Analisa keseimbangan energi panas pada proses penyulingan jahe (Zingiber officinale Rosc.) dengan Metode Air dan Uap
Main Author: | IndahSushanti |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2007
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/147541/1/050701508.pdf http://repository.ub.ac.id/147541/ |
Daftar Isi:
- Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu rempah-rempah yang dapat dimanfaatkan sebagai penyedap masakan, minuman, wewangian (parfum) atau sebagai bahan untuk diramu dalam obat-obatan tradisional. Jahe mengandung 0,8-3,3% minyak atsiri dan ± 3% oleoresin, bergantung dari jenis jahe yang bersangkutan. Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya, yaitu: jahe putih besar, jahe putih kecil dan jahe merah. Kegunaan minyak jahe adalah sebagai bahan baku minuman ringan (ginger ale), industri farmasi seperti kosmetik dan obat-obatan, sebagai bahan penyedap makanan, sebagai bahan aromaterapi dan bahan campuran balsem tolak angin. Minyak jahe juga bermanfaat untuk menghilangkan nyeri, anti inflamasi dan anti bakteri. Salah satu cara untuk mendapatkan minyak jahe yaitu dengan cara penyulingan. Pada penelitian ini metode penyulingan yang digunakan adalah penyulingan dengan metode air dan uap. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Proses penyulingan minyak atsiri dari jahe dengan menggunakan metode air dan uap, 2) Pengaruh perajangan dan kadar air jahe dari hasil pengeringan terhadap rendemen minyak jahe yang dihasilkan pada proses penyulingan dengan metode air dan uap, 3) Besarnya kebutuhan massa uap, energi uap dan efisiensi energi uap. Penelitian dilaksanakan pada bulan 10 Agustus – 22 Agustus 2006 di Laboratorium Rekayasa dan Sistem Industri, Jurusan Teknologi Industri Pertanian dan Laboratorium Teknik Prosessing Hasil Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen, yaitu dengan melakukan percobaan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam menganalisa proses penyulingan jahe. Faktor perlakuan dalam penelitian ini ada 2, yaitu: perajangan jahe (R) dan lama pengeringan (P). Perajangan jahe (R) terdiri dari: jahe yang dirajang dengan ketebalan berkisar antara 2-4 mm (R1) serta jahe yang digeprak (dipukul sampai memar dan pecah tapi tidak sampai hancur) dan dirajang dengan ketebalan berkisar antara 2-4 mm (R2). Jahe tersebut akan dikeringkan (P) selama 0 hari atau tanpa pengeringan (P1), 2 hari (P2) dan 8 hari (P3). Kadar air yang diperoleh sebesar 74,45%; 25,53%; 14,26% untuk jahe yang dirajang (R1) dan 72,90%; 20,32%; 13,40% untuk jahe yang digeprak dan dirajang (R2). Hasil pengolahan data yang diperoleh dari proses penyulingan jahe menunjukkan bahwa kebutuhan massa uap terbesar terjadi pada jahe segar yang digeprak dan dirajang (P1R2) yaitu sebesar 0,244 gr/dt sehingga nilai laju penyulingan rata-rata terbesar juga terjadi pada kombinasi perlakuan yang sama, dengan nilai sebesar 0,569 kg/jam. Rendemen minyak jahe terbesar terjadi pada jahe layu yang digeprak dan dirajang (P2R2) yaitu sebesar 0,599%. Nilai tertinggi efisiensi energi pada destilat terjadi pada jahe segar yang digeprak dan dirajang (P1R2) yaitu sebesar 42,22% sehingga nilai tertinggi efisiensi energi pada minyak jahe juga terjadi pada kombinasi perlakuan yang sama, dengan nilai sebesar 0,059%. Hasil akhir penelitian memberikan kesimpulan bahwa proses penyulingan pada jahe kering lebih optimal daripada pada penyulingan jahe segar, hal ini ditinjau dari uap yang dibutuhkan dan bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan minyak jahe dengan rendemen tinggi. Akan tetapi karena kehilangan energi panas pada proses penyulingan jahe kering cukup besar dibandingkan dengan jahe segar maka efisiensi energinya menjadi lebih rendah.