Evaluasi Kelayakan Tambak Ditinjau Dari Segi Biofisik Di Desa Kedungpeluk Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur
Main Author: | Wibowo, Nugroho |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2012
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/132934/1/Laporan_Skripsi_-_Nugroho_Wibowo_%280810810018%29.pdf http://repository.ub.ac.id/132934/ |
Daftar Isi:
- Sidoarjo memiliki luas tambak sekitar ± 15.539,70 ha, tersebar di delapan kecamatan, yaitu Waru, Sedati, Buduran, Sidoarjo, Candi, Tanggulangin, Porong dan Jabon. Kawasan pertambakan di Kabupaten Sidoarjo merupakan tambak rakyat, komoditas ikan yang dibudidayakan lebih dari 60% tambak ialah tambak ikan bandeng. Desa Kedungpeluk merupakan salah satu wilayah di Sidoarjo dengan kondisi lingkungan berupa tanah tambak yang sebagian besar dimanfaatkan untuk budidaya oleh masyarakat sekitar. Desa ini terletak di Kecamatan Candi, sebelah timur kota Sidoarjo dan sangatlah produktif untuk menyokong pendapatan daerah melalui kegiatan perikanan dari tahun ke tahun yang digunakan untuk budidaya ikan bandeng, ikan nila, udang windu dan udang vannamei. Menurut Saeri (komunikasi pribadi, 2011), menjelaskan bahwa dari data desa 2008 menunjukkan luas lahan tambak di desa Kedungpeluk sebesar ±1.031,655 Ha yang terdiri dari 64% sistem tradisional, 24% semi intensif, dan 12% intensif. Namun, kini hasil produksi perikanan di Desa Kedungpeluk semakin berkurang terutama ikan Bandeng. Dengan mengetahui permasalahan melalui evaluasi kelayakan tambak, diharapkan solusinya bisa diterapkan dan membawa lingkungan perairan tambak di Desa Kedungpeluk menuju optimal bagi kehidupan ikan dan udang. Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menjelaskan kondisi biofisik tambak tradisional dilihat dari fitoplankton, kualitas air dan kualitas tanah di Desa Kedungpeluk Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo. Serta untuk menilai kelayakan tambak tradisional di Desa Kedungpeluk Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo berdasarkan kondisi biofisik tambaknya. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 – Desember 2011 di Laboratorium Fisika Kimia Tanah Fakultas Pertanian, serta Laboratorium Hidrobiologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Pengambilan serta pengukuran sampel ini dilakukan pada 4 tambak yakni tambak pendederan dengan 2 stasiun pengambilan yaitu pada daerah tandon tambak dan tengah tambak sehingga jumlah pengambilan sampel adalah 8 untuk sampel air dan 4 untuk sampel tanah. Pengambilan sampel ini dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali dalam 4 minggu. Sampel diambil hanya 1 kali dalam 1 minggu yaitu pada siang hari pukul 09.00 – 11.00 WIB. Pengambilan data primer meliputi observasi, wawancara dan partisipasi yang diperoleh secara langsung dari obyek yang diteliti. Sedangkan pengambilan data sekunder merupakan data yang pengumpulannya diperoleh peneliti secara tidak langsung dari obyek yang diteliti misalnya dari buku, keterangan-keterangan atau melalui browsing internet seperti data keadaan dan kondisi tambak, letak geografis, dan data-data lain yang diperlukan dalam penyusunan laporan. Pengukuran dan analisis kualitas air dilakukan sesuai prosedur dengan menggunakan parameter tanah (meliputi tekstur, bahan organik tanah, ph tanah, kapasitas tukar kation, potensial redoks) dan air (meliputi suhu, kecerahan, salinitas, pH, oksigen terlarut, nitrat, orthofosfat, Total Organic Matter, densitas dan diversitas plankton). vi Analisis data dilakukan dengan cara, data yang didapat dikelompokkan menjadi empat kelompok stasiun. Kemudian dihitung rata-rata dari masingmasing kelompok data dalam setiap variabel, selanjutnya data tersebut disajikan dalam bentuk tabel. Sedangkan untuk mengetahui seberapa besar peran variabel pendukung tersebut dilakukan scoring. Selanjutnya, dengan rumus water quality index / soil quality index maka diperoleh batas atas dan batas bawah untuk menilai kelayakan tambak. Kemudian, didapatkan interval nilai klas kelayakan kualitas air dan tanah sebagai indikator kelayakan tambak untuk budidaya yakni 68,98 – 98,01 (Kualitas air dan tanah dalam kategori sangat layak); 39,94 – 68,97 (Kualitas air dan tanah dalam kategori sedang); 10,89 – 39,93 (Kualitas air dan tanah dalam kategori tidak layak). Berdasarkan hasil penelitian, tambak ini merupakan tambak tradisional dengan padat penebaran yang rendah yakni hanya 3 – 6 rean nener dan 15 rean benur sehingga menyebabkan kebutuhan pakan tambahan tidak diperlukan, sehingga tambak tradisional ini hanya mengandalkan pakan alami. Konstruksi tambak untuk dasar dan pelataran seluruhnya adalah tanah. Tambak 1 seluas ± 6 Ha, tambak 2 seluas ± 4,75 Ha, tambak 3 seluas ± 5 Ha, tambak 4 seluas ± 5 Ha. Sumber air payau tambak ini berasal dari air laut yang mengalir melalui sungai Bahgepuh (mengairi tambak 1 dan 2) dan sungai kalikedung (mengairi tambak 3 dan 4) yang dialirkan melalui pintu-pintu air di tambak. Sistem pengisian air dilakukan dengan melihat waktu pasang surut (15 hari sekali). Hasil penelitian tanah menunjukkan tekstur tanah tambak 3 dan 4 lebih baik kondisinya dengan tekstur liat dibandingkan pada tambak 1 dan 2 yang bertekstur liat berdebu. Bahan organik tanah keempat tambak tersebut juga mempunyai kandungan yang tinggi dibandingkan dengan kondisi tambak ideal menurut Boyd et al., (2002) yaitu kisaran 1 – 3 %. Sedangkan kisaran pH terendah didapatkan pada tambak 3 dan 4 minggu pertama yakni 6,8. Dan kisaran tertinggi didapatkan pada minggu keempat dengan kisaran 7. Begitu pula potensial redoks tanah pada keempat tambak berada dalam kisaran rendah yakni (-74 mV) sampai (-232 mV) yang berarti kondisi tersebut kurang baik mengingat nilai yang optimal bagi tanah tambak adalah > 250 mV (Direktorat Pembudidayaan, 2003). Perbedaan KTK pada keempat tambak tidak begitu berbeda jauh, yakni dengan kisaran terendah 35,23 me/100g dan kisaran tertinggi 51,68 me/100g. Sehingga, nilai klas kelayakan tanah pada keempat tambak dengan menggunakan soil quality index (SQI) diniliai kurang layak untuk budidaya dengan nilai didapatkan tambak 1, 2, 3, 4 berturut-turut 36,06926; 33,8724; 37,1490; 36,5904. Hasil penelitian kualitas air menunjukkan bahwa kecerahan pada keempat tambak penelitian tergolong baik mengikuti intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan yakni antara 30,5 – 62 cm. Begitu pula kisaran suhu keempat tambak masih tergolong normal dengan nilai 26oC – 34,3oC. Kisaran kadar DO dari keempat tambak didapatkan minimal 5,5 mg/l pada suhu 33 oC dan kisaran DO maksimal adalah 8,4 mg/l pada suhu 27 oC yang menunjukkan bahwa kisaran tersebut tergolong baik untuk organisme budidaya. Kisaran kandungan karbondioksida di perairan tambak 1, 2, 3, 4 selama penelitian yang dimulai dari minggu pertama hingga minggu keempat adalah 0 mg/l yang berarti bahwa kadar CO2 bebas di perairan berada dalam bentuk ikatan, yaitu dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3 -). Kisaran salinitas dari keempat tambak didapatkan 8 ppt – 16 ppt. Kisaran pH dari keempat tambak didapatkan 7,4 – 8,9. Kadar nitrat tertinggi didapatkan pada tambak 2 minggu pertama yakni sebesar 3,571 dan kadar nitrat terkecil terdapat pada pengambilan sampel tambak 3 minggu kedua yakni 2,151 mg/l. Kadar orthofosfat tertinggi didapatkan pada tambak 4 minggu pertama yakni sebesar 3,571 dan kadar orthofosfat terkecil terdapat pada tambak 1 vii minggu pertama yakni 0,01 mg/l. Kadar TOM tertinggi didapatkan pada tambak 3 dan tambak 4 minggu pertama yakni sebesar 3,9 mg/l dan kadar TOM terkecil terdapat pada tambak 4 minggu keempat yakni 2,2 mg/l. Dari data hasil penghitungan kelimpahan fitoplankton pada tambak 1 berkisar antara 2,1.105 ─ 3,7.105 sel/L. Pada tambak 2 berkisar antara 1,96.105 s/d 3,6.105 sel/L. Pada tambak 3 berkisar antara 2,2.105 s/d 3,47.