Penerapan QFD Pada Fase Requirement Engineering Untuk Pengembangan Sistem Informasi Whistleblowing di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur

Main Author: Arwindra, DichaPutra
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2016
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/146896/1/JURNAL_RISDA_A_KHUSNA_125150101111008.pdf
http://repository.ub.ac.id/146896/1/SKRIPSI_BAB_1-BAB_7__RISDA_AMALIA_KHUSNA_125150101111008.pdf
http://repository.ub.ac.id/146896/
Daftar Isi:
  • Fraud yang terjadi di dalam lingkungan lembaga masih sering terjadi dan terkadang sulit untuk di atasi. Corruption Perception Index (CPI) 2014 yang diterbitkan secara global oleh Transparency International menempatkan Indonesia sebagai negara dengan level korupsi yang tinggi. Kecurangan mencakup perbuatan melanggar hukum dan pelanggaran terhadap peraturan dan perundang-undangan lainya yang dilakukan dengan niat untuk berbuat curang.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dyck dkk, antara tahun 1996 hingga 2004 menunjukkan, 18,3% kasus kecurangan yang dilakukan perusahaan di Amerika Serikat dideteksi dan dilaporkan oleh pegawainya. Kesadaran yang tinggi dari pegawai maupun masyarakat dapat berfungsi sebagai pendeteksi dan pencegah kecurangan. Berdasarkan hasil survei dari Association of Certified Fraud Examiners diungkapkan bahwa Whistleblowing adalah suatu metode paling umum dalam mendeteksi kecurangan. Whistleblowing sendiri merupakan kegiatan pengungkapan praktik ilegal, tidak bermoral atau melanggar hukum. Maka dari itu untuk mengurangi tindak kecurangan di dalam lingkungan lembaga khusunya didalam Badan Pusat Statistik (BPS) perlu dibangun Whistleblowing System. Namun didalam pengembangan sistem terdapat permasalahan yang sering timbul, berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Beichter menyatakan bahwa 70% dari sistem error disebabkan karena system requirements kurang memadahi, dan 30% sisanya sistem error disebabkan karena masalah pada desain. Untuk membangun system requirements yang jelas maka perlu di lakukan prioritas dan klasifikasi sehingga dapat mengatasi permasalahan konflik ekspektasi diantara stakeholder. Untuk melakukan prioritas dan klasifikasi Rajagopal mengusulkan penggunaan metode Quality Function Deployment atau biasa disebut QFD. Dari hasil analisa pada matrix House of Quality pada QFD didapatkan hasil tingkat bobot kepentingan dari tiap System Requirements sehingga kita dapat mengukur tingkat ketepatan rancangan kebutuhan terhadap kebutuhan permintaan dari customer.