Kepastian Hukum Pembagian Harta Bersama Menurut Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Setelah Terjadi Perceraian

Main Author: Yunita, Rika Claudya
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/14067/1/Rika%20Claudya%20Yunita.pdf
http://repository.ub.ac.id/14067/
Daftar Isi:
  • Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan mengenai kepastian hukum pembagian harta bersama setelah terjadinya perceraian dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa “Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut ialah menurut hukum agama, hukum adat, dan hukum lain-lainya. Dengan demikian seseorang yang berwarganegara Indonesia(WNI), bersuku jawa, dan beragama islam melakukan pembagian harta bersama setelah perceraian maka terdapat 3 (tiga) hukum yang mengatur perbuatan hukum tersebut yaitu hukum nasional, hukum islam dan hukum adat jawa, hal ini bentuk kekaburan hukum (Vague of Norm) dalam penggunaan hukum mana yang akan digunakan dalam penyelesaiaan permasalahan pembagian harta bersama setelah terjadinya perceraian karena pengaturan harta benda perkawinan dan pembagian harta bersama setelah perceraiaan menurut Hukum Agama, Hukum Adat, Dan Hukum lain-lainnya memiliki pengaturan yang berbeda. Sehingga isi Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan tidak memberikan kepastian hukum terkait pengertian pengaturan pembagian harta bersama menurut hukumnya masing-masing. Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah (1) bagaimana pembagian harta bersama Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam hal terjadi perceraian yang berkepastian hukum?. Penelitian yang penulis teliti ini merupakaan penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach). Dari hasil penelitian dengan metode diatas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa penyelesaiaan pembagian harta bersama dapat dilakukan dengan tiga alternatif hukum, yaitu hukum agama, hukum adat atau hukum lainnya. bagi orang yang beragama Islam, pembagian harta bersama akan di selesaikan berdasarkan hukum islam. Begitu pula bagi masyarakat yang masih perpegang teguh secara ketat kepada adat, sepanjang ia beragama Islam maka jika terjadi sengketa pembagian harta bersama akan diselesaikan berdasarkan hukum islam. Sedangkan bagi masyarakat adat yang bukan beragama Islam maka akan diselesaikan berdasarkan hukum adat mereka sepanjang hal itu tidak diatur dalam ajaran agama mereka. Hakim mempunyai peran untuk menafsirkan menggunakan hukum yang mana saja yang dapat diutamakan dalam penerapan pembagian harta bersama setelah peceraian. Sehingga untuk menjamin kepastian pada saat ini terkait pembagian harta bersama menurut hukum masing-masing mengacu kepada keputusan hakim.