Perancangan Balai Budaya Bali Dengan Pendekatan Eco-Cultural
Daftar Isi:
- Pulau Bali merupakan trendsetter dalam sektor pariwisata di Indonesia yang menjadi pintu gerbang masuknya wisatawan mancanegara karena keindahan alam dan beragam seni budaya didalamnya. Hal ini yang kemudian menyebabkan lunturnya budaya asli Bali karena seringnya bersinggungan dengan budaya baru. Imbasnya juga terasa pada jumlah populasi di Bali yang terus meningkat dan mendorong sektor pembangunan fasilitas pariwisata, sehingga dampaknya ada pada kepadatan kota yang semakin tinggi. Jika hal ini dibiarkan begitu saja maka tidak mungkin nilai – nilai kebudayaan asli Bali akan benar – benar hilang dan iklim di Bali akan terus meningkat karena kepadatan kotanya. Dari isu diatas, maka perlu adanya wadah pelestarian dan pengembangan nilai – nilai kebudayaan Bali dalam bentuk fasilitas budaya. Salah satu wadah tersebut adalah Balai Budaya Bali yang didalamnya terdapat sarana pengembangan budaya, informasi wisata budaya, wadah literatur seni budaya Bali, dan pusat pertunjukkan kebudayaan Bali. Tujuan dari pembangunan Balai budaya Bali selain untuk mewadahi kesenian budaya Bali juga bertujuan untuk menanamkan nilai – nilai kebudayaan Bali ke dalam desain bangunan. Perancangan Balai Budaya Bali ini berkonsep arsitektur berkelanjutan yang memiliki tujuan responsif terhadap permasalahan lingkungan dan iklim sekitar. Dalam menentukan parameter perancangan digunakan teori jurnal Reinterpreting Sustainable Architecture : The Place of Technology. Dalam jurnal tersebut, Guy dan Farmer mengkategorikan gagasan pendekatan arsitektur berkelanjutan, salah satunya adalah eco-cultural. Pendekatan ini difokuskan untuk mengorientasikan kembali nilai – nilai dan tidak lupa dalam mengikutsertakan lingkungan dan budaya dengan tujuan melestarikan keberagaman budaya setempat. Pendekatan eco-cultural ini terdiri atas beberapa kriteria desain seperti image of space, source of enviromental knowledge, building image, technology, dan idealized concept of place. Berdasarkan kriteria desain tersebut, maka dilakukan analisa dan eksplorasi desain dengan menggunakan metode desain yang disesuaikan dengan masing - masing kriteria desain, antara lain metode metafora, tipologi, dan pragmatis dengan arsitektur Bali sebagai payung dalam analisis perancangan. Hasil yang didapat adalah berupa pengaplikasian kriteria desain antara lain pada image of space berupa pembentukan tata massa yang mengadopsi konteks budaya. Source of enviromental knowledge adalah integrasi massa bangunan terhadap iklim yang bersumber dari ekologi budaya. Building image berupa penciptaan tampilan yang otentik dan harmoni dengan konteks kawasan. Technology berupa penerapan teknologi tradisional & vernakular. Dan idealized concept of place berupa pembangunan koneksi bangunan dengan kawasan sekitar. Balai budaya sebagai ikon pemersatu hubungan antar manusia (pawongan) dan seni budaya direspon melalui pendekatan eco-cultural yang mengintegrasikan nilai – nilai budaya ke dalam fungsi bangunan.