Penegakan Hukum Pada Kasus Poligami Yang Bertentangan Dengan Ketentuan Administratif Tni Di Lingkungan Kodam Vi/Mulawarman

Main Author: Suryadi, Dendi
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2013
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/155541/
Daftar Isi:
  • Poligami merupakan suatu realitas hukum dalam masyarakat yang akhirakhir ini menjadi suatu perbincangan hangat serta menimbulkan pro dan kontra. Poligami sendiri mempunyai arti suatu sistem perkawinan antara satu orang pria dengan lebih dari seorang istri. Pada dasarnya dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut Undang- Undang Perkawinan) menganut adanya asas monogami dalam perkawinan. Hal ini disebut dengan tegas dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa pada asasnya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. TNI yang akan berpoligami wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat apabila nekat berpoligami tanpa izin dari pejabat, bersiap-siap lah diturunkan pangkatnya setingkat lebih rendah atau diberhentikan dari jabatanya apabila yang bersangkutan menduduki suatu jabatan. Masih ditemui peraturan ini dilanggar oleh TNI dengan mempunyai istri lebih dari seorang, baik secara terang-terangan dalam pengertian telah ada izin dari atasan dan istri terdahulu maupun secara diam-diam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji penegakan hukum anggota TNI yang melakukan poligami yang bertentangan dengan ketentuan administratif TNI, serta kebijakan penegakan hukum terhadap tindakan poligami yang bertentangan dengan ketentuan administratif TNI di masa depan. p enelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, yaitu penelitian dengan mendasarkan pada data primer sebagai sumber daya utamanya dan data sekunder sebagai pelengkap. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan yuridis sosiologis. Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif, artinya data disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif yaitu menganalisa data berdasarkan kualitas dan kebenaran data dan kemudian diambil kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Penegakan hukum anggota TNI yang melakukan poligami yang bertentangan dengan ketentuan administratif TNI sudah dilakukan oleh Kodam VI Mulawarman dengan memberikan sanksi yang tegas kepada para anggota TNI yang melakukannya. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 23 Tahun 2008 tentang Pekawinan, Perceraian dan Rujuk Bagi Pegawai di Lingkungan Departemen Pertahanan yang menyatakan bahwa pada dasarnya seorang Pegawai Departemen Pertahanan baik pria/wanita hanya diizinkan mempunyai satu orang istri/suami. Sanksi tersebut antara lain dijatuhi hukuman kurungan 8 bulan dengan hukuman tambahan diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas TNI AD. Selain sanksi tersebut juga dilakukan penahanan berat selama 21 hari dengan hukuman tambahan dimutasi ke Kodim lain, juga tindakan penahanan berat 14 hari dan penundaan pangkat; serta (2) Kebijakan penegakan hukum terhadap tindakan poligami yang bertentangan dengan ketentuan administratif TNI di masa depan dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 23 Tahun 2008 tentang Perkawinan, Perceraian dan Rujuk Bagi Pegawai di Lingkungan Departemen Pertahanan dan kemudian juga diterbitkan Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/11/VII/2007 tanggal 4 Juli 2007 tentang Tata Cara Pernikahan, Perceraian dan Rujuk bagi Prajurit TNI. Peraturan-peraturan tersebut merupakan kebijakan dalam rangka menanggulangi tindakan poligami yang bertentangan dengan ketentuan administratif TNI yang dilakukan oleh prajurit TNI yang pada prinsipnya prajurit TNI hanya diizinkan beristri seorang. Adapun penyimpangan untuk dapat diberikan izin beristri lebih dari seorang hanya dapat dipertimbangkan bilamana hukum agama yang dianut oleh kedua belah pihak yang bersangkutan memungkinkan, istri tidak dapat menjalankan fungsi dan kewajibannya sebagai istri, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan istri tidak dapat melahirkan keturunan, sedangkan menurut keterangan dokter suami tidak mandul.