Evaluasi Perencanaan Pengelolaan Pesisir di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur tahun 1991/1992-2013/2014
Main Author: | YulianMariyani |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2007
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/132273/1/050803184.pdf http://repository.ub.ac.id/132273/ |
Daftar Isi:
- Pencemaran dan ”overfishing” yang terjadi di pesisir Muncar merupakan salah satu indikator bahwa perencanaan pengelolaan pesisir tidak dilakukan secara terpadu. Selama ini penelitian dalam bidang menejemen sumberdaya perairan lebih ke substansi teknik seperti mangrove, ikan, lamun tetapi untuk penelitian menejemennya terutama yang fokus pada evaluasi belum pernah dilakukan (komunikasi pribadi Sudaryanti, 2007)*. Materi yang dievaluasi adalah proses perencanaan sumberdaya perairan khususnya pesisir. Informasi yang diperoleh dari evaluasi dapat digunakan sebagai masukan untuk melakukan perencanaan pengelolaan pesisir di masa depan. Tujuan dari penelitian ini salah satunya adalah untuk proses perencanaan yang selama ini dilakukan dan status perencanaannya. Penelitian dilakukan pada tanggal 29 Januari-21 Februari 2007. Metode yang digunakan adalah metode survai. Pada penelitian ini, data yang diambil meliputi data primer yaitu proses perencanaan dan data sekunder berupa dokumen.. Penentuan sampel dengan menggunakan “Snowball Sampling Technique” yang di kombinasi dengan ’stakeholders’ yang ada. Analisis data menggunakan ”professional judgement” dengan komparasi metode ZOPP. Hasil penelitian diperoleh profil masyarakat Muncar. Jumlah penduduk Muncar bulan Desember 2006 berjumlah 125.692 jiwa yang terdiri dari 63.173 jiwa laki-laki dan 62.519 jiwa perempuan. Tingkat pendidikan masyarakat paling banyak adalah tamat SD/Sederajat sebesar 44.825 jiwa (41,14%) sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit adalah tingkat sarjana yaitu sebesar 938 jiwa (0,86%). Mata pencaharian penduduk Muncar sebagian besar adalah pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan sebesar 35.681 jiwa (62,91%). Dari jumlah ini yang berprofesi sebagai nelayan mencapai 11.958 jiwa yang terdiri dari 1.028 jiwa juragan dan 10.930 jiwa pendega. Untuk bidang industri pengolahan sebanyak 6.407 jiwa (11,41%). Di bidang bangunan 1.052 jiwa (1,85%), perdagangan 8.575 jiwa (15,12), angkutan 898 jiwa (1,58%), keuangan 610 jiwa (1,07%) dan jasa 3372 jiwa (5,95%). Profil kegiatan di pesisir Muncar meliputi penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, penambahan atau pengembangan alat tangkap dan nelayan andon, budidaya keramba jaring apung, budidaya tambak, pendaratan ikan di TPI, berkembangnya kawasan industri pengolahan perikanan, pemukiman di sekitar bantaran sungai, dan aktivitas pembuangan limbah industri dan limbah domestik. Dari berbagai profil kegiatan yang dilakukan menunjukkan pemanfaatan pesisir oleh banyak sektor. Analisis masalah menunjukkan betapa kompleksnya permasalahan yang ada meliputi masalah teknis, sosial, tata ruang. Penyelesaian masalah pencemaran belum pernah dilakukan, sampai saat ini baru usulan program dari masing-masing dinas terkait. Proses perencanaan di Muncar menurut 60,01% responden yang semuanya berasal dari perwakilan instansi menyatakan proses perencanaan bersifat ”Bottom Up” tetapi tidak ada data untuk mendukung pernyataan tersebut. Instansi tidak terbuka dalam komunikasi karena enggan kinerja kantornya dievaluasi. 29,41% responden mengaku tidak dilibatkan sampai tahap pengambilan keputusan atau bersifat “Top Down”. Pengambilan keputusan yang bersifat ”Top Down” menyebabkan adanya tumpang tindih perencanaan dalam pemanfaatan ruang pesisir oleh sektor terkait. Akibatnya perencanaan pengelolaan pesisir masih bersifat sektoral Analisis partisipatif 73,33% responden selalu terlibat dalam proses perencanaan, 26,67% tidak selalu dilibatkan dan 6,67% tidak pernah dilibatkan. Bentuk partisipasi dalam proses perencanaan adalah pasif karena “stakeholders” tidak dilibatkan sampai pengambilan keputusan. Mengenai alasan mereka mau berpartisipasi dalam perencanaan karena kesadaran diri (33,33%), karena status sebagai tokoh masyarakat (13,33%) dan karena pengabdian pada negara (66,67%). Bentuk peran serta masyarakat adalah aktif dengan tingkat partisipasi memberikan informasi yang diperlukan dan tingkat partisipasi fungsional. Dalam metode ZOPP partisipasi seperti ini kurang sempurna karena tidak melibatkan sampai pengambilan keputusan. Faktor pendukung dalam perencanaan pesisir adalah (1) karena mulai ada keinginan masyarakat untuk berperan serta mengelola sumberdaya pesisir 46,67%; (2) karena adanya upah 20%. Untuk faktor penghambatnya antara lain (1) kurangnya koordinasi dan kerjasama antar ”stakeholders” 50%, yang mengakibatkan pelaksanaan tidak sesuai dengan hasil perencanaan sehingga timbul rasa malas untuk mengikuti rapat; (2) masyarakat tidak dilibatkan dalam seluruh proses perencanaan 33,33%; (3) tidak bisa menentukan skala prioritas sebesar 33,33%. Hal ini dikarenakan kurangnya data yang dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan Kesimpulan yang diperoleh adalah (1) Profil kegiatan yang dilakukan di pesisir Muncar melibatkan banyak sektor antara lain perikanan, perindustrian, pemukiman dan lingkungan hidup. Profil masalah menunjukkan betapa kompleksnya permasalahan yang ada baik yang bersifat teknis, sosial, tata ruang dan penegakan hukum. (2) Proses perencanaan pengelolaan pesisir Muncar selama ini belum terpadu. (3) Faktor pendorongnya adalah mulai ada keinginan dari masyarakat untuk berperan serta dalam mengelola sumberdaya pesisir dan adanya upah dalam pelaksanaan program. Faktor penghambatnya antara lain kurangnya koordinasi dan kerjasama antar ”stakeholders” sehingga mengakibatkan pelaksanaan yang tidak sesuai dengan hasil rencana, masyarakat tidak selalu dilibatkan dalam seluruh proses perencanaan artinya tidak sampai pada tahap pengambilan keputusan, sulitnya menentukan skala prioritas.Saran kebijakan untuk pemerintah yaitu perencanaan pengelolaan pesisir muncar sebaiknya dilakukan secara terpadu dan partisipatif dengan melibatkan ”stakeholders” serta ditunjang dengan bahan kajian baik dari tata ruang, sosial serta ekosistem. Agar perencanaan tersebut bisa berjalan perlu dibentuk lembaga/komisi independen non pemerintah yang tugasnya mengkoordinasikan instansi terkait, masyarakat dan ”stakeholders” lainnya untuk pengambilan keputusan pengelolaan wilayah pesisir. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya mengkaji kondisi yang ada di wilayah pesisir tapi juga kondisi daerah aliran sungai (DAS) dan melibatkan responden dari pihak legislatif, eksekutif, yudikatif dan Perguruan Tinggi.