jenis penelitian normatif empiris ini menggunakan pendekatan normatif-terapan (applied law approach), yang dapat diartikan sebagai bentuk dari peneliti lebih dulu merumuskan masalah dan tujuan penelitian. Masalah dan tujuan tersebut perlu dirumuskan secara rinci, jelas, dan akurat. Makin rinci, jelas, dan akurat rumusan masalah, makin jelas, luas, dan pasti tujuan yang akan dicapai peneliti. Semua data yang telah berhasil diperoleh, setelah dilakukan editing dan disusun secara sistematis akan dianalisis berdasarkan teknik analisa data secara yuridis kualitatif, dengan langkah-langkah kategorisasi dan interpretasi. Analisa kualitatif tersebut dilakukan melalui penalaran berdasarkan logika untuk dapat menarik kesimpulan yang logis, sebelum disusun dalam bentuk sebuah laporan penelitian. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Mekanisme penentuan Upah Minimum yang dipergunakan di Bontang adalah Upah Minimum Provinsi Kalimantan Timur. Sebagaimana di atur dalam Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 561/K.393/2011, tertanggal 23 Juni 2011. Penetapan dilakukan menggunakan mekanisme yang berlaku yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL), yaitu Nomor Per-17/Men/VIII/2005. Untuk menetapkan Upah Minimum (UMK) di Kota Bontang dilakukan dengan mempertimbangkan: Survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL), Pertumbuhan Ekonomi, Pertumbuhan Produktivitas, Usaha yang paling tidak mampu/Marginal, dan Pasar kerja. Angka final UMK ditentukan dari 71 persen dari nilai Satuan Kebutuhan Hidup Layak (SKHL) tahun 2011 yakni Rp.1.828.023,00 SKHL tahun 2010 Kota Bontang Rp1.665.600,00KHL merupakan hasil kompilasi harga dari 46 item hasil survei tim dewan pengupahan kota (Depeko) sejak beberapa bulan lalu; serta (2) Dalam proses penentuan upah minimum pun kerapkali menimbulkan masalah. Upah minimum seringkali ditetapkan dengan nilai di bawah standar Kebutuhan Hidup Layak sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 17 Tahun 2005. Kondisi ini menimbulkan permasalahan bagi para aktivis buruh di beberapa daerah. Keinginan buruh agar upah minimum sesuai dengan KHL kerapkali berbenturan dengan kepentingan pengusaha terhadap upah pekerja yang murah. Dan ini terjadi tiap tahunnya.