Apakah Keanekaragaman Cacing Tanah Yang Rendah Adalah Indikator Hutan Terdegradasi? (Studi Kasus: Kawasan Konservasi TNBTS)

Main Author: Karima, Fadilatul
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/132064/1/Jurnal_Fadilatul_Karima_13504020111060.pdf
http://repository.ub.ac.id/132064/2/Skripsi_Fadilatul_Karima_135040200111060.pdf
http://repository.ub.ac.id/132064/
Daftar Isi:
  • Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) adalah kawasan konservasi yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi. Adanya peningkatan luas lahan terdegradasi dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, menyebabkan jumlah dan komposisi jenis pohon dan tumbuhan bawah berkurang, sehingga berpengaruh terhadap keanekaragaman cacing tanah. Penelitian mengenai cacing tanah telah banyak dilakukan, namun masih terbatas pada sebaran kepadatan populasi saja. Penelitian mengenai keanekaragaman jenis dan fungsi cacing tanah, terutama dalam mempertahankan fungsi hidrologi hutan masih sangat terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keanekaragaman jenis cacing tanah dan kerapatannya sebagai indikator degradasi hutan di wilayah TNBTS, serta mempelajari hubungan antara keanekaragaman cacing tanah dengan porositas tanah. Pengamatan dilakukan di hutan degradasi dan hutan utuh (sebagai pembanding) dalam zona rehabilitasi di wilayah RPTN Coban Trisula dan RPTN Gunung Pananjakan TNBTS mulai bulan September-Desember 2016. Contoh cacing tanah diambil dengan metode TSBF monolit dengan luas petak 50 x50 cm di kedalaman 0-10 cm; 10-20 cm; dan 20-30 cm. Penetrasi tanah di ukur dengan menggunakan hand penetrometer pada setiap titik pengamatan cacing tanah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keanekaragaman cacing tanah (indeks H’) di hutan degradasi maupun hutan utuh di TNBTS tergolong rendah, rata–rata 0,72 dengan indeks kekayaan jenis (R) yang sama, rata–rata 1,15; sedangkan indeks kemerataan jenis (E) di hutan degradasi 0,33 dan di hutan utuh lebih merata (indeks E = 0,83). Total spesies cacing tanah yang ditemukan ada 13 spesies, dengan 7 spesies merupakan spesies native.Ada 3 spesies native yang ditemukan di hutan degradasi, yaitu Metaphire sp. 1, Megascolex sp. 1 dan Megascolex sp. 2, namun kerapatan populasi cacing tanah di kedua jenis hutan tergolong rendah, rata–rata hanya 3 ekor m-2 saja. Kondisi porositas tanah di kedua jenis hutan di wilayah TNBTS masih tergolong tinggi, rata–rata 63 %, dengan penetrasi tanah yang termasuk kelas rendah rata–rata 0,010 MPa. Rendahnya ketahanan penetrasi tanah di wilayah tersebut berhubungan erat dengan meningkatnya porositas tanah, yang ditunjukkan dengan persamaan y = -0,0033x + 0,3055 (R2 = 0,49). Total C-organik tanah di hutan degradasi tergolong rendah, rata–rata 1,79%, sedangkan di hutan utuh, rata–rata 2,71 % tergolong tinggi. Peningkatan populasi cacing tanah berhubungan erat dengan peningkatan total C-organik tanah, yang ditunjukkan dengan persamaan y = 0,9928x + 0,3151 (R2 = 0,22). Namun demikian,hubungan populasi cacing tanah dengan penetrasi tanah sangat lemah (r = -0,0064).