Volatilitas Harga Cabai Rawit (Capsicum frutescens) di Jawa Timur
Main Author: | Aliannur |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Lainnya |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/131824/1/ALIANNUR_115040102111003.PDF http://repository.ub.ac.id/131824/ |
Daftar Isi:
- Cabai rawit (Capsicum frutescens) adalah salah satu komoditas sayuran yang strategis dan komoditas ini sering membuat masyarakat resah akan harga yang beredar di pasar. Pada hampir semua kota besar pernah mengalami lonjakan harga cabai rawit yang cukup tinggi. Pada beberapa kota harga cabai rawit per kilogram bisa mencapai Rp. 100.000,00 (News Liputan 6, 2014). Masyarakat Indonesia menggunakan cabai rawit sebagai bumbu masakan, penyedap rasa, serta menambah selera makan. Manfaat yang banyak ini semakin meningkatkan peran penting cabai rawit menjadi komoditas yang strategis dalam perekonomian Nasional. Peran penting cabai rawit sejalan dengan semakin meningkatnya tingkat permintaan masyarakat. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) – Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), konsumsi cabai rawit selama periode tahun 2002– 2013 relatif berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002, konsumsi rumah tangga cabai rawit mencapai 1,126 kg/kapita kemudian berfluktuasi namun cenderung meningkat menjadi sebesar 1,272 kg/kapita pada tahun 2013 atau rata-rata naik sebesar 1,80% per tahun. Peningkatan konsumsi cabai rawit diprediksikan masih akan terjadi pada tahun 2014 dan 2015 sehingga menjadi sebesar 1,395 kg/kapita atau naik 9,64% dibandingkan tahun 2013. Berdasarkan basis data statistik pertanian hasil publikasi Pusat Data dan Informasi Pertanian (2014), jumlah luas panen tanaman cabai rawit di Indonesia pada beberapa tahun ini mengalami kenaikan. Pada tahun 2012 luas lahan tanaman cabai rawit adalah 122.091 Ha dan pada tahun 2013 luas lahan adalah 125.122 Ha atau naik sebesar 2,48%. Begitu juga dengan jumlah produksi tanaman cabai rawit di Indonesia yang mengalami kenaikan. Pada tahun 2012 produksi tanaman cabai rawit adalah 702.214 Ton dan pada tahun 2013 jumlah produksi adalah 713.502 Ton. Berbeda dengan hasil produktivitas tanaman cabai rawit di Indonesia tahun 2012 mencapai 5.75 Ton/Ha, sedangkan pada tahun 2013 turun menjadi 5.70 Ton/Ha. Hasil produktivitas tanaman cabai rawit yang memiliki tingkat penurunan sebesar -0,87% dari hasil tahun 2013 terhadap hasil tahun 2012. Hal ini akan berdampak terhadap persediaan cabai di masyarakat. Berdasarkan hasil publikasi dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian dalam Buletin Konsumsi Pangan Volume 5 Nomor 2 (2014), selama periode tahun 2010–2012 terdapat realisasi impor cabai dengan kuantitas yakni berkisar antara 131–165 ribu ton. Pada tahun berikutnya yakni tahun 2013-2016, impor cabai Indonesia diprediksi berkisar 23–100 ribu ton. Berdasarkan data diatas telah terjadi peningkatan kebutuhan akan komoditas cabai rawit, tetapi permintaan terhadap cabai rawit untuk kebutuhan sehari-hari dapat terus berfluktuasi, yang disebabkan karena tingkat harga yang terjadi di pasar eceran. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengetahui volatilitas harga cabai rawit pada tingkat produsen di Jawa Timur. (2) Mengetahui volatilitas harga cabai rawit pada tingkat konsumen di Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersifat time series berupa data harga bulanan. Data yang dikumpulkan adalah data harga cabai rawit pada tingkat produsen dan konsumen meliputi periode harga bulanan dari bulan Januari tahun 2008 sampai dengan bulan Desember tahun 2014. Sumber data yang digunakan berasal dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur di Surabaya, Kantor Badan Pusat Statistik di Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode analisis dengan model Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH)/ Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Sebelum melakukan pengujian data menggunakan model tersebut, tahap yang dilakukan adalah pengujian stasionesitas, pemilihan model ARIMA terbaik, pengujian heteroskedastisitas, pengujian ARCH Effect dan terakhir melakukan analisis ARCH/GARCH Methode. Hasil penelitian ini dapat diketahui dari penjumlahan antara koefisien ARCH (keragaman data) dengan koefisien GARCH (keragaman residual sebelumnya). (1) Hasil analisis harga cabai rawit di tingkat produsen mempunyai nilai volatilitas mencapai 0,862766. Hasil penjumlahan yang kurang dari 1 menunjukkan volatilitas harga cabai rawit pada tingkat produsen di Jawa Timur yang terjadi rendah (low volatility). Hasil ini menginterpretasikan bahwa perubahan harga terjadi hanya pada periode tertentu dengan waktu yang relatif singkat. Nilai koefisien ARCH () signifikan karena probabilitas < 0,10 yaitu 0.0594 menginterpretasikan bahwa hasil pengujian yang telah dilakukan signifikan pada tingkat kepercayaan 90% dan koefisien GARCH (β) signifikan karena probabilitas < 0,05 yaitu 0.0053 menginterpretasikan bahwa hasil pengujian yang telah dilakukan signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. (2) Hasil analisis harga cabai rawit di tingkat konsumen mempunyai nilai volatilitas mencapai 1,05128. Hasil penjumlahan yang lebih dari 1 menunjukkan volatilitas harga cabai rawit pada tingkat konsumen di Jawa Timur yang terjadi tinggi (high volatility). Hasil ini menginterpretasikan bahwa terjadi perubahan harga secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi selama kurun waktu yang cukup lama. Nilai koefisien ARCH () signifikan karena probabilitas < 0,05 yaitu 0.0020 menginterpretasikan bahwa hasil pengujian yang telah dilakukan signifikan pada tingkat kepercayaan 95% dan koefisien GARCH (β) signifikan karena probabilitas < 0,05 yaitu 0.0000 menginterpretasikan bahwa hasil pengujian yang telah dilakukan signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Saran yang diajukan oleh penulis dalam menghadapi permasalahan harga cabai rawit pada tingkat produsen dan konsumen di Jawa Timur adalah (1) Pemerintah selaku pembuat kebijakan atau keputusan agar membentuk tim yang turun langsung memantau pergerakan harga untuk diinformasikan kepada petani atau membuat sistem agar petani mudah mendapatkan informasi. (2) Pemerintah selaku pembuat kebijakan atau keputusan agar membentuk tim yang turun langsung memantau pergerakan harga di pasar-pasar untuk melakukan operasi pasar agar pihak konsumen tidak dirugikan apabila terjadi kenaikan harga cabai rawit yang ekstrim. (3) Peranan kelompok-kelompok tani dan kelembagaan diperkuat sehingga dapat memperkuat posisi tawar petani di Jawa Timur, sehingga petani tidak hanya berperan sebagai penerima harga saja (price taker).