Perlindungan Hukum Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dari Dampak Adanya Perjanjian ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)

Main Author: Kurniastuti, AriRatna
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2013
Subjects:
tax
Online Access: http://repository.ub.ac.id/156197/
Daftar Isi:
  • Penelitian ini diawali dengan adanya perjanjian ACFTA yang mulai berlaku pada 1 Januari 2010 banyak industri lokal yang termasuk di dalamnya adalah UMKM mendapatkan dampak yang luar biasa, mulai dari penurunan omset, sampai ada yang gulung tikar. Dalam pembangunan ekonomi Indonesia UMKM dianggap sektor yang mempunyai peranan penting. Sebagian besar jumlah penduduk Indonesia adalah berpendidikan rendah, sehingga kegiatan usaha yang dapat dilakukan adalah merupakan usaha kecil baik sektor tradisional maupun modern. Melihat kondisi ini diperlukan peran pemerintah melalui hukum yang dibuatnya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap UMKM. Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana keberlakuan Perjanjian ACFTA dalam sistem hukum di Indonesia? kedua, bagaimana posisi Perjanjian ACFTA jika terjadi konflik hukum dengan peraturan perundang–undangan nasional yang memberikan perlindungan terhadap UMKM? ketiga, bagaimana perlindungan ideal yang diberikan hukum nasional terhadap UMKM dari dampak adanya Perjanjian ACFTA? Tujuan penelitian dalam tesis ini adalah: 1) Untuk mengetahui dan menganalisa keberlakuan Perjanjian ACFTA dalam sistem hukum di Indonesia, 2) Untuk mengetahui dan menganalisa posisi Perjanjian ACFTA jika terjadi konflik hukum dengan peraturan perundang–undangan nasional yang memberikan perlindungan terhadap UMKM, 3) Untuk mengetahui dan menganalisa bentuk perlindungan ideal yang diberikan hukum nasional terhadap UMKM dari dampak adanya Perjanjian ACFTA. Kerangka dasar teoritis meliputi: Teori Harmonisasi, Teori Monisme dan Dualisme, Teori Penerapan Hukum Internasional dalam Hukum Nasional, Teori Perdagangan Bebas dan Teori Perlindungan Hukum. Penelitian ini adalah penelitian menggunakan metode yuridis normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis ( historical appro ach), pendekatan perundang-undangan ( statute approach ), pendekatan konseptual ( conceptual approach ), dan pendekatan perjanjian (Treaty approach). Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas yang terdiri dari peraturan internasional maupun peraturan perundang-undangan nasional yang berkaitan dengan perjanjian internasional dan yang mendukung perlindungan hukum terhadap UMKM. Metode pengolahan bahan hukum dengan seleksi bahan hukum dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisa bahan hukum yang terkait dengan permasalahan. Analisa bahan hukum dengan menggunakan normatif kualitatif menguraikan semua bahan hukum, dianalisa secara komprehensif, lalu ditarik kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: Perjanjian ACFTA berlaku di Indonesia sejak 1 Januari 2010 yang disahkan dengan Keppres No. 28 Tahun 2002, ketidaktegasan Indonesia memilih politik hukum ratifikasi yang dianut apakah transformasi atau inkorporasi dan pengesahannya yang dengan Keppres menimbulkan pertanyaan apakah perjanjian ACFTA ini dapat berlaku dalam sebagai hukum di Indonesia. Perjanian ACFTA ini berlaku karena: pertama, perjanjian ini sudah melalui 3 tahapan yaitu perundingan, penandatanganan dan pengesahan. Yang kedua, meskipun dalam Keppres pengesahannya hanya menjadikan Perjanjian ACFTA ini lampiran yang dinyatakan tidak dapat dipisahkan sebab Indonesia juga menganut politik hukum inkorporasi. Yang ketiga, pengesahannya dengan Keppres yang mengikuti ketentuan UU No. 24 Tahun 2000 sebenarnya justru bertentangan dengan UUD 1945, tetapi selama tidak ada yang mengajukan judicial review maka Perjanian ACFTA ini tetap berlaku. Perjanjian ACFTA ini memiliki dampak yang luas terhadap UMKM salah satunya di sektor pertanian, sehingga memicu munculnya peraturan perundang-undangan yang tujuannya melindungi kondisi ini. Gubernur Jawa Timur menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) No 78 Tahun 2012 yang melarang impor seluruh produk hortikultura masuk ke wilayah Jawa Timur. Pergub ini ditandatangani tanggal 1 Maret 2012 bertujuan membentengi seluruh produk petani dari serbuan produk hortikultura impor. Permendag No 60/2012 soal impor hortikultura menyebutkan larangan terhadap 6 buah impor durian, nanas, melon, pisang, mangga dan pepaya masuk ke Indonesia. Selain keenam buah tersebut, pemerintah juga melarang impor 4 jenis sayur yaitu kubis, wortel, cabe, kentang, dan 3 Jenis bunga impor yaitu krisan, anggrek, heliconia. Kedua peraturan tersebut jelas bertentangan dengan Perjanjian ACFTA. Perjanjian ACFTA lebih diutamakan sebab sesuai dengan Pasal 27 Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional perundang-undangan nasional tidak boleh dijadikan alasan pembenar atas pelanggaran, kegagalan perjanjian internasional dan/atau mengesampingkan perjanjian internasional dan Perjanjian ACFTA ini menjadi hukum organisasi internasional yang wajib ditaati oleh anggotanya karena dalam perundingan Perjanjian ACFTA, ASEAN tampil atas nama negara anggota ASEAN, maka Perjanjian ACFTA ini mengikat Indonesia. Perlindungan hukum yang ideal untuk UMKM dari dampak adanya Perjanjian ACFTA ini sebaiknya dengan pembentukan hukum yang representatif untuk pembangunan ekonomi yang memenuhi unsur kepastian hukum. Peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi UMKM tetapi malah bertentangan dengan Perjanjian Internasional yang telah diikuti Indonesia tidak akan dapat menyelesaikan masalah UMKM. Perlindungan hukum terhadap industri lokal termasuk UMKM sebaiknya didasarkan pada Artikel XIX GATT-WTO Agreement yang kemudian ditransformasikan materiil dalam hukum nasional dengan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Rekomendasi dari penelitian ini adalah: Menerapkan politik hukum ratifikasi transformasi materiil sehingga