Daftar Isi:
  • Jeruk (Citrus nobilis Lour) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mendapat prioritas untuk dikembangkan, karena usahatani jeruk memberikan keuntungan yang tinggi, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan petani. Di samping itu, jeruk merupakan buah-buahan yang digemari masyarakat baik sebagai buah segar maupun olahan dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat berpendapatan rendah hingga yang berpendapatan tinggi. Sebagai komoditas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, sudah selayaknya pengembangan usahatani jeruk ini mendapat perhatian yang besar. Jeruk keprok Batu 55 merupakan salah satu varietas lokal unggulan di Indonesia dan telah menjadi primadona di Jawa Timur, dengan sentra pengembangannya di kabupaten Malang dan kota Batu dengan luasan ± 565 ha. saat ini telah berkembang ke luar daerah Jatim yaitu di Jateng, Jabar, Sumut, Jambi, Sulsel, Papua dan Aceh dengan total benih tersebar minimal sebanyak 414.425 pohon atau setara luasan 828 ha. (Sugiyatno, 2014). Jeruk keprok merupakan jenis tanaman tahunan yaitu jenis tanaman yang tidak secara langsung dapat berproduksi. Seringkali petani dalam hal ini tidak memperhatikan jenis tanaman tahunan apa yang dapat menghasilkan pendapatan yang dapat menghidupi keluarganya. Oleh karena itu para petani biasanya melakukan usahatani dalam satu kawasan dengan cara tumpangsari.untuk mengetahui layak tidaknya usahatani tersebut maka dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan usahatani tanaman jeruk keprok pola tumpangsari dengan tanaman lainnya. Sehingga dapat diketahui seberapa besar pendapatan petani dari usahatani tanaman tahunan yaitu jeruk keprok yang diusahakan secara tumpangsari. Mengingat Desa Bulukerto merupakan salah satu desa yang diberikan subsidi bibit tanaman jeruk keprok oleh Pemerintah Daerah Kota Batu yang diharapkan dapat memperluas lahan jeruk keprok di Kota Batu serta dapat menambah pendapatan petani di desa Bulukerto yang sebagian besar petani apel mulai berkembang setelah produktivitas tanaman apel terus menyusut akibat iklim yang semakin panas. Tanaman jeruk keprok ini pun mulai dilirik sebagian petani untuk mengganti perkebunan apelnya yang sudah kurang produktif. Struktur biaya usahatani jeruk keprok tumpang sari dengan tanaman semusim yaitu cabai, brokoli, dan jahe di Desa Bulukerto Kecamatan Bumiaji Kota Batu meliputi biaya tetap yaitu pajak lahan dan penyusutan peralatan sebanyak Rp. 32.587.500 dengan rata-rata biaya tetap per tahun Rp. 4.073.438 per hektar dan biaya variabel meliputi pupuk, pestisida, tenaga kerja sebanyak Rp. 533.643.500 dengan rata-rata biaya variabel per tahun Rp. 66.705.438/ha. Sehingga biaya total seluruhnya sebesar Rp. 581.413.000/ha/thn. Dengan rata-rata tiap tahunnya Rp. 72.676.625/ha. Tingkat pendapatan yang diperoleh oleh petani jeruk keprok yang di tumpang sarikan dengan tanaman semusim yaitu cabai, brokoli, dan jahe sebesar Rp. 630.107.000 dengan rata-rata pedapatan tiap tahunnya sebanyak Rp. 78.763.375/ha. Analisis finansial pada usahatani jeruk keprok tumpangsari dengan tanaman semusim di Desa Bulukerto diperoleh hasil sebagai berikut nilai NPV sebesar Rp. 630.107.000, nilai IRR sebesar Rp. 55,63 persen, R/C Ratio sebesar 2,96, dan B/C Ratio sebesar 1,84. Sehingga secara finansial usahatani perkebunan pola tumpangsari tanaman jeruk keprok dengan tanaman semusim layak untuk dikembangkan. karena memenuhi kriteria nilai NPV lebih besar dari nol. IRR lebih besar dari 13 persen (suku bunga diskonto) dan nilai R/C ratio dan B/C Ratio lebih besar dari 1. Waktu yang diperlukan untuk pengembalian modal selama 9 bulan. Berdasarkan analisis kepekaan menunjukkan bahwa usahatani perkebunan pola tumpangsari tanaman jeruk keprok dengan tanaman semusim masih menghasilkan nilai NPV positif, R/C Ratio dan B/C Ratio lebih dari 1 serta IRR melebihi suku bunga diskonto sehingga dapat dikatakan layak untuk dikembangkan apabila terjadi perubahan biaya produksi maupun penerimaan sebesar 5 persen hingga 20 persen.