Daftar Isi:
  • Perkembangan fisik pada siswa tunanetra akan menghambat tunanetra dalam menjalani kehidupan sehari – hari. Gangguan yang dimiliki siswa tunanetra dalam aspek penglihatan akan menyebabkan siswa tunanetra mempunyai keterbatasan mengenai orientasi dan mobilitas. Orientasi dan mobilitas menjadi faktor utama dalam menjalani kehidupan sehari – hari secara mandiri karena berkaitan dengan kemampuan bergerak siswa tunanetra dari satu tempat ke tempat lain. Berdasarkan Badan Pusat Statistika Jawa Timur menjelaskan bahwa wilayah Malang memiliki presentase penyandang tunanetra yang lebih tinggi daripada penyandang tuna lainnya, yaitu sebesar 874 orang. Sedangkan diantara jumlah penyandang tunanetra tersebut, angka yang paling tinggi berdasarkan umurnya yaitu anak tunanetra yang berusia 12 – 15 tahun, yaitu sebesar 24.45% (214 anak tunanetra). Oleh karena itu, berdasarkan data tersebut, penyandang tunanetra merupakan aspek yang cukup berpotensi untuk dikembangkan. Sebagai tempat belajar siswa, perancangan sekolah tunanetra berperan sebagai media latih orientasi dan mobilitas. Perancangan sekolah tunanetra ini didasarkan pada observasi sederhana di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa YPAB Surabaya, analisis tunanetra pada masing – masing klasifikasi dan analisis orientasi dan mobilitas, sehingga diperoleh kriteria desain untuk perancangan seklah tunanetra.