Analisis Indikator Ketahanan Pangan Tingkat Desa di Kabupaten Tuban Bagian Selatan
Main Author: | AnnisahSarinastiti, Via |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/131911/1/SKRIPSI_FULL.pdf http://repository.ub.ac.id/131911/ |
Daftar Isi:
- Pangan merupakan kebutuhan yang penting untuk dipenuhi oleh setiap orang. Meningat pentingnya pemenuhan kecukupan pangan maka setiap negara akan mendahulukan pembangungan ketahanan pangannya sebagai fondasi bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Ketahanan pangan adalah ketersediaan dan aksesibilitas masyarakat terhadap bahan pangan secara adil dan merata. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pembangunan ketahanan pangan, seperti melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan sebagai perwujudan pembangunan sosial, budaya dan ekonomi, serta sebagai bagian pembangunan secara keseluruhan. Implementasi program pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek ketahanan pangan. Wilayah yang ikut berperan serta mewujudkan ketahanan pangan adalah Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa timur merupakan wilayah yang surplus pangan dan menjadi tolok ukur keberhasilan ketahanan pangan nasional. Pada ruang lingkup mikro masalah pemantapan ketahanan pangan terkait dengan masih tingginya proporsi masyarakat yang mengalami kerawanan pangan. Pada FSVA 2015 salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang tergolong tahan pangan adalah Kabupaten Tuban. Namun jika dilihat dari aspek kerentanan pangan yaitu frekuensi banjir dan tanah longsor serta lahan puso terdapat beberapa wilayah yang berpotensi agak rawan pangan atau dapat mengalami rawan pangan sementara. Wilayah tersebut adalah di Kabupaten Tuban bagian selatan khususnya di Kecamatan Rengel, Kecamatan Soko, Kecamatan Singgahan, Kecamatan Montong dan Kecamatan Parengan yang merupakan kawasan rawan banjir. Apalagi sebagian besar wilayah tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Hal ini akan berpengaruh terhadap hasil produksi pertanian terutama saat musim hujan tiba, sehingga masyarakat yang hanya mengandalkan pendapatan dari hasil pertanian tidak dapat diprediksi besarannya. Besarnya pendapatan yang tidak bisa diprediksi akan berpengaruhi pula terhadap ketersediaan pangan dan akses pangannya, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian identik dengan kemiskinan dan rentan terhadap kerawanan pangan. Kemiskinan dapat mengakibatkan penduduk atau masyarakat sulit untuk mengakses bahan pangan, kemudian dapat menimbulkan kelaparan yang akan berdampak pula pada gizi kurang atau bahkan kematian. Penderita gizi kurang produktifitasnya rendah, selain itu juga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan mempercepat kemiskinan. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan masalah kerawanan pangan, salah satunya dengan menyusun indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur kondisi ketahanan pangan dan dari indikator yang telah terbentuk dapat digunakan untuk melihat kondisi ketahanan pangan di Kabupaten Tuban bagian selatan. Langkah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah kerawanan pangan yaitu dengan melakukan analisis indikator-indikator yang digunakan dalam menentukan ketahanan pangan tingkat desa dan analisis kondisi ketahanan pangan tingkat desa di Kabupaten Tuban bagian selatan. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan metode cross section yang berasal dari data periode tahun terakhir atau tahun 2015. Data desa yang digunakan yaitu semua data daerah penelitian yang digabung menjadi satu, dengan melihat dari aspek-aspek ketahanan pangan. Penelitian analisis indikator ketahanan pangan menggunakan pendekatan statistik yaitu analisis faktor dengan PCA (Principal Component Analysis). Hasil analisis yang didapatkan adalah dari 15 indikator yang ada menyatakan bahwa 7 indikator berpengaruh pada tingkat ketahanan pangan, yang terdiri dari 3 aspek. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah aspek akses pangan yang diwakili oleh indikator persentase rumah tangga yang tidak mempunyai akses listrik dan persentase rumah tangga yang rumahnya terbuat dari bambu. Aspek pemanfaatan pangan dan kerentanan pangan yang diwakili oleh indikator angka kematian bayi (AKB), persentase lahan puso karena kekeringan, banjir dan hama penyakit, serta frekuensi banjir dan tanah longsor. Aspek pemanfataan pangan yang diwakili oleh indikator rasio penduduk terlayani fasilitas POSYANDU dan keberadaan sarana kesehatan. Berdasarkan nilai komposit indikator ketahanan pangan dari ketiga aspek tersebut, diketahui bahwa terdapat 30 desa atau 36,56% masuk dalam kategori tahan pangan. Terdapat 7 desa atau sebesar 8,54% masuk pada kategori cukup tahan pangan dan yang terakhir terdapat 45 desa atau sebesar 54,88% masuk dalam kategori sangat tahan pangan. Desa yang memiliki nilai komposit paling rendah adalah Desa Karangtinoto dengan nilai komposit 3,14, Desa Bulurejo dan Desa Campurejo di Kecamatan Rengel dengan nilai komposit 3,29 sehingga masuk dalam kategori cukup tahan pangan. Ketiga desa tersebut masuk dalam kategori cukup tahan pangan dengan nilai komposit terendah dipengaruhi oleh indikator persentase rumah tangga yang tidak mempunyai akses listrik, persentase rumah tangga yang rumahnya terbuat dari bambu, frekuensi banjir dan tanah longsor. Desa yang memiliki nilai komposit tertinggi adalah Desa Pakel di Kecamatan Montong dengan nilai komposit sebesar 5,57, kemudian Desa Cengkong dan Desa Kemlaten di Kecamatan Parengan dengan nilai komposit 5,14 sehingga desa-desa tersebut masuk pada kategori sangat tahan pangan. Rata-rata nilai komposit di Kabupaten Tuban bagian selatan adalah 4,47. Artinya berdasarkan nilai komposit yang diperoleh secara umum desa-desa di Kabupaten Tuban bagian selatan masuk dalam kondisi tahan pangan.