Daftar Isi:
  • Ubi kayu merupakan salah satu komoditas sumber karbohidrat. Sebagai komoditas pertanian, ubi kayu memiliki sifat mudah rusak, sehingga perlu dilakukan pengolahan supaya lebih awet dan tahan lama. Salah satu produk olahan dari ubi kayu yaitu tepung tapioka. Selain lebih awet, dengan pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dapat memberikan nilai tambah terhadap ubi kayu. Ubi kayu setelah menjadi tepung tapioka akan lebih banyak produk olahan yang dikembangkan. Salah satu sentra agroindustri pengolahan tepung tapioka di Pati yaitu Desa Sidomukti. Pengembangan agroindustri tepung tapioka memiliki peluang untuk dikembangkan karena permintaan tepung tapioka yang semakin meningkat setiap tahunnya. Dengan adanya agroindutri tepung tapioka memiliki pengaruh positif terhadap perekonomian masyarakat sekitarmya. Hal ini dikarenakan dengan adanya agroindustri tersebut dapat meningkatkan pendapatan produsen dan menyerap tenaga kerja. Agroindustri tepung tapioka di Desa Sidomukti dalam pengembangannya menghadapi masalah-masalah yang dapat mengganggu proses jalannya produksi. masalah-masalah yang dihadapi antara lain yaitu modal yang terbatas, pengeringan masih dilakukan dengan dijemur dibawah matahari, harga bahan baku ubi kayu dan tepung tapioka yang tidak stabil. Dengan adanya permasalahan tersebut mengakibatkan penurunan jumlah agroindustri. Pada tahun 2016 terjadi penurunan jumlah produsen dari 75 agroindustri menjadi 14 agroindustri. Melihat permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan dan kelayakan usaha agroindustri tepung tapioka di Desa Sidomukti. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menganalisis nilai tambah dari agroindustri tepung tapioka pada agroindustri tepung tapioka, (2) menganalisis besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan yang diterima produsen dari agroindustri tepung tapioka, (3) menganalisis kelayakan finansial agroindustri tepung tapioka, (4) menganalisis tingkat sensitivitas agroindustri tepung tapioka terhadap peningkatan harga bahan baku, peningkatan biaya produksi, penurunan jumlah produksi tepung tapioka, dan penurunan harga tepung tapioka. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sidomukti, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati. Lokasi ini dipilih karena di Desa tersebut terjadinya penurunan produsen tepung tapioka. Responden yang digunakan selama penelitian sebanyak 8 responden dari jumlah populasi sebanyak 14 agroindustri. Penentuan sampel tersebut menggunakan metode purposive sampling. Sementara metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data yang dgunakan dalam penelitian ini meliputi: analisis nilai tambah, cash flow, kelayakan finansial (NPV, IRR, Net B/C ratio, dan payback period), dan sensitivitas sebagai analisis lanjutan atas hasil analisis finansial untuk melihat tingkat kepekaan usaha pengolahan tepung tapioka terhadap perubahan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi biaya dan manfaat. ii Variabel yang digunakan pada analisis sensitivitas yaitu kenaikan harga bahan baku, kenaikan biaya produksi, penurunan jumlah produksi, dan penurunan harga tepung tapioka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai tambah yang dihasilkan dalam sekali produksi pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka di Desa Sidomukti, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati yaitu sebesar Rp. 267 per kilogram bahan baku, dengan rasio nilai tambah yang dihasilkan yaitu sebesar 15,25 persen. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah agroindustri tepung tapioka termasuk dalam kategori nilai tambah sedang karena nilai rasio nilai tambah yang dihasilkan yaitu antara 15%-40%. Rata-rata penerimaan tepung tapioka pertahun yang diterima oleh agroindustri tepung tapioka yaitu sebesar Rp 3.842.683.665, sedangkan rata-rata penerimaan onggok pertahun yang diterima oleh agroindustri tepung tapioka yaitu sebesar Rp 380.541.282,40. Rata-rata pendapatan pertahun yang diterima oleh agroindustri tepung tapioka yaitu sebesar Rp. 446.206.946,00. Agroindustri tepung tapioka dinilai menguntungkan karena penerimaan yang diterima lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi. Hasil analisis kelayakan usaha agroindustri tepung tapioka menunjukkan bahwa nilai NPV yaitu sebesar Rp. 1.509.105.762, nilai Net B/C ratio yaitu sebesar Rp 5,40, nilai IRR yaitu sebesar 113,54 persen, dan nilai payback period yaitu sebesar 1,14 tahun.. Dari hasil analisis kelayakan usaha tersebut maka dapat disimpulkan bahwa agroindustri tepung tapioka tersebut layak untuk diusahakan karena memiliki nilai NPV lebih besar dari nol, nilai IRR lebih besar dari discount rate, dan net B/C ratio lebih besar dari 1. Hasil uji analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha pengolahan tepung tapioka tersebut tidak layak untuk diusahakan pada saat terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 10,6 persen, penurunan harga tepung tapioka sebesar 9,7 persen. Pada kenaikan tersebut tidak layak untuk diusahakan karena memiliki nilai NPV kurang dari nol, nilai IRR kurang dari discount rate, dan net B/C ratio kurang dari 1. Dari hasil penelitian maka disarankan untuk memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberlangsungan usahanya apabila terjadi perubahan biaya-biaya yang beresiko, melakukan mitra dengan petani dan memperluas jaringan pemasarannya sehingga permintaan akan tepung tapioka meningkat.