Daftar Isi:
  • Isu gender merupakan salah satu masalah utama dalam pembangunan, terkhusus pembangunan sumber daya manusia. Istilah gender merujuk kepada apa yang diharapkan, diperbolehkan, dan dinilai dalam diri seorang perempuan dan laki-laki dalam suatu konteks tertentu. Dalam perjalanan sejarah pembangunan di Indonesia, sumber daya manusia baik itu laki-laki maupun perempuan dinyatakan sebagai sumber daya insani pembangunan yang partisipasinya sangat diharapkan untuk mewujudkan kesejahteraan nasional (BAPPENAS, 2001). Di Indonesia, ketimpangan gender terlihat dari segala aspek antara lain dalam lingkungan keluarga, kependudukan, pendidikan, ekonomi, pekerjaan, dan dalam pemerintahan. Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang ini juga sangat dipengaruhi oleh budaya dan kultural masyarakat Indonesia yang terdiri dari banyak etnis dan suku. Namun, saat ini perempuan sudah berkembang melangkah ke wilayah publik. Profesi yang dulu dominan untuk laki-laki, saat ini perempuan pun bisa menempatinya. Banyak alasan mengapa perempuan terdorong untuk maju melangkah ke ranah publik dan tidak stagnan di ranah domestik. Keikutsertaan perempuan dalam wilayah publik bukan tanpa tujuan atau hanya sekedar menyamakan posisi dengan laki-laki. Keberadaan perempuan dalam ranah publik memiliki tujuan utama yaitu bekerja, meskipun bekerja bukan menjadi kewajiban utama tetapi perempuan bekerja karena ingin berkembang dan memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Menurut Sajogyo (1983), keterlibatan perempuan untuk bekerja sebagian besar dikarenakan tuntutan ekonomi. Kondisi perekonomian keluarga yang lemah dan masih belum terpenuhi, sehingga mengakibatkan perempuan ikut andil dalam rangka untuk mendapatkan penghasilan. Perempuan yang bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Namun juga sebagai wujud untuk menempatkan dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada pada lingkungan sosial masyarakat di daerah setempat, hal tersebut terjadi pada Kelompok Wanita Tani (KWT) “Srikandi” di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. KWT Srikandi dibentuk untuk menyalurkan kemampuan dan keterampilannya dengan ikut berkontribusi dalam menghasilkan pendapatan rumah tangga melalui kegiatan usahatani sawi semi organik. Kelompok Wanita Tani Srikandi memilih kegiatan on farm dengan bercocok tanam sawi karena membutuhkan modal yang sedikit, mudah dalam pengelolaan, tidak terikat oleh waktu, dan membutuhkan lahan yang sedikit karena tanam di polybag. Alasan yang lain karena dengan bergabungnya perempuan pada sektor publik, mereka mengatur waktu sedemikian rupa sehingga semua peran yang di tanggungnya dapat terlaksana dengan seimbang. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi peranan perempuan tani dalam usahatani sawi semi organik di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. (2) Menganalisis kontribusi perempuan tani pada pendapatan rumah tangga melalui usahatani sawi semi organik di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif (descriptive quantitative research). Metode penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), yaitu di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Penentuan responden menggunakan metode sensus karena data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari seluruh anggota yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani Srikandi. Sehingga responden dalam penelitian ini adalah 30 orang. Metode analisis yang digunakan adalah Metode Analisis Gender Model Harvard yang terdiri dari empat aspek yaitu aspek aktivitas, aspek akses, aspek kontrol, dan aspek manfaat. Analisis pendapatan yang terdiri dari pendapatan usahatani dan pendapatan rumah tangga. Analisis kontribusi pendapatan dengan menghitung besarnya pendapatan perempuan tani melalui kegiatan usahatani sawi semi organik dan kegiatan non farm. Hasil penelitian adalah sebagai berikut : (1) Aspek akivitas yang dilakukan dalam sektor publik (sawi semi organik) maupun domestik (rumah tangga), perempuan lebih dominan dalam kegiatan aktivitas dengan presentase sebesar 79,05%. Pada aspek akses perempuan lebih dominan dalam mendapatkan akses atas sumberdaya dalam usahatani sawi semi organik dengan presentase sebesar 65,33%. Dan pada aspek kontrol, perempuan lebih dominan dalam mendapatkan peluang atas sumberdaya dalam usahatani sawi semi organik dengan presentase sebesar 72,50%. Sedangkan pada aspek manfaat dalam berusahatani sawi semi organik, laki-laki dan perempuan memperoleh manfaat secara bersama-sama dengan presentase sebesar 54,44%. Hal ini membuktikan bahwa peranan perempuan tani dalam melakukan usahatani sawi semi organik berperan lebih dominan terhadap laki-laki. (2) Kontribusi perempuan tani pada pendapatan rumah tangga adalah sebesar 30% dengan pendapatan sebesar Rp. 1.049.578,- dengan rincian yang berasal dari kegiatan usahatani sawi semi organik sebesar 7% dengan pendapatan sebesar Rp. 239.578,- per bulan dan berasal dari kegiatan non farm sebesar 23% dengan pendapatan sebesar Rp. 810.000,- per bulan. Sedangkan kontribusi anggota keluarga pada pendapatan rumah tangga yang berasal dari suami adalah sebesar 57% atau Rp. 2.041.366,- dan pendapatan anak sebesar 13% atau Rp. 463.333,-. Kontribusi yang berasal dari perempuan tani dengan presentase sebesar 30% sangat berarti dalam pendapatan rumah tangga, yaitu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan meningkatkan pendapatan keluarga.