Evaluasi Pelaksanaan Program Batu Go Organic di Desa Giripurno Kecamatan Bumiaji Kota Batu

Main Author: GhifarryZikriafdhillah, Raditya
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2016
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/131916/1/Skripsi_%28Raditya_Ghifarry_Zikriafdhillah%29.pdf
http://repository.ub.ac.id/131916/
Daftar Isi:
  • Program revolusi hijau masuk ke Indonesia pada tahun 1966 dengan mengganti penggunaan benih unggul lokal menjadi varietas unggul yang diberikan oleh pemerintah dengan sifat tanaman tegak dan merespon pemberian pupuk yang tinggi. Baru pada tahun 1984 terjadi peningkatan produksi dan Indonesia mencapai swasembada beras. Laju kenaikan produksi tahun 1969-1980 mencapai 5,6% dan selanjutnya pada 1980-1984 menjadi 7,2% (Las, 2009). Peningkatan produksi tidak sebanding dengan penigkatan kesejahteraan masyarakat pada saat itu, justru terjadi pencemaran lingkungan, ledakan hama, dan hilangnya varietas unggul lokal (Wattimena, 2014). Kejadian tersebut dapat terulang kembali jika petani tetap terus menggunakan bahan kimia sebagai input secara berlebihan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan bertani secara organik. Menurut Canadian Standars Board National Standar for Organik Agriculture pertanian organik merupakan sistem produksi holistik yang dibentuk untuk mengoptimalkan produktivitas dan kemampuan dari bermacam komunitas dalam agroekosistem , termasuk organisme tanah, tanaman, ternak, dan manusia dengan tujuan utamanya adalah mengembangkan usaha produktif yang berkelanjutan dan sejalan dengan lingkungan (Nurhidayati, dkk, 2008). Pada tahun 2010 Asosiasi Organik Indonesia mencatat sebanyak 239.872 Ha yakni sebesar 0,6% luas lahan pertanian Indonesia telah diolah secara organik baik yang telah maupun belum tersertifikasi sedangkan menurut Organic Agriculture Statistic jumlahnya lebih banyak yakni 74.000 Ha (Herawati, Hendrani, dan Nugraheni, 2014). Munculnya pertanian organik didukung degan tren gaya hidup sehat dan kembali ke alam (back to nature). Kesadaran masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan zat kimia membuat masyarakat lebih selektif dalam memilih produk yang akan mereka konsumsi. Desa Giripurno merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan bumiaji yang mengikuti program Batu Go Organic dari Dinas Pertanian Kota Batu. Desa Giripurno dikenal sebagai produsen sayuran eksotis dan organik, serta penghasil beras organik. Di desa ini terdapat kawasan seluas 10 Ha yang dijadikan sebagai percontohan program Batu Go Organic. Kawasan tersebut dipergunakan oleh 30 petani yang merupakan anggota kelompok tani Makmur Sejahtera. Sampai saat ini program tersebut masih dalam pengembangan dan belum berhasil sepenuhnya. Oleh karena itu peneliti ingin mencoba melakukan penelitian mengenai evaluasi dari pelaksanaan program pertanian organik di Desa Giripurno. Evaluasi program Batu Go Organik di Desa Giripurno dilihat dan dinilai dari 4 faktor kegiatan yaitu Sosialisasi program yang masuk dalam kategori tinggi dengan persentase 92,6%, kegiatan pemberian bantuan yang masuk dalam kategori tinggi dengan persentase 83,9%, kegiatan pemasaran hasil pertanian yang masuk dalam kategori sedang dengan pesentase 66,2%, serta pengawasan yang masuk dalam kategori tinggi dengan persentase 83,3%. Petani merespon dengan baik mengenai keberlanjutan program Batu Go Organik dengan besar persentase 80,5% atau dengan skor rata-rata 24,17 dari skor maksimal 30. Program ini juga layak dilanjutkan karena dari kelima faktor yang telah dievaluasi 3 faktor (Sosialisasi program, pemberian bantuan, dan pengawasan) termasuk dalam kategori tinggi dan 1 faktor (pemasaran hasil pertanian) masuk dalam kategori sedang yang mana dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program sudah berjalan dengan baik tetapi masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki.