Daftar Isi:
  • Buncis (Phaseolus vulgaris L.) dan pakcoy (Brasicca rapachinensis) merupakan komoditi pertanian yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Hasil panen kedua tanaman ini termasuk dalam 10 besar sayuran yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Hasil produksi tanaman buncis pada tahun 2014 adalah 318,214 ton.ha-1 dengan luas panen mencapai 28,632 ha, hasil ini menurun jika dibandingkan produksi pada tahun 2013 yaitu sebesar 327,378 ton/ha. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk semakin meningkat dan kesadaran gizi masyarakat semakin tinggi maka permintaan terhadap kedua komoditas tersebut terus meningkat, sedangkan produktivitas dan kepemilikan lahan oleh petani semakin menurun akibat dari alih fungsi lahan pertanian yang semakin marak. Oleh karena itu, diperlukan usaha atau teknik budidaya yang tepat untuk meningkatkan produktivitas lahan. Salah satu teknik budidaya yang tepat untuk mengoptimalkan produktivitas lahan yaitu budidaya dengan pola tanam tumpangsari. Akan tetapi, dalam penerapan sistem pola tanam tumpangsari juga mempunyai permasalahan yang perlu diperhatikan, yaitu akan terjadi kompetisi hara, air, nutrisi, dan cahaya yang lebih tinggi dari pada pola tanam monokultur. Untuk meminimalisir kompetisi antar tanaman diperlukan salah satunya yaitu pengaturan waktu tanam yang tepat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober 2014 di Kelurahan Pandanrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu dengan jenis tanah andosol, suhu udara rata – rata 12 – 190 C, dan ketinggian tempat 700 meter diatas permukaan air laut. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 7 perlakuan dan diulang 4 kali, sehingga akan diperoleh 28 petak percobaan. Sebagai pembanding dan untuk menghitung nisbah kesetaraan lahan dilakukan penanaman secara monokultur untuk masing-masing tanaman. Perlakuan tersebut ialah P1 : Penanaman pakcoy14 hari sebelum penanaman benih buncis, P2 : Penanaman pakcoy7 hari sebelum penanamanbenih buncis, P3 : Penanaman pakcoy dan benih buncisdilakukan bersamaan, P4 : Penanaman pakcoy 7 hari setelah penanaman benih buncis, P5 : Penanaman pakcoy 14 hari setelah penanaman benih buncis, P6 : Penanaman benih buncis secara monokultur bersamaan dengan penanaman pada perlakuan P3, dan P7 : Penanaman pakcoy secara monokultur bersamaan dengan penanaman pada perlakuan P3. Variabel pengamatan yang digunakan untuk tanaman buncis adalah tinggi tanaman, jumlah daun, waktu berbunga, intensitas radiasi matahari bagian atas, intensitas radiasi matahri bagian bawah, luas daun, jumlah polong, bobot segar polong pertanaman, dan bobot segar polong per petak panen. Untuk tanamn pakcoy yaitu jumlah daun, panjang tanaman, luas daun, bobot segar konsumsi pertanaman, dan bobot segar konsumsi perpetak panen. Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam uji F pada taraf nyata 5 % sesuai dengan rancangan penelitian. Apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati maka dilakukan uji lanjutan dengan uji BNT pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penundaan saat tanam pakcoy dapat meningkatkan jumlah polong, bobot segar polong pertanaman, dan bobot segar polong per petak panen tanaman buncis. Perlakuan penanaman pakcoy 14 hari setelah benih buncis menghasilkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya pada pola tanam tumpangsari, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan monokultur. Bobot segar yang diperoleh yaitu sebesar 132,76 g.tan-1 dengan hasil mencapai 10,56 ton.ha-1. Nilai Kesetaraan Lahan tertinggi terdapat pada perlakuan penanaman pakcoy 14 hari setelah penanaman buncis pada sistem tumpangsari tanaman buncis dan pakcoy yaitu sebesar 1,99 dan Nilai Kesetaraan Lahan terendah terdapat pada perlakuan penanaman pakcoy bersamaan dengan buncis yaitu sebesar 1,12.