Pengaruh Jarak Tanam Cabai Rawit(Capsicum Frutescens L.) Dan Populasi Oyong (Luffa Acutangula) Dalam Tumpangsari Terhadap Hasil Tanaman Cabai Rawit
Main Author: | Pradita, TiaraPasa |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/131305/ |
Daftar Isi:
- Kebutuhan cabai rawit di Indonesia terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai. Rata-rata permintaan kebutuhan cabai rawit di Indonesia mencapai 645,2 ribu ton (Anonymous, 2015a). Selain cabai rawit, sayuran yang banyak diminati masyarakat adalah oyong. Kebutuhan sayuran di Indonesia mencapai 34,15 kg/kapita/tahun (Anonymous, 2015b), oyong termasuk dalam kelompok sayuran tersebut. Dalam memenuhi kebutuhan cabai rawit dan oyong yang dibutuhkan masyarakat dapat dilakukan dengan penanaman secara tumpangsari. Pengaturan jarak tanam pada sistem tumpangsari perlu diperhatikan. Penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat dapat mengakibatkan kompetisi antar tanaman yang sangat besar dalam mendapatkan cahaya dan unsur hara (Jumin, 2002). Pola tanam tumpangsari dapat bermanfaat dalam penyerapan cahaya, air dan hara, pengendalian gulma, hama dan penyakit serta merupakan untuk pertanian yang berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jarak tanam cabai rawit dan populasi oyong yang tepat dalam tumpangsari cabai rawit dengan oyong. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2015 di Desa Darungan, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri dengan ketinggian 125 m dpl. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 6 perlakuan dan 4 ulangan, yaitu : monokultur cabai rawit (100 cm x 60 cm), cabai rawit (100 cm x 70 cm) + oyong populasi 5.500 tanaman/ha, cabai rawit (100 cm x 80 cm) + oyong populasi 7.700 tanaman/ha, Cabai rawit (100 cm x 90 cm) + oyong populasi 8.800 tanaman/ha, cabai rawit (100 cm x 100 cm) + oyong populasi 10.000 tanaman/ha, cabai rawit (100 cm x 110 cm) + oyong populasi 11.100 tanaman/ha. Pengamatan pada cabai rawit terdiri dari pengamatan destruktif, non destruktif dan panen. Pegamatan destruktif meliputi luas daun, pengamatan non destruktif meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun, pengamatan panen meliputi bobot buah/tanaman, bobot buah/petak, jumlah buah/tanaman dan jumlah buah/petak. Pengamatan pada tanaman oyong adalah pengamatan panen yang meliputi panjang buah, diameter buah, bobot buah/tanaman, bobot buah/petak, jumlah buah/tanaman dan jumlah buah/petak. Data penunjang meliputi iluminasi cahaya Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) dengan taraf 5 % untuk mengetahui adanya pengaruh nyata pada setiap perlakuan dilanjutkan dengan uji perbandingan antar perlakuan dengan menggunakan Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan jarak tanam cabai rawit dan populasi oyong berpengaruh nyata pada parameter pertumbuhan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun. Pada perlakuan tumpangsari cabai rawit (100 cm x 70 cm) + oyong 5500 memberikan pengaruh lebih tinggi pada parameter hasil yaitu bobot buah/tanaman, bobot buah/petak, jumlah ii buah/tanaman dan jumlah buah/petak dan tidak berbeda nyata dengan monokultur cabai rawit (100 cm x 60 cm). Pada tanaman oyong perlakuan cabai rawit (100 cm x 110 cm) + oyong populasi 11.100 tanaman/ha memberikan pengaruh lebih tinggi pada parameter hasil yaitu panjang buah, diameter buah, bobot buah/tanaman, bobot buah/petak, jumlah buah/tanaman dan jumlah buah/petak. Pada hasil iluminasi cahaya perlakuan monokultur adalah yang tertinggi.