Kelimpahan Populasi Tungau Pada Tanaman Apel Varietas Manalagi Di Pola Tanam Monokultur Dan Tumpangsari
Main Author: | Ratnasa, Nevi Meita Dwi |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/13653/1/NEVI%20MEITA%20DWI%20RATNASAR.pdf http://repository.ub.ac.id/13653/ |
Daftar Isi:
- Apel, Malus sylvestris Mill. (Rosaceae) merupakan tanaman yang tumbuh dan berbuah dengan baik di dataran tinggi yang bersuhu rendah. Di Indonesia, sentra tanaman apel terletak di Kota Batu dan di Kecamatan Poncokusumo Malang. Apel Manalagi merupakan salah satu varietas lokal yang mayoritas paling disukai konsumen dibandingkan dengan apel Varietas Anna dan Rome Beauty. Produksi apel di Kota Batu pada tahun 2013 sebanyak 838.915 kuintal dan pada tahun 2014 sebanyak 708.438 kuintal, produksi apel tersebut mengalami penurunan sebesar 15%. Salah satu faktor penting penurunan produksi tanaman apel adalah karena serangan hama. Tungau merupakan salah satu jenis hama penting pada tanaman apel yang dapat menurunkan produktivitas. Sistem pola tanam mempengaruhi keanekaragaman arthropod, penerapan pola tanam tumpangsari akan lebih efisien dalam menekan serangan hama atau dapat menurunkan kepadatan populasi hama dibandingkan pola tanam monokultur. Tanaman hias bunga pikok ungu Aster sp. (Asteraceae) dapat dijadikan sebagai tanaman penutup tanah pada pola tanam tumpangsari, karena tanaman berbunga dapat berfungsi sebagai sumber pakan, inang atau mangsa alternatif, dan refugia bagi musuh alami. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji jenis-jenis tungau dan kelimpahan populasinya pada tanaman apel Varietas Manalagi di pola tanam monokultur dan tumpangsari. Penelitian dilakukan di Desa Sumbergondo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu dan Laboratorium Hama Tumbuhan 4, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya pada bulan Agustus sampai September 2017. Penelitian ini dilakukan di lahan apel Varietas Manalagi pada pola tanam monokultur dan tumpangsari milik petani. Pada pola tanam tumpangsari terdapat 150 guludan. Setiap guludan terdapat satu pohon apel dan lebih kurang 25 bunga hias pikok ungu. Tanaman apel contoh yang diteliti berada ditengah-tengah lahan untuk mendapatkan kondisi yang relatif homogen dan ditetapkan secara diagonal sistematis pada masing-masing lahan sebesar 10% dari jumlah tanaman, sehingga ditetapkan 15 tanaman contoh. Pada metode penyungkupan, daun apel contoh disungkup menggunakan kantong plastik, dan diambil dari ranting berjumlah empat daun contoh sesuai dengan arah mata angin. Setiap daun apel contoh ditempatkan dalam satu kantong plastik yang telah ditandai dengan label penanda. Kantong plastik ditempatkan dalam lemari pendingin pada suhu 50C di laboratorium. Sedangkan pada metode pencelupan alkohol 70%, daun yang berdekatan dengan daun contoh yang diambil dengan cara disungkup dipetik dari ranting apel berjumlah empat daun contoh sesuai dengan arah mata angin, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan ditandai dengan label penanda. Daun contoh dicelup menggunakan alkohol 70% dengan memasukkan lebih kurang 20 ml ke dalam plastik, kemudian digoyanggoyangkan. Setelah itu larutan dituangkan ke dalam fial film. Tungau dikelompokkan berdasarkan kemiripan morfologi kemudian diamati dibawah mikroskop binokuler di Laboratorium Hama Tumbuhan 4. Pengambilan daun contoh dilakukan seminggu sekali selama delapan minggu. Perhitungan populasi tungau dilakukan pada permukaan atas dan bawah daun dan dihitung kelimpahan populasi telur, larva, nimfa, imago jantan, dan imago betina. Identifikasi menggunakan preparat tungau yang disiapkan dengan media larutanii Hoyer. Guna menentukan tungau fitofag dan tungau lainnya dengan menggunakan kunci identifikasi. Penetapan sampel bunga hias pikok ungu mengikuti denah penetapan tanaman apel contoh, yaitu ditetapkan 15 bunga hias pikok ungu contoh. Pengambilan bunga contoh dilakukan pada seluruh fase bunga yaitu fase kuncup, setengah mekar, mekar sempurna, dan daun. Pengamatan tungau pada bunga dan daun contoh dilakukan dibawah mikroskop binokuler dan dihitung kelimpahan populasi telur, larva, nimfa, imago jantan, dan imago betina. Identifikasi menggunakan preparat tungau yang disiapkan dengan media larutan Hoyer. Guna menentukan tungau fitofag dan tungau lainnya dengan menggunakan kunci identifikasi. Pengamatan bunga dilakukan dengan mengamati populasi tungau dan serangga yang berpotensi sebagai predator pada setiap fase bunga dengan menghitung kelebatan bunga. Perlakuan agronomi yang diterapkan pada masing-masing lahan apel didapatkan dari hasil wawancara dengan masing-masing petani pemilik lahan. Data kelimpahan populasi tungau fitofag dan tungau predator pada tanaman apel Varietas Manalagi di pola tanam monokultur dan tumpangsari yang diperoleh diuji dengan Uji T pada taraf kesalahan 5%. Tungau fitofag dan tungau predator pada pertanaman apel Varietas Manalagi di kedua lahan penelitian yaitu pada pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama. Spesies tungau fitofag yang ditemukan yaitu Tungau Merah Jeruk (TMJ) Panonychus citri (McGregor) dan Tungau Laba-laba Tetranychus urticae Koch dari famili Tetranychidae, sedangkan tungau predator yang ditemukan yaitu Agistemus longisetus Gonzalez-Rodriguez (Stigmaeidae) dan Neoseiulus fallacis (German) (Phytoseiidae). Perbedaan perlakuan agronomi pada pola tanam monokultur dan tumpangsari berpengaruh pada kelimpahan populasi tungau fitofag P. citri dan T. urticae, hal ini karena adanya perbedaan frekuensi pengolahan lahan yang dilakukan di lahan pertanaman apel Varietas Manalagi pada kedua sistem pola tanam, yaitu pada perlakuan pupuk kandang, pengaplikasian pestisida, pengaplikasian pupuk daun, dan penyiangan. Sedangkan perbedaan perlakuan agronomi pada pola tanam monokultur dan tumpangsari tidak berpengaruh pada kelimpahan populasi tungau predator A. long