Daftar Isi:
  • Bawang merah adalah jenis tanaman sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia (2014), jumlah produksi bawang merah di Indonesia terus meningkat dari tahun 2011 hingga tahun 2013. Untuk tetap meningkatkan produksi bawang merah, diperlukan teknik budidaya yang baik pula terutama pada musim penghujan. Salah satu teknik budidaya untuk meningkatkan produksi bawang merah yaitu dengan memperbaiki iklim mikro di sekitar tanaman. Teknik modifikasi iklim mikro dapat dilakukan dengan menggunakan mulsa. Aplikasi mulsa merupakan salah satu upaya menekan pertumbuhan gulma, memodifikasi keseimbangan air, suhu dan kelembaban tanah serta menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Fithriadi, 2000). Penggunaan mulsa organik seperti mulsa jerami padi merupakan pilihan alternatif yang tepat karena dapat memanfaatkan limbah jerami di areal persawahan. Untuk memaksimalkan penggunaan mulsa jerami bagi tanaman bawang merah perlu diketahui waktu penggunaan mulsa jerami yang tepat bagi tanaman guna mengoptimalkan pertumbuhan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu penggunaan mulsa jerami yang tepat pada setiap varietas bawang merah dan untuk mengetahui pengaruh penggunaan mulsa jerami pada varietas bawang merah. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu semakin cepat pemberian mulsa semakin menekan pertumbuhan gulma, dan semakin baik pertumbuhan tanaman bawang merah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juni 2015 di Desa Siman, Kepung, Kediri, Jawa Timur. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit bawang merah varietas Thailand dan Bauji, jerami padi, pupuk kandang 20 t ha-1, NPK 73 kg ha-1 dan pupuk untuk kocor NPK 65,5 kg ha-1, KNO3 8,2 kg ha-1, DGW 2,7 kg ha-1 dan air. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 2 faktor yaitu waktu penggunaan mulsa jerami dan varietas bawang merah. Faktor pertama penggunaan varietas bawang merah yaitu V1 = Thailand, V2 = Bauji. Sedangkan faktor kedua waktu penggunaan mulsa jerami yaitu D0 (control) = tanpa mulsa jerami, D1 = 10 HST, D2 = 20 HST, D3 = 30 HST, D4 = 40 HST. Perlakuan tersebut diulang tiga kali dan setiap petak percobaan terdiri dari 70 tanaman, sehingga jumlah tanaman pada seluruh petak percobaan sebanyak 2100 tanaman. Pengamatan yang dilakukan pada 15, 30, 45, 60 hari setelah tanam (HST) pada 8 tanaman sampel. Variabel yang diamati yaitu tinggi tanaman (cm), jumlah ii daun rumpun-1, jumlah anakan rumpun-1 pada 15, 30, 45 hst dan jumlah umbi rumpun-1, berat basah umbi rumpun-1, berat kering umbi rumpun-1, berat kering umbi ha-1, suhu dan kelembaban tanah. Data pengamatan yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANOVA) Rancangan Petak Terbagi (RPT). Bila hasil pengujian diperoleh perbedaan yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji perbandingan masing-masing perlakuan dengan menggunakan Uji BNT pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara varietas bawang merah dengan pemberian mulsa jerami pada berat umbi ha-1. Pengamatan jumlah daun, jumlah anakan, bobot basah dan kering umbi rumpun-1, bobot basah dan kering umbi ha-1 menunjukkan hasil yang lebih tinggi pada pemberian mulsa jerami 10 hst (D1) dibandingkan dengan perlakuan yang lain baik pada varietas Thailand maupun Bauji. Hal tersebut dikarenakan semakin cepat aplikasi mulsa jerami dilakukan maka akan semakin baik pula pertumbuhan tanaman dikarenakan mulsa jerami yang berfungsi untuk menekan pertumbuhan gulma, sebagai bahan organik tanah, memperbaiki infiltrasi air hujan dan juga memperbaiki iklim mikro tanah. Sedangkan penggunaan varietas Thailand dan Bauji tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, bobot basah dan kering umbi rumpun-1 dan dapat dikarenakan sifat dan karakter varietas tersebut yang merupakan varietas lokal unggul dan non-lokal unggul.