Rehabilitasi Lahan Kawasan Das Wai Ruhu Berbasis Konservasi Tanah Dan Air
Main Author: | Pattiselanno, SteanlyRR |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2013
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/155838/ |
Daftar Isi:
- Daerah aliran sungai (DAS) Wai Ruhu, merupakan DAS yang terdapat di Kota Ambon, secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan, kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Kondisi riil DAS saat ini, telah mengalami kondisi degradasi lahan, akibat konversi lahan tangkapan yang diubah fungsinya menjadi pemukiman warga. Sehingga berdampak pada debit air sungai Wai Ruhu yang semakin berkurang dan tingkat sedimentasi yang tinggi serta banjir. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan identifikasi lebih detail terhadap faktor degradasi lahan akibat perubahan fungsi kawasan, melalui pemetaan fungsi lahan eksisting yang berbasis sumber daya air (konservasi tanah dan air). Dari proses identifikasi, diharapkan dapat diketahui tingkat kerawanan longsor, dan bahaya erosi serta bisa menentukan arahan rehabilitasi lahan berbasis konservasi tanah dan air pada DAS Wai Ruhu Metode yang digunakan adalah metode deskriptif melalui proses survey pada DAS Wai Ruhu. Selain survey, data sekunder dari lapangan yang diperoleh juga dipakai untuk mengklasifikasikan tingkat kerawanan longsor, menghitung tingkat bahaya erosi dan menentukan fungsi kawasan sesuai arahan BRLKT. Hasilnya, menunjukkan ada tingkat kerawanan bencana longsor pada DAS Wai Ruhu, termasuk dalam kategori tinggi (58.88% area DAS) dan sedang (41.12% area DAS). Rencana rehabilitasi lahan kawasan DAS Wai Ruhu pada indikator aspek aktifitas manusia (tingkat resiko) terhadap bahaya longsor, penataan kawasan pemukimannya antara lain pada indikator “pola tanam” (penanaman tanaman yang bisa membantu menstabilkan tanah, khususnya pada kawasan berlereng seperti jenis bambu, tanaman berakar tunjang, dll), indikator “penggalian dan pemotongan lereng” (memperkuat lereng bekas dipotong dengan memberikan talud/dinding penahan. Mewajibkan pembuatan s truktur penguat lereng untuk bangunan yang ada di lereng), indikator “drainase” (pembuatan, perbaikan sistem drainase yang terencana dengan lebih baik dari sisi kapasitas maupun kualitas, perawatan dari sumbatan akibat sampah maupun sedimentasi) , dan indikator “usaha mitigasi” (perbaikan koordinasi mitigasi bencana dan pola penanganannya antara seluruh stakeholder misalnya pemerintah, masyarakat, pihak lainnya). Dengan perbaikan indikator ini mampu menekan tingkat resiko pada luas guna lahan pemukiman (10.47%) dari total skor resiko 2.6 (kelas tinggi) menjadi 2.1 (kelas sedang). Sesuai kriteria BRLKT, maka pengembalian fungsi kawasan untuk tingkat bahaya erosi (TBE) dan rencana perbaikan tingkat bahaya erosi, dengan rencana pelaksanaan perbaikan masing-masing kawasan hasil rehabilitasi antara lain yaitu, pada fungsi kawasan lindung (reboisasi, hutan rakyat, perlindungan sungai, mata air, jurang, p engetatan pengawasan, dll), fungsi kawasan penyangga (reboisasi, hutan campuran, hutan rakyat, dengan seresah), fungsi kawasan budidaya tanaman tahunan (reboisasi, perkebunan, hutan/kebun rakyat, dengan seresah), dan terjadi peningkatan dengan klasifikasi “sangat ringan” sebesar 53.52% area DAS, dan penurunan TBE klasifikasi “sangat berat” sebesar 39.41% area DAS.