Perancangan Model Pengembangan Agroindustri Tapioka Terpadu
Main Author: | Gabriel, AzmiAlvian |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2014
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/155953/ |
Daftar Isi:
- Agroindustri merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam upaya pembangunan dan peningkatan perekonomian Indonesia. Salah satu produk hasil agroindustri terbesar di Indonesia adalah ubi kayu. Indonesia merupakan negara terbesar kedua yang menjadi penghasil ubi kayu di kawasan Asia Pasifik. Industri yang menggunakan ubi kayu sebagai bahan baku prosesnya adalah industri tapioka. Industri tapioka menjadi salah satu industri yang memiliki potensi pengembangan besar di Indonesia. Hal ini didasari oleh b esarnya permintaan pasar dalam negeri maupun luar negeri yang terus meningkat setiap tahunnya. Tercatat bahwa rata-rata konsumsi produk tapioka di Indonesia mencapai 1,132 juta ton pertahun. Hingga saat ini terdapat 146 unit industri pengolahan tapioka berukuran besar dan sedang tersebar di Indonesia yang hanya mampu memproduksi tapioka dengan rata-rata produksi sebesar 900 ribu ton. Jumlah tersebut terbilang rendah jika dibandingkan produktivitas bahan baku ubi kayu yang dimiliki yang mencapai 24 juta ton per tahun. Rendahnya jumlah produksi tapioka dipengaruhi oleh lemahnya basis produksi industri tapioka di dalam negeri serta rendahnya kapasitas dan umur produksi industri pengolahan tapioka. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu dilakukan perancangan model industri tapioka dengan bahan baku berbahan dasar ubi kayu yang disubstitusikan dengan gaplek. Dengan mensubstitusikan bahan baku tersebut, industri tapioka dapat berproduksi sepanjang tahun. Dari hasil proyeksi permintaan produk tapioka baik di dalam maupun luar negeri, model agroindustri tapioka yang direncanakan akan mengambil 3,5% total peluang pasar tapioka yang ada sehingga diperoleh ratarata apasitas produksi pertahun sebesar 45.000 ton tapioka. Untuk menjamin ketersediaan ubi kayu dan gaplek sebagai bahan baku tapioka, maka perlu dibentuk kemitraan antara kelompok petani dan perusahaan. Pola kemitraan yang paling sesuai untuk pengembangan agroindustri tapioka iv adalah pola kemitraan plasma. Berdasarkan hasil penilaian dan pembobotan variabel pola kemitraan menggunakan metode pairwise comparison dan rating scale, diperoleh nilai bobot tertinggi pada pola kemitraan inti plasma dengan nilai sebesar 5. Pemanfaatan pola kemitraan ini pada agroindustri tapioka memiliki kekuatan ekonomi yang cukup kuat, khususnya dalammengatasi permasalahan pendanaan maupun kualitas produk di tingkat petani serta menjamin pemasaran dan harga hasil produksi petani. Dengan menerapkan pola kemitraan ini, perusahaan inti akan lebih mudah mengontrol dan memperoleh pasokan bahan baku baik berupa ubi kayu segar maupun gaplek dari kelompok mitra. Dari hasil perhitungan analisis finansial didapatkan bahwa pendirian pabrik tapioka dengan model sistem pemanfaatan bahan baku berbasis ubi kayu segar dan gaplek menunjukkan hasil yang baik berdasarkan beberapa kriteria kelayakan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dengan menggunakan bahan baku ubi kayu segar selama 4 bulan produksi dan gaplek untuk produksi dibulan selanjutnya dapat menghasilkan nilai B/C ratio sebesar 1,23. Dengan umur proyek selama 20 tahun, dibutuhkan total modal investasi sebesar Rp 165.286.354.288,09 dan biaya produksi pada tahun pertama sebesar Rp 125.147.322.590,34. Dari hasil perhitungan didapatkan harga pokok produksi sebesar Rp 4.171,58 dan kemudian produk dijual dengan harga senilai Rp 5.000,- termasuk PPN 10%. Besarnya modal investasi pendirian pabrik dapat ditutupi dalam masa pengembalian selama 1 tahun 2 bulan. Total pendapatan yang diperoleh perusahaan pada tahun pertama produksi mencapai Rp 150.000.000.000,- dengan nilai Net Present Value (NPV) sebesar Rp 143.285.734.440,98; Internal Rate of Return (IRR) sebesar 43,55%; dan Profitability Index sebesar 3,56. BEP dicapai pada tingkat produksi tapioka sebesar 991.269,16 kg atau senilai Rp 4.956.345.812,12. Berdasarkan keseluruhan kriteria-kriteria kelayakan tersebut, maka model pengembangan groindustri tapioka ini dapat dikatakan layak untuk direalisasikan.