Peran Modal Sosial dalam Pemberdayaan Ekonomi Desa Adat/Pakraman (Studi Kasus LPD Desa Pakraman Tibubiyu, Kabupaten Tabanan Bali)

Main Author: Ambara, IGedeAdi
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2011
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/155665/
Daftar Isi:
  • Keberadaan modal sosial sangat penting dalam pembangunan. Pembangunan tanpa memperhatikan modal sosial yang ada di masyarakat sangat rentan untuk mencapai ketidaksinambungan. Hal ini berlaku pula pada proses pemberdayaan masyarakat. Strategi pemberdayaan masyarakat juga dapat dilakukan melalui pemberdayaan pranata-pranata dan organisasi sosial kemasyarakatan. Pranata dan organisasi sosial kemasyarakatan tersebut merupakan bentuk-bentuk modal sosial yang berkembang di masyarakat. Pemerintah Propinsi Bali telah mengadopsi keberadaan modal sosial di masyarakat melalui pemberdayaan desa pakraman . Desa pakraman merupakan komunitas adat yang terbentuk berdasarkan ikatan sosio-religius. Desa pakraman melahirkan berbagai bentuk modal sosial mulai dari awig-awig (hukum adat), kepercayaan sosial, dan rasa kebersamaan di antara sesama warga. Bentuk pemberdayaan desa pakraman yang paling lazim adalah pembentukan Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Salah satu LPD yang menunjukkan eksistensinya di tengah persaingan yang ketat dengan lembaga keuangan lainnya adalah LPD Desa Pakraman Tibubiyu di Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Oleh karena itu tulisan ini akan memaparkan kontribusi modal sosial dalam pengelolaan LPD Desa Pakraman Tibubiyu . Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpula data dilakukan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial yang berkembang di masyarakat Desa Pakraman Tibubiyu memiliki peran positif dalam mendukung pengelolaan LPD desa tersebut. Pertama, dalam perencanaan kegiatan dan anggaran LPD, keberadaan modal sosial berupa network di antara pengurus dan perangkat adat mampu memfasilitasi proses penyusunan perencanaan secara bersama-sama. Kedua, dalam proses rekrutmen personil LPD, rasa kebersamaan dan rasa memiliki terhadap desa pakraman memfasilitasi warga untuk memberikan suaranya dalam proses tersebut. Ketiga, dalam proses penyaluran kredit LPD, keberadaan modal sosial berupa trust menjadikan LPD berani memberikan kredit tanpa anggunan kepada warga dengan batasan tertentu. Dalam proses ini juga, network antara pengurus LPD dengan perangkat adat berperan dalam melakukan pengenalan dan kontrol terhadap nasabah. Keempat, dalam proses penyelesaian kredit macet, penerapan sanksi adat dan kebiasaan warga untuk terhindar dari rasa malu terhadap kahalayak ramai apabila diketahui menunggak di LPD memfasilitasi kepatuhan warga terhadap kewajiban transaksi. Kelima, dalam proses pengawasan dan pertanggunjawaban LPD, network antara pengurus dan peragkat adat memfasilitasi penyaluran informasi perkembangan LPD kepada masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian ini, pengadopsian keberadaan modal sosial dalam proses pemberdayaan masyarakat memiliki arti penting dalam menjaga eksistensi program tersebut. Disamping itu, penelitian ini juga diharapkan sebagai studi awal dalam penelitian pemberdayaan yang berfokus dalam melihat keberadaan modal sosial dalam pemberdayaan masyarakat.