Evaluasi Pelaksanaan dan Dampak Kebijakan Pembangunan “Sentra Aquabis Perikanan” dalam Meningkatkan Kesejahteraan Pembenih Ikan Lele (Clarias gariepinus) di Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Ja
Daftar Isi:
- Kabupaten Kediri merupakan kabupaten yang mempunyai potensi perikanan yang cukup tinggi, terutama dalam pembenihan ikan lele, benih ikan lele yang diproduksi dapat dipasarkan di beberapa daerah di Indonesia. Akan tetapi nama Kabupaten Kediri masih kurang menggaung di Indonesia dibandingkan tetangganya seperti Blitar, Tulungagung, serta yang di Jawa Tengah yaitu “kampung lele” Boyolali. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah kebijakan Pemerintah Kabupaten Kediri, salah satu kebijakannya adalah pembangunan Sentra Aquabis Perikanan atau biasa disebut SAP. Salah satu tujuan dari setiap kebijakan pembangunan di Kabupaten Kediri adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berangkat dari uraian tersebut Sehingga kami merasa perlu untuk meneliti tentang “Evaluasi Pelaksanaan dan Dampak Kebijakan Pembangunan “Sentra Aquabis Perikanan” dalam Meningkatkan Kesejahteraan Pembenih Ikan Lele (Clarias gariepinus) di Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi Sentra Aquabis Perikanan secara fisik dan non fisik, implementasi kebijakan pembangunan Sentra Aquabis Perikanan, outcome kebijakan pembangunan Sentra Aquabis Perikanan yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat, dan Respon dan harapan pembudidaya ikan lele terhadap pembangunan Sentra Aquabis Perikanan. Penelitian mengenai Analisa Kebijakan Pembangunan “Sentra Aquabis Perikanan” dalam Meningkatkan Kesejahteraan Pembenih Ikan Lele (Clarias gariepinus) di Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur ini dilaksanakan di Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 April sampai dengan 30 April 2013. Fokus penelitiannya ialah implementasi kebijakan pembangunan Sentra Aquabis Perikanan, dan dampak yang dihasilkan oleh kebijakan pembangunan Sentra Aquabis Perikanan. Adapun jenis dan sumber data pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dimana proses pengumpulannya dengan cara observasi langsung, wawancara, dan dokumentasi. Dengan metode pengambilan sampel secara snowball sampling untuk membuat peta populasi kemudian menentukan key informans, selain itu juga digunakan stratified random sampling yaitu untuk menentukan siapa saja yang menjadi sampel atau informan, metode ini digunakan karena informan tidak hanya pembudidaya ikan lele saja, tetapi juga pengelola SAP, Dinas Peternakan dan Perikanan, serta masyarakat di sekitar SAP. Untuk analisis datanya menggunakan deskriptif kualitatif. Kondisi fisik dan non fisik SAP sebelum dan sesudah adanya kebijakan adalah jalan yang menghubungkan SAP sebelum atau sesudah adanya SAP merupakan jalan utama Kediri – Jombang. Sarana yang ada di dalam SAP adalah kolam budidaya, kolam pemancingan, selain itu juga terdapat prasarana informasi perikanan tentang harga benih ikan, obyek Mina Wisata pada kolam pemancingan, serta tempat bertemunya pedagang dan pembeli ikan untuk bertransaksi. akses untuk menuju lokasi cukup mudah baik sebelum maupun sesudah adanya kebijakan, sedangkan untuk akses menggunakan fasilitas yang ada di SAP juga sangat mudah untuk masyarakat. Daya tarik pasar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran pasar, pertumbuhan pasar, struktur kompetisi pasar, serta faktor resiko. sistem penetuan harga ikan maupun benih ikan berdasarkan harga pasar serta kesepakatan antara kedua belah pihak. Lingkungan terbagi menjadi dua yakni lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Untuk lingkungan internal sebelum adanya kebijakan masih belum ada SAP (sumberdaya manusia dan fisik) sedangkan setelah ada kebijakan baik SDM, pelaksanaan fungsi manajemen serta fasilitas belum memadai. Untuk lingkungan eksternal, para pembudidaya mempunyai pelanggan masing-masing serta modal sosialnya cukup kuat, sedangkan setelah adanya kebijakan justru tumbuh kelompok “mafia” ikan yang berlaku sebagai makelar. Dengan adanya makelar tersebut, terdapat status sosial baru di masyarakat yaitu sebagai “mafia” ikan. Implementasi kebijakan SAP kurang lebih 35 % dari 5 tujuan SAP yang terealisasi meliputi menjadikan SAP pusat penyediaan informasi perikanan meski sementara ini hanya papan informasi terkait harga benih dan masih dalam bentuk sederhana. menjadikan SAP tempat wisata (Mina Wisata), upaya pemerintah untuk menjadikan SAP tempat wisata (Mina Wisata) tidak buruk, hal ini dibuktikan dengan adanya kolam pemancingan yang cukup ramai, akan tetapi masih belum cukup untuk menarik wisatawan dari luar, dibutuhkan penambahan-penambahan hal menarik. Outcome (dampak) kebijakan pembangunan SAP dari segi sosial adalah minat masyarakat untuk melakukan pembenihan ikan semakin tinggi sehingga semakin banyak usaha-usaha pembenihan yang bermunculan. Hal ini juga otomatis meningkatkan kualitas SDM terutama kemampuan dalam budidaya ikan lele. Dari segi budaya, muncul budaya baru hal ini dikarenakan munculnya status sosial baru sebagai “mafia” ikan yang bertindak sebagai makelar, modal sosial masih melekat kuat dalam melakukan usaha baik budidaya maupun pemasaran. Dari segi ekonomi, jumlah permintaan benih ikan maupun ikan konsumsi meningkat, yang menyebaban secara tidak langsung ekonomi masyarakat juga meningkat. Respon dan harapan masyarakat terhadap SAP dan pemerintah adalah Untuk respon, ada berbagai respon dari masyarakat baik respon positif maupun negatif, pada umumnya masyarakta kurang tau fungsi yang seharusnya SAP itu seperti apa. Masyarakat juga menyatakan di SAP banyak “mafia” atau makelar ikan, sedangkan harapan masyarakat terhadap pemerintah dan SAP adalah bertindak seperti yang apa yang seharusnya, contohnya : adanya pendampingan untuk setiap kegiatan perikanan, bantuan permodalan, bantuan pemasaran, SAP berfungsi sebagaimana mestinya, serta usaha yang dilakukan masyarakat lancar dan tanpa hambatan yang berarti.