Politik Hukum Keterwakilan Perempuan Dalam Lembaga Legislatif Di Era Reformasi
Main Author: | Utami, NofiSri |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2014
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/156167/ |
Daftar Isi:
- Tesis ini membahas mengenai politik hukum keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif era reformasi. Pada Pasal 28D ayat 3 UUD NRI 1945, “setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan,” dan Pasal 28 H ayat 2 UUD NRI 1945, “setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Dua pasal ini mengindikasikan bahwa hak-hak politik perempuan tidak hanya terbatas pada kesempatan untuk turut serta dalam memilih dalam pemilu.tetapi juga mempunyai hak untuk memilih dan dipilih, hak untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijaksanaan pemerintah dan implementasinya, hak untuk memegang jabatan dalam pemerintah dan melaksanakan segala fungsi pemerintahan di segala tingkat,serta hak berpartisipasi dalam organisasi-organisasi dan perkumpulanperkumpulan non-pemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik negara. Kuota perempuan dalam parlemen setiap kali pemilihan umum memang selalu menujukan peningkatan. Pada pemilu 1999, keterwakilan perempuan di parlemen hanya 8 %, kemudian meningkat menjadi 11% pada pemilu 2004. Hasil pemilu 2009, keterwakilan perempuan di parlemen meningkat lagi menjadi 18 % dari 560 anggota DPR atau 130 orang. Dari jumlah perempuan yang ada diparlemen menunjukan bahwa belum ada separo dari jumlah DPR. Dengan jumlah yang masih sedikit itu, perempuan masih belum terlalu berperan dalam politik. Pada kenyataanya, kuota 30% perempuan di parlemen belum terpenuhi. Sehingga anggota lembaga legislatif laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Tidak banyak perempuan yang ikut ambil bagian dari proses pengambilan keputusan. Akhirnya, berdampak pada munculnya ketidakadilan pada perempuan. Sehingga penulis merasa perlu melakukan penelitian mengenai 1)perkembangan politik hukum keterwakilan perempuan di lembaga legislatif di era reformasi. Dengan begitu maka akan diketahui perkembangan politik hukum keterwakilan perempuan di lembaga legislatif,dengan begitu akan memudahkan anggota legislatif untuk membuat suatu kebijakan atau aturan yang akan di berlakukan. 2)persoalan hukum apa yang ada saat ini sehingga keterwakilan perempuan belum terpenuhi, dengan mengetahui persoalan yang terjadi maka diharapkan pemerintah bisa maksimal dalam membuat kebijakan yang melibatkan keterwakilan perempuan. Dalam menjawab persoalan pertama, peneliti menggunakan teori keadilan Jhon Rawls yang mana dalam teori tersebut menjelaskan bahwa Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Serta Ketimpangan sosial dan ekonomi mesti diatur sedemikian rupa sehingga: a). Dapat diharapkan memberi keuntungan bagi semua orang, b). Semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang.untuk menjawab persoalan yang kedua, menggunakan teori efektivitas hukum Lawren friedman yang membagi sistem hukum menjadi 3 yaitu substansi hukum, struktur hokum dan kultur hukum. pemerintah berupaya untuk menciptakan keadilan meskipun dari masakemasa perkembangan keterwakilan perempuan sedikit demi sedikit meningkat tetapi masih belum mencapai kuota 30% keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Dengan kata lain keadilan yang ingin dicapai belum sepenuhnya tercapai. Persoalan hukum yang ada saat ini sehingga keterwakilan perempuan di lembaga legislatif belum terpenuhi yaitu dalam 1) Undang undang partai politik yang berkaitan dengan keterwakilan perempuan pada parpol belum sepenuhnya memenuhi prinsip keadilan. Yang mana belum ada sanksi yang tegas bagi partai politik yang tidak memenuhi ketentuan 30% keterwakilan perempuan , 2) banyaknya parpol yang menganggap bahwa kuota 30 % keterwakilan perempuan hanya sekedar prasyarat untuk lolos dalam pemilu, tetapi di sisi lain parpol tidak melihat kwalitas perempuan yang dicalonkan sebagai caleg. Sebaiknya (1) setiap parpol dalam menerapkan tindakan khusus/ affirmative action perlu diakomodasi dalam AD/ART setiap parpol serta dalam perekrutan anggota tidak menerapkan politik kekeluargaan, sebagai bentuk tanggung jawab parpol untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di bidang politik. (2) Hendaknya calon anggota legislatif minimal pendidikan terakhir sarjana. 3) Diberikan sanksi bagi parpol yang tidak memenuhi kuota 30% keterwakilan perempuan, yang diakomodasi dalam AD/ART parpol masingmasing. 4) Diberikanya pendidikan politik/wawasan politik bagi kaum perempuan. Dengan begitu maka perempuan akan mendapatkan pengetahuan tentang politik dan akan menumbuhkan keberanian untuk ikut serta/berpartisipasi dalam bidang politik.