Analisis Rantai Pasok Benih Padi Pada Ud. Vtms Di Kabupaten Malang: Perspektif Supplier Relationship Management (Srm)

Main Author: Ismi`ChalimatusS, Nurul
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/132060/1/Cover.pdf
http://repository.ub.ac.id/132060/1/Halaman_Pembuka.pdf
http://repository.ub.ac.id/132060/2/Bab_I-VI.pdf
http://repository.ub.ac.id/132060/
Daftar Isi:
  • Ketersediaan benih unggul padi bersertifikat secara kontinyu bagi petani adalah kondisi yang mutlak diperlukan dalam rangka meningkatkan hasil dan kualitas produksi. Tentu ketersediaannya tidak dapat terlepas dari ketepatan pengadaan dan penyaluran benih sampai ke tangan petani sesuai dengan prinsip 6 Tepat (6T). Jika dibandingkan antara jumlah produksi benih dan kebutuhan riil benih padi, maka kondisi dari perbenihan padi sampai saat ini masih belum`mampu memasok kebutuhan benih padi bersertifikat secara 6 Tepat ditingkat petani (Mulyandari et al., 2014). Sebagai produsen benih padi, baik BUMN maupun swasta, keduanya dituntut agar dapat memenuhi kebutuhan benih unggul padi bersertifikat. Sektor perbenihan formal baru hanya mencukupi 64,9% kebutuhan benih (Direktorat Perbenihan, 2011). Fenomena di lapang menunjukkan bahwa peran swasta (UD, CV, kelompok tani dan perorangan) sangat dominan sebasar 70%, dan kebutuhan benih sisanya dipenuhi oleh sektor BUMN. PT SHS dan PT Pertani sebagai BUMN yang dipercaya untuk mengelola subsidi benih hanya berperan sebesar 30% dalam mencukupi kebutuhan benih padi (Rachman dkk., 2004). Pada produsen benih padi, baik dari sektor swasta maupun BUMN didalam hal produksi benih padinya tidak semua benih yang dihasilkan berasal dari lahan milik sendiri, tetapi juga melakukan kerjasama dengan petani mitra sebagai pemasok untuk memenuhi kebutuhan Calon Benih Kering Sawah (CBKS). Sebagian besar benih padi yang diproduksinya ditanam oleh petani mitra yang menjalin kontrak dengan produsen/penangkar swasta agar dapat memenuhi seluruh permintaan pasar. Maka dari itu, suatu perusahaan harus mempunyai hubungan yang baik dengan pemasok (Ahda, 2009). Untuk menjaga hubungan antara perusahaan dengan petani mitra maka perlu strategi tersendiri yang dikenal dengan istilah Supplier Relationship Management (SRM). Menurut sumber data dari UPT PSBTPH Jawa Timur, Kabupaten Malang merupakan salah satu wilayah yang masuk dalam lima besar produsen yang berpartisipasi dalam sistem produksi benih padi terbesar di Jawa Timur. Menurut data dari Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB, 2015), UD. VTMS merupakan produsen benih padi swasta murni dengan jumlah produksi terbesar dan wilayah pemasaran paling luas di Kabupaten Malang. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis kondisi rantai pasok benih padi pada UD. VTMS di Kabupaten Malang, dari perspektif SRM sebagai gambaran untuk melihat kondisi rantai pasok benih padi di Jawa Timur. Studi Supply Chain Management telah banyak digunakan untuk mengetahui kinerja rantai pasok suatu perusahaan. Pasutham (2012) menggunakan pendekatan SCM untuk mengetahui kinerja rantai pasok pada perusahaan di Thailand dengan melihat integrasi Supply Chain Management secara macro process mulai dari SRM, ISCM, dan CRM. Selain itu, studi SCM juga dilakukan pada penelitian Chan dan Qi (2003) dengan mengusulkan metode pengukuran kinerja yang inovatif untuk berkontribusi pada pengembangan manajemen rantai pasok dari lima proses inti. Penelitian-penelitian terdahulu terkait SCM hanya dilakukan pada produk manufaktur dengan melihat supply chain secara macro process. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini mengkaji kondisi Suppier Relationship Management rantai pasok benih padi dimana lebih cenderung berfokus rantai pasok hulu, yaitu pada hubungan kerjasama yang terjalin antara perusahaan dengan pemasoknya. Berdasarkan fenomena yang ditemukan di lapang, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kondisi rantai pasok produk manufaktur dengan rantai pasok produk pertanian, dalam hal ini adalah perusahaan yang terlibat pada rantai pasok benih padi. Oleh karena itu, kondisi SCM dari perspektif SRM nya pun akan berbeda. Penelitian dilakukan di Kabupaten Malang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi rantai pasok benih padi pada UD. VTMS dari perspektif SRM. Responden penelitian ini ada tiga macam yaitu responden produsen benih padi, responden petani mitra tingkat I, dan responden petani mitra tingkat II. Hanya terdapat 1 responden produsen benih padi, yang dipilih secara sengaja (purposive). Metode penentuan sampel untuk responden petani mitra tingkat I menggunakan metode snow ball sampling. Jumlah sampel adalah 6 responden petani mitra tingkat I. Sedangkan metode penentuan sampel untuk responden petani mitra tingkat II menggunakan metode simple random sampling. Jumlah sampel adalah 19 responden petani mitra tingkat II. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara untuk mengumpulkan data primer dan dokumentasi untuk mengumpulkan data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif. Analisis statistik deskriptif digunakan dalam menganalisis kondisi rantai pasok benih padi pada UD. VTMS dari perspektif Supplier Relationship Management (SRM). Dilakukan persepsi 2 arah pada pihak-pihak yang terlibat dalam kerjasama rantai pasok benih padi, yaitu persepsi UD. VTMS terhadap petani mitra tingkat I maupun sebaliknya dan juga persepsi petani mitra tingkat I terhadap petani mitra tingkat II maupun sebaliknya. Pengukuran persepsi responden dilakukan terhadap masing-masing konsep, indikator, dan variabel penelitian. Berikut ini hasil penelitian kondisi SRM rantai pasok produksi benih padi pada UD. VTMS di Kabupaten Malang, yang menunjukkan bahwa: 1. Seluruh responden bersepakat bahwa indikator kinerja supplier dan proses seleksi supplier dinilai sebagai hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam hubungan kerjasama. Sedangkan indikator green supplier dinilai sebagai hal yang tidak penting untuk dipertimbangkan dalam hubungan kerjasama (lampiran 2a). Karena itu, dalam seleksi/pemilihan suppliernya juga belum menerapkan konsep green supplier. Seleksi supplier dipilih tanpa memerhatikan isu lingkungan. Hal ini dikarenakan, perusahaan menganggap bahwa konsep green supplier masih sulit untuk diterapkan dalam pemilihan pemasok/petani mitra dalam proses produksi benih padi. 2. Seluruh responden bersepakat bahwa indikator koordinasi dengan supplier, integrasi informasi, hubungan organisasional, serta penggunaan teknologi dan informasi dinilai sebagai hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam hubungan kerjasama (lampiran 2b). 3. Koordinasi yang seharusnya dilakukan pada hubungan kerjasama antara perusahaan dengan mitranya, tidak berlaku pada kerjasama yang terjalin antara perusahaan UD. VTMS dengan petani mitranya. UD. VTMS selaku produsen benih padi tidak melakukan kerjasama terkait peningkatan proses produksi dengan mitranya, tidak melakukan cara untuk memperkuat kerjasama pada periode mendatang, maupun tidak melakukan koordinasi mengenai pemesanan ekstra kepada petani mitranya. Hal ini disebabkan karena tidak terdapat kontrak formal yang mengikat dalam kerjasama mereka. Perusahaan tetap melakukan upaya untuk memperkuat kerjasama yang berorientasi keberlanjutan meskipun tidak dilakukan koordinasi mengenai rencana produksi, rencana peningkatan target produksi, maupun mengenai pemesanan ekstra dengan petani mitranya. Tidak kalah pentingnya yaitu stok benih yang diminta oleh mitra tingkat I harus selalu dapat disediakan oleh perusahaan, sehingga petani mitra tingkat I tidak akan merasa kecewa. Begitu juga sama halnya yang dilakukan oleh petani mitra tingkat I dalam kerjasamanya dengan petani mitra tingkat II. 4. Seluruh responden bersepakat bahwa indikator efektifitas komunikasi mengenai pembelian dan efektifitas administrasi kontrak dinilai sebagai hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam hubungan kerjasama (lampiran 2c). 5. Dalam orientasi relasi/hubungan kerjasama antara perusahaan benih padi dengan petani mitra tingkat I, perusahaan sangat membutuhkan petani mitra untuk memasok dan memenuhi kebutuhan benih padi untuk dipasarkan. Sedangkan pada orientasi relasi kerjasama antara petani mitra tingkat I terhadap perusahaan benih padi, petani mitra tingkat I membutuhkan kerjasama dengan perusahaan benih padi agar keunt