Pengaruh Jarak Tanam Jagung Manis (Zea Mays Saccharata Sturt) Dan Waktu Tanam Baby Buncis (Phaseolus Vulgaris L.) Dalam Sistem Tumpangsari
Daftar Isi:
- Jagung manis yang merupakan produk hortikultura semakin populer karena memiliki daya tarik dari rasa yang lebih manis dan umur yang relatif singkat dibanding jagung biasa. Seiring meningkatnya pertambahan penduduk maka kebutuhan dan permintaan akan jagung manis terus meningkat. Usaha peningkatan produksi dapat dilakukan dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi, dimana intensifikasi dapat dilakukan dengan perbaikan budidaya tanaman seperti pengaturan jarak tanam dan waktu tanam. Hasil atau produksi jagung manis dapat meningkat apabila pengaturan jarak tanamnya tepat. Sedangkan pengaturan waktu tanam dapat dilakukan untuk meminimalisir adanya persaingan antar tiap tanaman. Hal ini dapat terbantu dengan adanya sistem tumpangsari dengan tanaman sela karena sistem tumpangsari memiliki banyak keuntungan yaitu dapat menghasilkan berbagai macam variasi tanaman, mencegah ledakan hama dan meminimalisir kerugian panen. Tanaman baby buncis dapat difungsikan sebagai tanaman sela karena selain karena waktu panen yang lebih cepat dibanding tanaman jagung manis, tanaman baby buncis termasuk tanaman legume yang dapat menambah unsur hara pada tanah dan mempunyai daya jual yang relatif tinggi sehingga dapat menambah keuntungan petani. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mempelajari jarak tanam dan waktu tanam yang tepat terhadap hasil jagung manis menggunakan sistem tumpangsari dengan tanaman baby buncis. 2) untuk mengetahui pertumbuhan tanaman jagung manis dan tanaman baby buncis melalui sistem tumpangsari. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - September 2013 di Lahan Jatikerto, desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah timbangan analitik, label, knapsack sprayer, oven, cangkul, dan kamera. Bahan yang digunakan adalah benih jagung manis (varietas Jambore), benih buncis (varietas Spectacular), pupuk urea (45% N), pupuk SP-36 (36% P2O5), pupuk KCl (60% K2O), dan pestisida. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) sederhana dengan perlakuan J1= monokultur jagung manis 75 x 25 cm, J2= jagung manis 75 x 25 cm + baby buncis tanam bersamaan, J3= jagung 75 x 25 cm + baby buncis 10 hst, dan J4= 75 x 25 cm + baby buncis 20 hst, J5= monokultur jagung manis 90 x 25 cm, J6= jagung manis 90 x 25 cm + baby buncis tanam bersamaan, J7= jagung manis 90 x 25 cm + baby buncis 10 hst, dan J8= jagung manis 90 x 25 cm + baby buncis 20 hst dengan total 8 perlakuan kombinasi dengan 3 ulangan. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman jagung manis mulai berumur 21 HST dengan interval waktu pengamatan selama 2 minggu. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan non destruktif terdiri dari tinggi tanaman dan jumlah daun, luas daun, indeks luas daun, dan pengamatan panen. Analisis data yang diperoleh dianalisa menggunakan analisis ragam (uji F) dengan taraf 5%. Jika terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf 5%. Pola tanam tumpangsari jagung manis dengan baby buncis mempengaruhi hasil panen jagung manis maupun baby buncis. Dari hasil penelitian menunjukkan perlakuan tumpangsari tanaman jagung manis dengan tanaman baby buncis mempengaruhi indeks luas daun umur 21 hst, berat segar tongkol dengan kelobot, berat segar tongkol tanpa kelobot, hasil panen, dan komponen hasil tanaman baby buncis. Pola tanam tumpangsari jagung manis dan baby buncis meningkatkan hasil sebesar 17,07 % dibandingkan dengan monokultur jagung manis.