Daftar Isi:
  • Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan berbagai konsentrasi ekstrak kedelai pada pengencer basal CEP-2 (Cauda Epididymal Plasma) terhadap kualitas semen sapi Limousin selama pendinginan pada suhu 3-5 oC. Materi penelitian yang digunakan adalah semen dari 4 Sapi Limousin Jantan (Daren, Kathandra, Diesel, Cossack) yang dipelihara di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari (BBIB Singosari) yang dilakukan pengambilan semen secara rutin dengan frekuensi 2 kali / minggu menggunakan metode Vagina Buatan. Kedelai yang digunakan berasal dari Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Singosari Malang, pembuatan ekstrak kedelai dilakukan dengan melarutkan kedelai dalam aquabidest dengan perbandingan kedelai : aquabidest = 1:2 (m/v). Kuning telur yang digunakan adalah kuning telur umur kurang dari 3 hari yang berasal dari ayam ras petelur (layer) dari peternak ayam petelur di Desa Manggisari, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratorium. Perlakuan dibagi menjadi 5 kelompok yaitu CEP-2 + 10% Kuning Telur; CEP-2+7,5% Ekstrak Kedelai; CEP-2+10% Ekstrak Kedelai; CEP-2+12,5% Ekstrak Kedelai dan CEP-2+15% Ekstrak Kedelai. Variabel yang diamati meliputi motilitas, viabilitas dan abnormalitas spermatozoa selama pendinginan. Analisis data menggunakan Randomized Block Design (RAK). Apabila di antara perlakuan menunjukkan perbedaan pengaruh yang nyata atau sangat nyata, akan dilakukan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test). Pengencer terbaik dari krioprotektan nabati (ekstrak kedelai) dan krioprotektan hewani (kuning telur), selanjutnya diuji menggunakan Pearson’s Chi Square dengan nilai harapan 40%. Total spermatozoa motil diuji menggunakan Pearson’s Chi Square dengan nilai harapan 40 juta spermatozoa motil per milliliter. Hasil penelitian menunjukkan motilitas spermatozoa pada CEP-2+10% KT (43,25 ± 1,69%) memiliki hasil terbaik dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan CEP-2+7,5% EK (22,5 ± 1,67%), CEP-2+10% EK (26,25 ± 2,43%), CEP-2+12,5% EK (30,25 ± 1,84%) dan CEP-2+15% EK (34,00 ± 2,42%). Analisis lebih lanjut dengan menggunakan Pearson’s Chi Square menunjukkan tidak terdapat perbedaan persentase motilitas pada CEP-2+10% KT dan CEP-2+15% EK setelah pendinginan selama 24 Jam. Nilai viabilitas menunjukkan hasil terbaik pada CEP-2+10% KT (72,06 ± 1,41%) dan berbeda sangat nyata dengan CEP-2+7,5% EK (41,43 ± 2,05%), CEP-2+10% EK (49,95 ± 4,06%), CEP-2+12,5% EK (58,70 ± 3,41%) dan CEP-2+15% EK (63,23 ± 2,99%). Persentase abnormalitas terbaik terdapat pada CEP-2+15% EK (16,13 ± 1,07%) disusul dengan CEP- 2+10% KT (16,24 ± 0,64%), CEP-2+12,5% EK (16,39 ± 0,87%) dan CEP-2+10% EK (17,11 ± 1,00%) hasil tersebut memiliki pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) jika dibandingkan dengan CEP-2+7,5% EK (19,16 ± 0,69%). Total spermatozoa motil menunjukkan bahwa perlakuan CEP-2+10% KT, CEP-2+7,5% EK, CEP-2+10% EK, CEP-2+12,5% EK, dan CEP-2+15% EK berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dengan standar SNI yaitu 40 juta spermatozoa motil per milliliter. Disimpulkan bahwa penggunaan ekstrak kedelai dalam pengencer basal CEP-2 belum mampu menjaga dan mempertahankan kualitas spermatozoa selama pendinginan, namun penggunaan ekstrak kedelai 15% mampu mempertahankan motilitas spermatozoa dan total spermatozoa motil selama pendinginan 24 jam. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah meningkatkan persentase penggunaan ekstrak kedelai di atas 10% hingga tercapai level optimum yang setara dengan kemampuan kuning telur dalam menjaga kualitas spermatozoa selama pendinginan.